Mohon tunggu...
Ahmad Zaimuddin
Ahmad Zaimuddin Mohon Tunggu... -

UIN Maulana Malik Ibrahim_Malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Keagungan Nilai Naturalis

17 Desember 2012   01:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:32 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pagi yang dingin pada hari ini Minggu, 16 Desember 2012 menjadi hari yang teramat sempurna bagi saya, disamping malamnya begadang sampai dini hari menunggu sesuatu yang selalu kutunggu ditiap akhir pekannya, yaitu pertandingan Manchester United di Premier League, dan permainan mantab menjadikan United masih kokoh di puncak klasmen sementara dengan selisih 6 point dari rival terdekatnya, yaitu si tetangga berisik Manchester City.

Namun disamping kebahagian itu, ada satu hal yang membuat saya sangat begitu gembira pada hari ini, entah itu sebuah ketidak sengajaan atau bisa juga ini sebuah skenario sang pencipta dunia dan seisinya, dan saya sangat yakin itu, yaitu saya menemukan sebuah kata-kata dalam buku saya yang sangat lama sekali tidak pernah saya sentuh. Namun entah kenapa pagi tadi hati saya berbicara, “buku’en bukumu iku”.

Matahari sudah keluar sebagai tanda sebuah harapan dan cita di Minggu pagi ini, seperti biasa saya dan teman-teman menunggu masuk kelas untuk sekolah tambahan, dan datanglah panggilan itu ketika petugas dari kantor memberikan info akan masuknya jam kelas saya. Dan seperti biasa saya membawa catatan, karena sekolah di Minggu biasanya saya lebih suka mendengarkan, karena beberapa faktor memang, namun faktor terbesar adalah karena saya orangnya pemalas. Hehehehe!.

Namun tidak seperti biasanya, seperti yang sudah saya ungkapkan diatas, dan saya mencoba menuruti isi hati saya dan akhir menjadi sebuah sejarah pada hari itu untuk pertama kalinya membawa buku catatan di kelas tambahan minggu pagi. Namun tuhan saya kira sudah membuat sebuah rencana besar, dimana ketika saya membuka buku itu saya menemukan sebuah catatan saya dulu yanng berbunyi;

حسن الأعمال نتائج حسن الأحوال وحسن الأحوال من التحقّق من مقامات الإنزال

Jelas saya sangat terhentak melihatnya, karena apa?, seolah ini menjadi sebuah jawaban atas apa yang kupikrkan di malam harinya. Memang pada malam harinya setelah pertandingan Manchester United yang selesai sekitar jam 12 malam, saya termenung terpikirkan sebuah buku teman saya yang judulnya “membangun kebijaksanaan diri dengan gerak tubuh”. Dalam buku itu saya baca mencoba mengajarkan tentang sebuah rahasia-rahasia gerak tubuh agar seseorang itu bisa menjadi bijaksana oleh masyarakat. Intinya dalam buku ini mengajarkan banyak hal agar seseorang itu bisa dianggap bijaksana dengan mengikuti teori-teori gerak tubuh.

Setelah membaca buku ini, saya jadi teringat tentang presiden kita sekarang, bapak SBY yang menurut banyak kalangan menilai beliau ini sangat piawai dalam kaitannya pencitraan diri. Atau mungkin dalam istilah politiknya lebih populer disebut dengan politi citra diri. Kasus yang masih hangat ditelinga kita mungkin masalah perseteruan antara Polri dan KPK tentang penanganan kasus pengadaan simulator surat izin mengemudi beberapa waktu lalu, dalam kaitanya hal ini bapak SBY pada waktu itu betul pada saat itu dalam pidatonya memberikan solusi dan sikap agar kasus yang menetapkan tersangka mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo dipegang KPK. Namun banyak kalangan yang menilai bahwa pidato beliau hanya demi kepentingan pribadi beliau saja, atau demi menyelamatkan citra beliau dimata publik. Dan ada beberapa hal yang sama dalam pandangan publik akan hal ini, namun mungkin tidak bisa saya tampilkan semua.

Disisi lain, saya melihat realita hari ini yang ramai dibicarakan khalayak umum, siapa lagi kalau bukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau lebih dikenal dengan Jokowi. Gaya Jokowi yang santai, rendah hati, dan apa adanya menjadikan dia bak idola baru model kepemimpinan di negeri ini, banyak orang mengeluh-eluhkan dirinya bak malaikat di tengah kegersangan perpolitikan Indonesia, dan memang betul dengan gaya seperti ini, Jokowi sedikit demi sedikit dan perlahan memberikan suatu hal yang positif untuk Jakarta sebagai wajah negara Indoensia.

Sesungguhnya pengertian dari kata yang saya temukan itu sederhana sekali, dimana dalam kehidupan kita tidaklah perlu memikirkan bagaimana kita itu bisa dianggap bijak oleh orang lain. Dan memang harus diakui dengan dianggap bijak kita akan mendapat tempat pada posisi yang lebih stratifikasi kelas masyarakat, walaupun sebagaian orang tidak memperdulikan hal itu. Karena sebuah nilai yang terlihat dalam sebuah sikap kita secara kasat mata adalah sebuah dampak dari apa yang ada dalam hati kita, pendek kata gelas bersih pasti kelihatan bening dan gelas kotor pasti akan keliahatn keruh. Karena memang suatu hal yang baik itu semua berangkat dari ketulusan hati, ketika kita bisa tulus berarti kita ikhlas, kalau ikhlas berarti kita apa adanya tanpa ada kepentingan dan tujuan tertentu, dan kalau sudah seperti itu itu namanya natural atau alami. Dengan sesuatu yang alami akan lebih awet akan lebih bisa diterima oleh masyarakat, walaupun kita harus mengakui hal itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, akan tetapi apakah salah kalau kita belajar sedikit demi sedikit dan diawali dari sesuatu yang kecil dalam kehiudpan kita?, saya kira sangat mungkin sekali. Semoga bermanfaat!!!.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun