Mohon tunggu...
Ahmad Zaini
Ahmad Zaini Mohon Tunggu... -

Di darahnya ada bola.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menimbang Dahlan Iskan Jadi Presiden (8)

12 September 2013   09:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:01 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="" align="alignnone" width="673" caption="Dahlan menengok sapto, warga karawang yang lumpuh"][/caption] FAKTOR KEENAM: HADIR DI TENGAH RAKYAT DAN BERDIRI DI ATAS SEMUA GOLONGAN Rakyat negara ini ternyata begitu merindukan seorang pemimpin yang sederhana dan merakyat. Itulah kenapa begitu muncul pemimpin yang sederhana, tidak berjarak, dan dekat dengan rakyat langsung dipuja. Kenapa begitu rindu? Kenapa kerinduan itu kemudian menimbulkan prasangka negatif ‘pencitraan’? Sejak di Jawa Pos, Dahlan memang terkenal tidak bisa diam di kantor. Subuh dini hari sering menengok distibusi korannya dengan numpang pickup atau mobil box, menemui para agen dan loper korannya. Pada saat bisnisnya membaik dan Jawa Pos meraksasa dengan berbagai koran daerah, Dahlan sampai perlu membeli helikopter untuk menunjang aktifitasnya. Begitu juga saat menjadi Dirut PLN dan menteri BUMN. Blusukan ala Dahlan malah bisa disebut blusukan extreme. Mendaki lembah dan gunung dengan berjalan kaki 30 km di Baliem Papua untuk menengok lokasi pembangunan PLTA. Offroad semalam suntuk untuk menengok peternakan sapi di savanah Kabaru NTT. Menginap dirumah petani untuk mendengar langsung keluhan petani. Puluhan kali naik KRL untuk mengecek proses pelayanan PT.KAI dan sebagainya. Berbaur dengan masyarakat untuk merasakan langsung masalah yang harus dipecahkan. Tindakan-tindakan yang kemudian di cap 'pencitraan'. Bgaimana tanggapan Dahlan dengan pandangan negative itu? Dahlan, pada sebuah wawancara dengan media online menjelaskan dengan sederhana. Dengan inti seperti ini: Dia merasa apa yang dia lakukan tidak nyleneh. Di luar negeri, menteri ke kantor jalan kaki, naik sepeda, naik bus, naik kereta itu sudah biasa. Nggak perlu heran, lihat saja di Belanda atau Finlandia. Kita saja yang tidak terbiasa, ini karena semasa orde baru, pejabat menjaga jarak dengan rakyat. Ah, ternyata bukan Dahlan, Risma atau Jokowinya yang aneh, kita yang 'gumunan' (gampang takjub) melihat ‘kejanggalan’ ini. Ironisnya anomali ini kemudian kita curigai, sebagian malah mencerca dan menuduhnya pencitraan. Kita merindukan pemimpin yang merakyat karena selama puluhan tahun terbiasa dengan pejabat yang sengaja menjauh dari rakyat. Selama ini kita disuguhi pertunjukan pemimpin yang elitis. Yang menjaga jarak agar terlihat berwibawa. Pejabat yang memilih menggunakan voorijder daripada ikut merasakan kemacetan yang dirasakan rakyatnya. Pemimpin yang meminta dilayani dan dihormati daripada bersedia melayani dan menghargai rakyatnya. Kita sudah muak dengan pejabat yang hadir ketika membutuhkan suara rakyat dalam pemilu, tapi acuh ketika rakyat bersuara meminta tolong. Pejabat yang hadir ketika rakyat perlu tanda tangan, tapi pergi ketika rakyat butuh uluran tangan. Kita membutuhkan pemimpin yang berdiri diatas semua golongan. Yang memperhatikan rakyatnya sehingga dia hadir bukan hanya saat dibutuhkan dan diundang saja, tapi juga hadir bahkan disaat rakyat tidak meminta bantuannya. Bagaimana dengan Dahlan? Dahlan ternyata punya track record panjang akan empati yang pernah dibaginya. Peduli pada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Dahlan peduli pada masalah saudara-saudaranya tanpa pernah mempedulikan siapa mereka dan darimana mereka berasal. Empati Dahlan sebagai seorang pemimpin ini bukan hanya pada anak buahnya saja, tapi bahkan kepada para kompetitornya. Beberapa minggu lalu, di acara ‘Mata Hati’ Kompas TV, @kangmaman