INDONESIA  mengalami krisis moral. Kisah guru olahraga Kota Serang Eno Yuyun, yang baru-baru ini diketahui telah memperkosa muridnya, baru-baru ini menjadi bahan cerita mesum tentang perselisihan dan pemerkosaan yang diikuti dengan pembunuhan. Ironisnya, sebagian besar pemerkosa adalah pelajar dan guru. Fenomena ini seolah melanda dunia pendidikan kita dan mengisyaratkan kegagalan dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada siswa, bahkan guru. Menghormati hak, harkat dan martabat orang lain harus menjadi salah satu tema utama nilai-nilai pendidikan yang diajarkan di  sekolah. Namun, implementasinya kini hilang.Â
Sekolah yang seharusnya menjadi  miniatur untuk membangun peradaban, justru menjadi tempat berkembangbiaknya orang-orang yang tidak beradab. Di sisi lain, orientasi  sistem pendidikan Indonesia terhadap nilai-nilai akademik menjadi bom waktu di sini. selama satu dekade  dan akhirnya menguras semua simpati dan empati dari komunitas pendidikan kita.Â
Nyatanya, senator senior Iowa (AS) Chuck Grassley, Â yang merupakan anggota Partai Republik, berkata: "Yang membuat seorang anak berbakat dan bertalenta tidak selalu nilai bagus di sekolah, tetapi penampilan yang berbeda. Dengan dia."Â
Faktanya, sekolah-sekolah  negeri ini hanya menghasilkan hasil pendidikan yang kompetitif secara akademis tetapi kurang moral. Mereka gagal memaknai pendidikan sebagai sarana transformasi untuk memajukan masyarakat di sekitarnya. Alih-alih berkontribusi, mereka  menjadi penyakit  sistem sosial masyarakat.Â
Euforia semu berupa tradisi nekat menulis baju dan prosesi merayakan akhir sekolah beberapa waktu lalu setidaknya merupakan cerminan wajah pendidikan kita. Namun apa yang ingin dibagikan oleh siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta atau SMA Padmanaba  sebagai ucapan terima kasih atas kelulusan sekolahnya, menjelaskan nilai-nilai yang coba disampaikan oleh lembaga pendidikan di negeri ini. Semoga manfaat ini bisa menjadi contoh yang bisa diikuti oleh orang lain. Pembebasan Pendidikan Dalam konteks yang lebih holistik, pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses yang secara positif dapat mempengaruhi umat manusia secara keseluruhan. Abraham Maslow, seorang tokoh psikologi humanistik, memantapkan teorinya bahwa  pendidikan didasarkan pada pembelajaran pengalaman.Â
Dalam proses pembelajaran, mendekatkan diri dengan pengalaman  nyata  merupakan pendekatan realisasi dan penyadaran diri untuk menginternalisasi nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, yang pada akhirnya memiliki kemampuan untuk mentransformasikan dan mendorong pemberdayaan manusia secara berkelanjutan baik dalam konteks lokal maupun global. Hal ini sejalan dengan  mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan: "Pendidikan adalah hak asasi manusia dengan kekuatan transformatif yang sangat besar.Â
Itu adalah landasan kebebasan, demokrasi, dan pembangunan manusia yang berkelanjutan." Di antaranya isu moral yang mengena di dunia pendidikan dan dimuat dalam kisah pembebasan 14 WNI yang disekap kelompok Abu Sayyaf beberapa pekan lalu.Â
Drama pembebasan yang  diwarnai oleh isu-isu politik dan saling klaim siapa yang paling berada di belakang pembebasan meninggalkan sejarahnya sendiri. Tulisan penegosiator Ahmad Baedow yang juga salah satu pihak di balik penerbitan tersebut memberikan gambaran menarik tentang bagaimana negosiasi kronologis penerbitan. sandera dilakukan dengan pelatihan. berhasil mengambil alih salah satu kelompok bersenjata Indonesia yang paling ditakuti di Asia Tenggara.Â
Banyak pihak yang skeptis terhadap jalur pendidikan, meski fakta akhirnya menunjukkan bahwa jalur tersebut bisa menjadi senjata utama negosiasi untuk mengatasi persoalan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap  perundingan  dengan kelompok bersenjata dipaksa untuk memilih antara pendekatan militer saja atau acara jual beli tongkat ala pedagang. Banyak orang lupa bahwa pendidikan adalah bahasa universal yang dapat dipahami tanpa memandang negara, kebangsaan, ras, suku bahkan agama.Â
Nelson Mandela pernah berkata, "Jika Anda berbicara dengan seorang pria dalam bahasa yang dia mengerti, itu masuk ke kepalanya. Jika Anda berbicara dengannya dalam bahasanya, itu masuk ke dalam hatinya." Mungkin yayasan ini juga menjadi transfer yang ideal bagi Baedow dan timnya saat negosiasi, ketika misi kemanusiaan menjadi bahasa negosiasi.
Setelah proses negosiasi berakhir dan  para sandera dipulangkan, ada konsekuensi positif yang kemudian muncul, yaitu tawaran beasiswa. terhadap sekolah Aceh Sukma Bangsa  ditanggapi dengan cukup serius dan positif bagi anak-anaknya. Dalam hal ini, Yayasan Sukma Bangsa segera mengambil tindakan nyata dengan mengirimkan tim yang akan berangkat minggu ini untuk merekrut dan menyeleksi anak-anak dari Filipina bagian selatan ke Sekolah Aceh Sukma Bangsa.Â