Jangan salahkanbunda mengandung kita bila bahasa bunda tidak diminati masyarakat dunia lagi. Bunda tidak bersalah, namun kita lah yang perlu meminta maaf. Mumpung masih dalam suasana idul fitri (kembali ke fitri) mendekatlah ke bunda, renungi apa yang salah dari diri kita, dan minta maaflah kepada bunda. Doa permintaan maaf kepada bunda agar bahasa Indonesia dan budaya diminiati masyarakat dunia lagi agar cepat terkabul bisa meniru doa saya ini.
“Bunda bukan salah bunda mengajarkan bahasa Indonesia padaku, bahasa kita bunda pernah menyatukan nusantara. Bahasa kita pun pernah diminati cendikiawan, politisi, ilmuan, budayawan, pekerja dan masyarakat hampir di seluruh belahan dunia ini. Bunda, bahasa kita diminati mereka bukan karena kelembutan, kemudahan atau keindahan bahasa. Bukan bunda, bahasa kita yang telah menyatukan kita nusantara diminati karena budaya kita dinilai unik belum tergerus arus globalisasi. Budaya kita pernah menjadi ancaman kebudayaan mereka. Mereka pernah menyakini budaya kita akan mampu mengelola dan menguasai kekayaan alam yang melimpah ruah.
Mereka berlomba memepalajaribahasa kita, bahasa nasional kita, bahasa Indonesia. Berbagai pusat studi bahasa dan budaya Indonesia didirikan oleh berbagai Negara termasuk negara-negara yang telah maju selangkah dari kita seperti Amerika, Inggris, Australia. Pusat studi mereka laku keras, siswanya melimpah ruah. Tidak hanya itu, mereka juga mengirim beberapa penelitinya ke Indonesia untuk memelajari budaya Indonesia. Para peneliti tersebut kemudian hari dikenal sebagai Indonesianis. Banyak Negara pun rela membiayai penilitian tersebut. Oh, Bunda, saya baru sadar bila betapa penting menjaga bahasa dan budaya bunda.
Oh, Bunda, mungkin saya sudah terlambat meminta maaf ke bunda. Saya yakin bunda sudah memaafkan saya dan anak-anak bunda. Namun bunda, untuk menebus dosa dan kesalahan yang baru saya sadari, saya perlu minta maaf dan bersimpuh kepada bunda. Maafkan anakmu yang penuh khilaf, Bunda. Agar, kekhilafan anakmu ini tak lagi terulang”
Doaku kepada bunda pertiwi ini terispirasi setelah membaca portal kompas.com. Saya berterima kasih bila para pembaca online turut menyebarkan lantunan redaksi doa di atas agar cepat terkabulkan. Nilai bahasa Indonesia generasi bangsa cenderung terus merosot dari tahun ke tahun. Tidak hanya itu, yang merasa prihatin dengan kondisi ini pun sedikit. Hal ini ditandai dengan sedikitnya yang pembaca online yang membagikan ke jejaring sosial mereka.
Tidak aneh, gejala tersebut telah nampak tak kasat mata berapa puluh tahun lalu. Bangsa Indonesia tergerus rasa percaya dirinya karena tertindas oleh pemimpin negara bangsanya sendiri dari periode ke periode. Ketika sang mantan penguasa diktator yang ketika itu hanya baik hati ke rejimnya sendiri mulai menyadari kekeliruannya dan mulai membuka diri untuk bangsanya, sedang sekarat kekuasaanya. Kekuasaanya dialihkan ke pemimpin Negara yang paling “Apolitis” tidak memperoleh dukungan yang cukup dari masyarakatnya. Krisis percaya diri lebih dahsyat dampak dari krisis moneter 1998 lalu yang mengiringi rejim dictator yang belum berbaik hati kepada bangsanya. Pemimpin Negara selanjutnya lupa memahami, menghayati, menerapkan dan mengajarkan semangat nasionalisme budaya dan bahasa para pendiri Negara bangsa Indonesia.
Pemimpin Negara Indonesia selanjutnya, cenderung berpatokan dengan keuangan Negara, budaya bangsa yang pernah adiluhung beberapa abad yang tersarikan dalam falsafah nusantara terabaikan. Bukankah, bangsa tanpa budaya yang baik uang tidak bisa dihasilkan? Alih-alih mengumpulkan pundi-pundi uang Negara untuk pelayanan masyarakat yang prima. Keuangan Negara pun dari tahun ke tahun cenderung semakin defisit, pajak semakin tinggi, pungli terjadi dimana-mana, pemimpin mencari popularitas, generasi bangsa yang pernah belajar bagaimana menciptakan pelayanan masyarakat dan budaya bangsa yang baik tak sabar menunggu proses pergantian pemimpin Negara. Pemimpin Negara semakin dihantui mimpi buruk terkudeta. Negara sebagai pondasi budaya bangsa semakin rapuh.
Tak heran bila generasi bangsa mulai mencari nilai-nilai budaya bangsa lain yang belum tentu cocok antara warga bangsa yang lain. Konflik pun sering kali bisa dipicu dengan masalah sepele.
Bahasa kita bisa dijadikan refleksi cerminan kerapuhan budaya kita, banyak kosa kata asing yang serta merta terserap ke dalam bahasa kita. Bahasa arab, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, lebih parah lagi banyak bahasa slang yang diadaptasi dari pengaruh bahasa-bahasa lain yang kian memperjelas betapa rapuhnya budaya kita.
Indonesia yang pernah dikhawatirkan menjadi macan Asia dan menjadi saingan utama bangsa adidaya barat untuk berebut mengolah dan mengembangkan arah budaya dunia, kini menjadi macan tidur yang terbius oleh germelap harta dunia. Tidak ada lagi Indonesianis yang tertarik memelajari bahasa dan budaya kita, karena kita masih tertidur pulas dengan mimpi. Tidak ada lagi yang menarik meneliti macan tidur pulas.
Semoga bunda tidak lagi malas membangunkan anak-anaknya yang tertidur pulas. Membangunkan anak-anaknya dengan membisikan kembali arti nasionalisme budaya-budaya nusantara dengan bahasa kita bahasa Indonesia. Generasi anak bangsa selanjutnya terus bangun dan mengendalikan Negara bangsa yang terbang tanpa kendali yang jelas. Bunda pun akan rela bila ada anak bangsa yang lahir kelak menjadi diktator demi bangsa dan memajukan budaya bunda. Meski dia tidak mampu memberantas “budaya” korupsi yang terlanjur kronis, namun pelayanan masyarakat terus mampu dipacu ditingkatkan demi generasi, budaya dan bahasa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H