mengungkapkan cerita yang tak banyak diketahui orang. Cerita tentang Vinsensia Hanis Sulistiyani yang 2009 dadanya sesak karena kanker paru-paru. Beberapa teman menyarankan untuk berkonsultasi pada Dahlan yang baru sembuh dari kanker hati. Meski tak kenal bahkan merupakan wartawan Kompas, media yang menjadi kompetitor Jawa Pos puluhan tahun. Dahlan tetap membantu membiayai operasi Vin ke Gouangzhou. Saat ditanya alasannya apa, Dahlan menjawab: “Karena dia wartawan muda yang berprestasi, gigih, dan perjuangannya luar biasa. Saya kagum sekali sama Vin” puji Dahlan. Video lengkapnya bisa diihat disini. Jejak kepedulian Dahlan kian panjang di jaman sosial media ini. Cerita-cerita bagaimana Dahlan diantara kesibukannya mengurus 141 BUMN dengan 400an anak dan cucu perusahaan menyempatkan sedikit waktu luangnya untuk membantu orang lain makin sering terdengar. Biasanya cerita ini diposting oleh orang-orang yang menjadi saksi mata. Pada perjalanan dari Karawang menuju Istana untuk menghadiri sidang Kabinet, Dahlan mendapat kabar bahwa ada seseorang yang memanjat tower SUTET PLN di Senen dan mengancam akan melompat. Dalam kondisi buru-buru seperti itupun Dahlan masih sempat menengok dan mencoba menyuruh Franciscus, warga Kabupaten Ngad, Kelurahan Toda, Golewa, Flores untuk turun dan membicarakan penyelesaian masalahnya. Tapi franciscus belum mau menyerah. Cerita Dahlan membujuk Franciscus langsung jadi topik yang ramai di media. Siang itu wartawan memang sudah berkumpul di bawah tower. Tentu saja untuk meliput aksi nekat pemuda yang memanjat SUTET. Tapi malah mendapat bonus berita seorang menteri yang nekat mampir meskipun sedang memburu waktu untuk menghadiri sidang kabinet. Perhatian Dahlan pada Fran pun ternyata tak berhenti disitu. Begitu dapat konfirmasi bahwa franciscus belum mau turun, pada malam harinya Dahlan kembali ke tempat itu. Mengusahakan agar Fran mau turun. Tak kenal lelah dan tak terendus wartawan. Melalui facebook, juga tersiar kabar tentang Dahlan yang jumat pagi-pagi (5/7/2013) mengarahkan mobilnya 40 km ke arah Bogor. Dahlan sehari sebelumnya kaget mendengar kabar ada kampung bernama Cioray, Desa Leuwikaret, Kec. Klapanunggal, Kab. Bogor- Jawa Barat yang tak teraliri listrik sejak Indonesia merdeka. Dahlan kemudian mencari akal. Ketemu solusinya yaitu pabrik semen swasta yang beroperasi di daerah Citereup. "Saya akan ketemu direksi Indocement, saya akan rayu supaya mereka mau bersama-sama kita untuk mengaliri listrik kampung tersebut" kata Dahlan pagi itu. Sikap spontan Dahlan lah yang kerap mendasari aksi-aksi tak lazimnya. Mendengar, berempati lalu begitu ada waktu langsung beraksi. Sepeti saat mendampingi kunjungan Presiden SBY ke Karawang. Dalam keadaan penuh sesak, tiba-tiba saja Dahlan dibisikkan oleh seorang warga yang mengatakan ada warga lain yang sudah lebih dari sebulan alami kelumpuhan. Saat itu juga, Dahlan meninggalkan rombongan kepresidenan dan menengok Cahyo, warga Dusun Pasirputih, Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon. Begitu tiba Dahlan langsung memijat dan menggerakkan kaki Cahyo lalu menelepon dokter untuk memeriksa kondisi sebenarnya. Sayang Cahyo tak terselamatkan sebelum sempat di bawa ke RS Bedah di Surabaya atas rekomendasi Dahlan. Spontanitas Dahlan juga membawa kita pada kisah Jevry Suhardi (16 tahun) Pemuda dari Komplek Alas Maras, Kota Bengkulu yang putus asa karena kakinya membusuk. Oktober 2010, kaki jevry patah saat bermain bola. Karena keterbatasan biaya, kaki itu dirawat dengan pengobatan alternatif. Bukannya sembuh, malah semakin parah dan membusuk. Jevry dalam kondisi kesakitan berusaha meminta tolong dengan me-mention banyak pengusaha dan pejabat di twitter. Hanya satu yang membalas jeritan