Semangat reformasi begitu menggelora paska lengsernya orde baru. Reformasi serta perubahan diberbagai bidang terus dilakukan sebagai upaya kebangkitan bangsa Indonesia. Salah satunya yang menjadi fokus perubahan adalah mengenai pemerintahan daerah. Pada masa orde baru dengan sistem sentalistik yang terpusat, membuat kesejahteraan di daerah menjadi tidak merata. Disparitas ekonomi dan sosial antara daerah yang satu dengan daerah yang lain begitu terasa. Pertumbuhan daerah yang lebih dekat dengan pemerintah pusat lebih baik dibandingkan dengan daerah yang jauh dari pemerintah pusat.
Otonomi daerah di era reformasi seolah menjadi angin segar bagi pemerintah daerah untuk lebih mengembangkan daerahnya. Otonomi daerah dirasa menjadi suatu kebutuhan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah. Asas desentralisasi memberikan kewenangan daerah untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerahnya. Pemerintah daerah memiliki kewenangan menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya terkecuali beberapa urusan yang masih menjadi wewenang pemerintah pusat seperti urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter/fiskal nasional dan agama.
Didalam perjalannya, banyak kemudian terbentuk daerah-daerah otonom baru yang merupakan hasil pemekaran dari daerah induknya. Awalnya terbentuknya daerah otonom baru diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat di daerah. Tercatat sejak tahun 1999 tentang sampai tahun 2013 telah terbentuk 220 daerah otonom baru (DOB), sehingga total daerah di Indonesia ada 539 yang terdiri atas 34 Provinsi, 412 kabupaten, dan 93 kotamadya.
Namun data yang dikeluarkan Oleh Kementerian Dalam Negeri baru-baru ini begitu mencengankan. Hampir 80 persen daerah pemekaran di Indonesia dinyatakan gagal dalam menjalankan misi memakmurkan masyarakat wilayahnya. Hal ini terungkap dari hasil evaluasi sementara terhadap daerah yang dimekarkan sejak diberlakukanya ketentuan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). Sebagian besar daerah pemekaran dianggap gagal dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak menunjukkan peningkatan yang berarti setelah memisahkan diri dari daerah induk.
Meskipun ada beberapa daerah otonom baru yang berhasil, namun mayoritas pembentukan daerah otonom baru dianggap gagal menyejahterakan rakyat. Justru pemekaran daerah hanya dinikmati oleh segelintir aktor-aktor politik lokal yang berkuasa. Salah saty contoh adalah Provinsi Banten sebagai daerah otonom baru paska reformasi. Angka kemiskinan yang ditinggi ditambah dengan kesejahteraan rakyat yang masih rendah berbanding terbalik dengan kekayaan dan kemewahan beberapa aktor politik lokal di daerah tersebut.
Melihat dari fakta mengenai gagalnya mayoritas daerah otonon baru yang dibentuk, dapat menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah pusat. Pemerinhtah seharusnya menerapkan seleksi yang lebih ketat terkait dengan pembentukan daerah otonom baru. Faktor politis harus harus dipinggirkan dalam pembentukan daerah otonom baru tersebut. Jangan sampai pembentukan daerah otonom baru hanya merupakan “kongkalikong” aktor politik pusat dengan aktor politik daerah dalam rangka menguatkan kekuasaan golongan semata. Pembentukan daerah otonom baru haruslah terbentuk dari semangat awal otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat daerah. semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H