Diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2002 sebagai dasar hukum dan landasan didirikannya KPK pada tahun 2002. Didirikannya KPK ini didasari karena Presiden Megawati menilai lembaga kepolisian dan kejaksaan saat itu tidak mampu untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia. Mengingat lembaga kepolisian dan kejaksaan sulit dibubarkan dan urgensi yang didasari oleh praktik korupsi di Indonesia yang semakin marak, sehingga dibentuklah KPK.
Jauh sebelum itu, pada era pemerintahan Presiden Habibie sudah ada ide awal untuk membentuk KPK. Ketika itu, dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Presiden Habibie kemudian mengawalinya dengan membentuk berbagai komisi atau lembaga baru seperti lembaga KPKKN dan Ombudsman.
Pada era Presiden Gus Dur, beliau membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK), lembaga ini dibentuk dengan Keppres. Namun, ditengah perjalanan, melalui suatu judicial reviewMahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan.
Presiden Gus Dur dianggap oleh sebagian masyarakat tidak dapat menunjukkan kepemimpinan yang bisa mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mengingat sejak saat itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam pemberantasan praktik KKN.
Setelah Gus Dur lengser, di era Presiden Megawati, dengan diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai dasar dibentuknya lembaga KPK. Sejak didirikan pada tahun 2002, hingga saat ini lembaga tersebut selalu dicintai dan didukung penuh oleh seluruh masyarakat untuk menjadi ujung tombak dalam pemberantasan praktik KKN di Indonesia.
Di masa awal berdirinya KPK, bisa dikatakan modalnya adalah 'nol besar'. Para pemimpin KPK dilantik tanpa gedung kantor untuk bisa bekerja dan tanpa karyawan. Bahkan mereka (pemimpin KPK) membawa staf dari kantor lamanya masing-masing dan menggajinya sendiri.
KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan guna memberantas tindak pidana korupsi. KPK merupakan lembaga lembaga negara yang independen dan terbebas dari pengaruh pemerintah atau kekuasaan manapun dalam melakukan tugas dan wewenangnya. KPK dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada lima asas yakni, asas kepastian hukum, asas keterbukaan, asas akuntabilitas, asas kepentingan umum, dan asas proporsionalitas.
KPK memiliki lima tugas penting yakni, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. KPK dipimpin oleh pemimpin yang terdiri atas lima orang yakni, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.
Berdasarkan peneletian dari Indonesia Corruption Watch(ICW), ICW menilai sejak awal berdiri hingga saat ini KPK memiliki 11 prestasi besar. Salah satu contoh prestasi yang dinilai terbesar adalah tingkat penuntutan mencapai 100%, dimana seluruh perkara yang ditangani berhasil dibuktikan di pengadilan.
Namun, sebagai lembaga negara yang bertugas untuk memberantas korupsi, KPK menjadi momok yang menakutkan bagi para koruptor, oleh karenanya KPK dibenci oleh para koruptor, khususnya koruptor yang sudah tertangkap dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi oleh KPK. Sehingga, kadangkala para koruptor memberikan perlawanan terhadap KPK dengan melakukan teror fisik, RUU KPK, sampai teror dengan menggunakan ilmu hitam.
Para koruptor melakukan perlawanan terhadap KPK dengan dalih memberikan shock therapyterhadap KPK untuk menjatuhkan mental lembaga tersebut. Namun, justru sebaliknya, KPK sebagai unjuk tombak pemberantasan korupsi kian menguat mentalnya setelah sekian lama dan terus-menerus digempur oleh perlawanan koruptor.
Besar harapan, hendaknya agar KPK membentuk lembaga KPK di setiap daerah-daerah di seluruh penjuru Tanah Air, guna mempermudah untuk memberantas praktik korupsi di daerah-daerah. Gagasan yang dikemukakan oleh mantan ketua KPK, Busyro Muqoddas. Gagasan tersebut dinilai sebagai gagasan yang bagus. Gagasan tersebut juga didukung oleh Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar. Beliau menilai, pembentukan perwakilan KPK di daerah sangat mudah jika didukung dua syarat penting yakni, kemauan dan kemampuan. Yang menjadi masalah, katanya, selama ini sangat sulitnya mempertemukan keduanya dalam bentuk dukungan negara kepada KPK. "Sayang, dua-duanya tidak pernah bertemu karena tidak adanya political will”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H