itu: @iskan_dahlan. Akun twitter milik menteri BUMN ini menjawab lalu mengirim orang untuk menengok jefvry. Melalui telepon, Dahlan lalu membujuk ayah jefrvy agar mau mengamputasi kaki anaknya. Kini Jefry bisa kembali sekolah dengan kaki palsu. Dan masih banyak lagi cerita di social media tentang bagaimana Dahlan hadir di tengah masyarakat. Ada Ilham dan dua teman anak jalanan yang ditemukan di Monas lalu diterbangkan ke Surabaya untuk dididik di Sanggar Alang-Alang. Ada seorang ibu yang melahirkan di bawah terpal di Monas lalu diajak ke kantor BUMN dan dikontrakin rumah. Ada Hafid (7 ½ thn) menyandang penyakit hati yang disebabkan alagille's syndrome yang dibantu Dahlan transplant hati yang rencanakan akan dilaksanakan di Jepang. Ada Iqbal Rais, sutradara film Tariq Jabrix yang diyakinkan Dahlan untuk menobati penyakit leukimia yang dideritanya dengan pengobatan stem cell. Dahlan sejak sembuh dari kanker hati memang punya perhatian khusus pada penderita kanker. Dahlan berniat membantu semaksimal mungkin sesama penderita kanker yang datang padanya. Bahkan mendengarkan curhatan penderita kankerpun jadi prioritasnya. "Kalau emang saya jadi menteri diminta enggak boleh melayani konsultasi kanker seperti itu, saya lebih milih tidak jadi menteri," ujar Dahlan setelah meminta maaf pada para wartawan karena datang telat. Dahlan ternyata menunda keberangkatanya karena ada pasien kanker yang berkonsultasi padanya, Sabtu (13/7/2013) Sebagai menteri BUMN dia sangat antusias dan mensupport penuh saat mengetahui Pertamina sedang membangun RS Khusus Liver pertama di Indonesia. Itulah Dahlan, pemimpin yang berempati pada kebutuhan rakyatnya, darimanapun dia berasal, apapun latar belakang dan statusnya. Kemampuan untuk ngemong itulah yang membuat Dahlan dekat dengan siapa saja. Maka tidak heran pada saat dia dioperasi kanker hati, banyak warga menggelar doa masal sesuai agama masing-masing. Di Takeran, Magetan jamaah syattariyah melantunkan dzikir 'hu'. Kakek Dahlan, KH Kiai Hasan Ulama adalah Mursyid tarekat ini. Di Surabaya 1000 umat budha berdoa di shi mian fo (Buddha empat wajah) Kenjeran. Dahlan juga begitu cair membawa diri. Diangkat menjadi ketua syeckher nasional karena kebiasannya menghadiri shalawat Habib Syech, satu-satunya pejabat yang diudang pada pertemuan mahasiswa Papua, sampai mendapat gelar Uluy Inga dari masyarakat Dayak. Jadi tidak aneh kalau perkumpulan-perkumpulan barongsai mengangkatnya menjadi ketua umum untuk mempersatukan mereka dalam satu organisasi. Dahlan sudah 10 tahun menjadi ketua umum Federasi Barongsai Indonesia. Apa yang selama ini konsisten di lakukan Dahlan, berbaur dengan siapa saja, berdiri tanpa membeda-bedakan orang atau kelompok, selaras dengan pemikiran Cak Nun, Emha Ainun Najib ketika menafsirkan tembang ‘Lir Ilir’ ciptaan Sunan Kalijaga. Kita membutuhkan bocah angon. Seorang pemimpin yang mempunyai daya angon. Daya menggembalakan. Kesanggupan untuk ‘ngemong’ semua pihak. Karakter untuk merangkul dan memesrai siapa saja. Sesama saudara sebangsa. Determinasi yang memunculkan garis resultan kedamaian bersama. Memancarkan kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan, semua kecenderungan. Bocah angon adalah seorang pemimpin nasional, bukan tokoh golongan atau pemuka sebuah gerombolan. Dulu di masa kecilnya Dahlan harus menggembala kambing tetangga agar bisa mendapat makan. Kini negara kita ini membutuhkan pemimpin seperti Dahlan. Pemimpin yang mempunyai daya gembala untuk sebuah negeri bhinneka yang besar, luas dan beraneka ini, agar tetap tunggal ika. (bersambung) SELANJUTNYA: FAKTOR KETUJUH: PENEROBOS KEBUNTUAN Penulis bisa di sapa di twitter: @zzzeen image: liputan6.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun