Sejarah panjang dalam hidup Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pebisnis dalam sektor perdagangan memberikan suri teladan bagi umat manusia secara umum. Julukan al-aminyang disandang beliau merupakan bukti bahwa Nabi Muhammad SAW orang yang sudah diakui kredibelitasnya di masyarakat Arab sebagai sosok yang luar biasa.Â
Nabi Muhammad SAW memang pribadi yang kompleks, selain predikatnya sebagai orang jujur beliau peroleh, ia juga sebagai seorang nabi dan rasul. Predikat Nabi Muhammad SAW sebagai al-amin, menjadi modal utama dan rahasia sukses beliau menjalankan aktifitas dagangnya. Tercatat dalam berbagai literatur bahwa sejak kecil Nabi Muhammad SAW sudah terkondisikan oleh alam dan keadaan keluarga maupun masyarakat sebagai seorang pejuang.
- Kejujuran
Berangkat dari kepribadian beliau maka lahirlah tuntunan atau teladan yang bisa dijadikan masyarakat di zaman sekarang untuk sebagai pelajaran. Jujur dalam menjelaskan produk merupakan etika bisnis yang selalu dilakukannya. Kejujuran Nabi Muhammad SAW sudah diakui, beliau adalah manusia yang paling jujur di dunia. Beliau selalu mengatakan dengan jujur produk/barang yang didagangkannya, jika barang itu rusak atau jelek, beliau akan mengatakan kerusakan atau kejelekan barang tersebut.Â
Sangat  jarang pedagang yang berani berkata jujur perihal kualitas barang dagangannya. Untuk mempermudah pembahasan dalam analisis, penulis menggunakan standar prinsip etika bisnis yang dikemukakan oleh Sony Keraf. Beberapa prinsip yang dijadikan patokan dalam bahasan ini, yaitu pendapat Sonny Keraf. Dalam prinsip etika bisnis ia berpendapat: otonomi, kejujuran, tidak berbuat jahat, keadilan dan hormat pada diri sendiri. (Sonny Keraf:1998)
Kejujuran menjadi kunci utama dalam praktek bisnis Nabi Muhammad SAW, kejujuran yang Nabi Muhammad SAW praktekkan adalah dengan menyampaikan kondisi riil barang dagangannya. Diceritakan dalam suatu riwayat suatu hari ada pembeli yang menanyakan kain yang pernah dibeli temannya. Lantas Nabi Muhammad SAW menjawab, "kain yang tuan inginkan sudah habis, ini ada yang lain tetapi beda dengan yang tuan maksud, dan harganya tentu berbeda dengan yang teman tuan beli tadi."Â
Lantas pembeli merasa kalau Nabi Muhammad SAW hendak menaikkan harga tersebut karena sedang digandrungi oleh konsumen. Dan menurut pandangan pembeli kain tersebut sama dengan yang dibeli temannya tadi. Kemudian pembeli bertanya, "Apakah engkau akan menaikkan harga kain ini?," Nabi Muhammad SAW menjawab "tidak, justru harga kain ini lebih murah dari yang teman anda beli, walaupun kain ini memang sama persis dengan yang teman anda beli, tapi kualitasnya berbeda."( Laode Kamaludin dan Aboza M. Richmuslim:2010).
Dari sebuah cerita tersebut kita bisa melihat bagaimana Nabi Muhammad SAW sangat menjunjung tinggi kejujuran. Padahal kalau beliau mau bisa menaikkan harga barang tersebut sedang menjadi tujuan konsumen yang pasti akan membelinya. Sepintas memang itu hal yang tidak lazim dalam praktek-praktek bisnis sekarang, meskipun pebisnis sebenarnya menyadari bahwa kejujuran menjadi kunci sukses dalam berbisnis, termasuk untuk mampu bertahan dalam jangka panjang di dalam persaingan. Prinsip jujur dalam menjelaskan produk yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW kalau kita tarik ke dalam prinsip etika bisnis modern sama dengan prinsip etika bisnis modern yang dijelaskan oleh Sonny Keraf. Â
- Keadilan
- Prinsip keadilan menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang dianggap sama nilainya, ini berarti tidak dikehendaki adanya perlakuan yang diskriminatif. (Ketut Rindjin: 2008)
Keadilan Nabi Muhammad SAW sudah tidak diragukan lagi di masyarakat Arab, sehingga beliau dalam etika bisnis yang dilakukannya tidak menipu takaran, ukuran dan timbangan. Nabi Muhammad SAW sangat menghindari praktek penipuan, tentunya Nabi Muhammad SAW selalu jujur dalam menimbang. Nabi Muhammad SAW sudah pasti tidak diragukan lagi keadilannya, namun praktek keadilan Nabi Muhammad SAW banyak tercatat ketika sudah berupa kebijakan.Â
Dan ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW sudah di Madinah. Tapi tidak berarti bahwa Nabi Muhammad SAW tidak adil dalam berdagang ketika masa mudanya. Dalam setiap kebijakan ekonomi Nabi mementingkan keadilan bukan saja berlaku untuk kaum muslim tetapi juga berlaku untuk kaum lainnya di sekitar Madinah. Hal ini terbukti ketika beliau diminta untuk menetapkan harga, beliau marah dan menolaknya. Ini membuktikan bahwa beliau menyerahkan penetapan harga itu pada kekuatan pasar yang alami.
Keadilan merupakan perlakukan yang seimbang, dalam bisnisnya Nabi Muhammad SAW selalu menerapkan keseimbangan. Barang yang kering bisa ditukar dengan barang yang kering. Penukaran barang kering tidak boleh dengan barang yang basah. Demikian juga dalam penimbangan tersebut seseorang tidak boleh mengurangi timbangan. Dalam transaksi Nabi Muhammad SAW menjauhi apa yang disebut dengan muzabanadan muzaqala. (Syaifullah:2010)
- Menjelek-jelekan Bisnis Orang Lain
Menjelek-jelekan bisnis orang lain yang merupakan pesaingnya adalah tindakan pengecut. Banyak orang terjebak ke dalam tindakan yang tidak terpuji demi mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, misalnya dengan menjatuhkan reputasi pesaingnya dengan menjelek-jelekannya. Dalam berbisnis (berdagang), Nabi Muhammad SAW tidak pernah menjelekjelekan dagangan milik orang lain, justru beliau selalu membantu mempromosikan pedagang lain jika barang dagangan yang ada pada dirinya tidak tersedia. Hal yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW seperti ini akan menghasilkan sebuah iklim persaingan yang sehat. Karena antara penjual yan satu dan yang lain tidak menjelek-jelekkan bisnis orang lain.