Pasca Indonesia menjadi negara merdeka, Indonesia telah banyak menghadapi permasalahan nasional. Salah satu permasalahannya adalah masalah ekonomi nasional. Pada pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami mimpi buruk berupa krisis moneter yang pada akhirnya berlanjut pada krisis perekonomian nasional.
Mimpi buruk tersebut menyadarkan pemerintah Indonesia saat itu akan betapa lemahnya "fondasi" perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi tersebut dilatarbelakangi oleh iklim perekonomian Indonesia yang tidak kondusif, sehingga menyebabkan terdistorsinya suatu pasar.Â
Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menanggulangi krisis ekonomi tersebut dengan membentuk perjanjian dengan International Monetary Fund (IMF) pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut IMF setuju akan memberikan bantuan dana sebesar US$ 43 miliyar, dengan syarat bahwa pemerintah Indonesia wajib melakukan reformasi ekonomi. Baik dengan instrumen kebijakan-kebijakan ekonomi maupun dengan penerbitan regulasi-regulasi di bidang hukum ekonomi guna memperkokoh iklim perekonomian nasional.
Hukum sangat dibutuhkan untuk mengatur segala aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat, apakah itu kehidupan politik, sosial, dan yang tidak kalah krusial yaitu sebagai alat dalam pembangunan perekonomian. Dalam kegiatan ekonomi inilah justru peran hukum sangat dibutuhkan, terutama dalam menciptakan iklim perekonomian yang kondusif serta terciptanya efisiensi ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
Indonesia sebagai negara berkembang tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk meningkatkan laju pembangunan perekonomian nasionalnya. Salah satu upaya untuk memperoleh modal yang dibutuhkan adalah dengan cara membuka kesempatan yang luas kepada penanam modal untuk menanamkan modalnya.
Menarik penanam modal untuk menanamkan modalnya, tentunya harus disinergisasikan dengan kondisi iklim usaha yang kondusif. Hal tersebut adalah penting, karena agar penanam modal merasa nyaman dan yakin modal yang ditanamkannya akan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Terdapat tiga tolak ukur apakah suatu negara memiliki iklim usaha yang kondusif atau tidak.
Pertama, kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan hal yang paling utama dalam menciptakan klim usaha yang kondusif. Regulasi hukum yang terstruktur secara sistematis khususnya di bidang investasi dan persaingan usaha tentu akan memberikan kepastian hukum bagi penanam modal yang akan menanamkan modalnya.Â
Kepastian hukum merupakan condito sine qua non atau persyaratan mutlak dalam pembangunan ekonomi, karena tanpa adanya kepastian hukum pembangunan di bidang ekonomi sulit terjadi. Oleh karenanya pemikiran mengenai perbaikan iklim usaha di Indonesia melalui suatu regulasi hukum yang berkepastian dan berkeadilan merupakan hal yang sangat krusial, terutama regulasi hukum dalam bidang investasi dan persaingan usaha. Regulasi-regulasi hukum dan penegakkan hukum di kedua bidang tersebut selalu menjadi acuan utama dalam menentukan apakah suatu negara memiliki iklim usaha yang kondusif ataukah tidak.
Kedua, adanya kesempatan ekonomi yang luas. Ditinjau dari aspek ekonomi, adanya kesempatan ekonomi yang luas akan menarik perhatian penanam modal untuk menanamkan modalnya. Indonesia secara umum memiliki keunggulan komparatif dari segi kesempatan ekonom, yaitu Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah dan memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, sehingga memiliki potensi tenaga kerja yang banyak, murah, dan memiliki keahlian yang beragam serta dapat membentuk suatu pasar yang besar.
Keunggulan komparatif demikian tentunya harus dipelihara dan dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Melimpahnya sumber daya alam di Indonesia harus dibarengi dengan infrastruktur yang menunjang guna memudahkan akses sumber daya alam tersebut. Terkait besarnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya terkait potensi tenaga kerja yang banyak, harus dibarengi dengan komitmen pemerintah dalam memberikan edukasi kepada tenaga kerja agar memiliki keterampilan yang kompetitif.
Ketiga, stabilitas politik. Stabilitas politik yang kondusif adalah suatu keharusan untuk menarik perhatian penanam modal untuk menanamkan modalnya, keadaan politik yang tidak kondusif akan memberikan kesan yang tidak nyaman dan tidak meyakinkan bagi penanam modal. Bercermin pada krisis ekonomi nasional di pertengahan tahun 1997, keadaan politik yang tidak stabil akan berimbas pada inefisiensi ekonomi. Hal demikian tentunya menimbulkan kekhawatiran terhadap penanam modal untuk menanamkan modalnya di negara yang tidak memiliki stabilitas politik yang kondusif.