Mohon tunggu...
Ahmad Zulki
Ahmad Zulki Mohon Tunggu... Aktor - Menulislah, engkau akan abadi

Sanrego, 28 Januari 2019

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sufi Milenial 4.0

23 Januari 2020   06:30 Diperbarui: 23 Januari 2020   06:38 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaum milenial di dentik dengan tingginya interaksi dengan teknologi dan ditandai dengan pesatnya industrialisasi, globalisasi dan hegemoni. Perkembangan industri 4.0 telah berhasil menghantarkan manusia menjadi insan yang bisa terbang diatas "pesawat" kemudahan. 

Teknologi dan informasi bisa dengan mudah diakses oleh setiap anak Adam, baik bocah masih ingusan sampai orang tau yang sudah berbau tanah. Seiring dengan datangnya kelebihan dan kemanfaatan teknologi tersebut, ia juga membawa dampak negatif, yaitu dikhawatirkan dapat mengikis nilai-nilai moral dan spiritual manusia, dimana rasioanalisasi menjadi Tuhan kecil bagi manusia pada era modern. 

Sayyed Hosein Nasr pernah mendendangkan nasihat kepada umat modern, bahwa dalam kemewahan dan kecanggihan teknologi, terdapat kekeringan nilai spiritual islami. 

Pertanyaan muncul kemudian, apakah pendekatan tawasuf bisa menjadi tawaran penyembuh atas problematika yang dialami manusia modern? bagaimanakah bentuk ajaran yang bernafaskan mistik-sufistik tersebut?

Para sufi kontemporer telah mensosialisasikan model bertawasuf kekinian dengan menghembuskan doktrin yang menyebutkan bahwa menjadi sufi itu tidak harus mengasingkan diri dalam gua, lari dari kehidupan masyarakat, meninggalkan tanggung jawab sosial dan seterusnya. 

Tetapi pelaku sufi kontemporer malah dituntut untuk lebih meningkatkan nilai kreatifitas, kerja keras dalam membangun dan mengembangkan nilai peradaban yang semakin dinamis. Kaum milenial tidak mesti harus jijik terhadap apa yang disebut tawasuf. Karena ada banyak jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Maka mengendarai teknologi dan informasi yang berkembang sebagai jembatan menuju Allah swt, itu sangat memungkinkan untuk dijalankan. Seorang sufi tidak harus menyontek gaya sufi klasik yang harus menggunakan pakaian kasar dan hina. 

Memakai pakaian branded dan memiliki kendaraan super canggih tidak mutlak menjadi penghalang dalam menemukan cinta Ilahi. Bukankah lebih indah dan nikmat, jika semua anugerah Tuhan-teknologi, informasi, dan industri-dijadikan jembatan dalam meraih cinta dan kasih sayang-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun