Mohon tunggu...
Ahmad Yunizar
Ahmad Yunizar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sejarah peradaban Islam

Selanjutnya

Tutup

Diary

Takdir Allah selalu Indah

22 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 22 Desember 2024   21:25 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tidak pernah terpikir dalam hidupku bahwa aku akan mondok di sebuah pondok pesantren, bahkan tidak pernah terpikir pula bahwa aku akan menghafal Al-Qur'an, karena aku bukan berasal dari keluarga yang agamis, orang tua saya hanyalah orang awam yang tidak berpendidikan tinggi, namun itu semua telah terjadi, karena takdir Allah SWT. Tidak ada satupun manusia yang mengetahui bagaimana rencana sang pencipta untuk makhluk ciptaannya. Terkadang, Allah membuat skenario yang begitu rumit bagi manusia, dan tak sedikit pula di antara manusia mengeluh karena skenario Allah SWT. Namun percayalah, di balik skenario tersebut Allah telah menyiapkan sesuatu yang sangat luar biasa bagi hambanya.

Nama saya Wisnu Saputra, saya berasal dari sebuah desa terpencil di kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di keluarga saya terdiri dari empat orang: Ibu, Bapak, Kakak Perempuan dan saya. Semenjak duduk di bangku SMP saya sudah hidup mandiri, saya mengurusi rumah sendirian, mulai dari masak, nyuci, nyapu, dan lainnya, itu semua saya lakukan sendiri, Karena saya tinggal sendirian di rumah.

Pada awalanya Nenek saya memiliki penyakit gagal ginjal, sehingga beliau harus rutin cuci darah satu Minggu dua kali. Ibu saya satu-satunya anak Nenek saya, sehingga Ibu saya harus ngurus Nenek saya sendirian, Ibu dan Nenek saya bolak-balik ke rumah sakit untuk cuci darah, dan itu harus mengeluarkan uang yang tak sedikit, dan untuk menghemat biaya akhirnya Ibu saya memutuskan untuk ngontrak di dekat rumah sakit di Purwokerto. Semenjak itulah saya tinggal sendirian di rumah. Bapak saya kerja di luar Kota, Kakak saya kuliah di Yogyakarta, Ibu saya sedang bersama nenek saya, saya sendirian di rumah.

Dari kecil saya sudah mengalami cobaan yang berat, di mana teman-teman saya ketika pulang sekolah langsung makan siang karena sudah dimasakin Ibu-nya, sedangkan saya harus masak dulu, ketika teman-teman saya habis makan langsung pergi main, saya harus mengurusi rumah, mulai dari nyuci baju, nyuci piring, nyapu, ngepel, dan lainnya. Tentu saja itu adalah pekerjaan yang sangat berat bagi anak berusia 12 tahun. Namun, dari hal tersebut saya belajar banyak hal, saya bisa belajar masak, tahu cara ngurus rumah, jiwa saya semakin kuat, saya tahu makna kehidupan, saya bisa hidup mandiri, dan lainnya.

Beberapa bulan berlalu, saya dengar kabar bahwa Nenek saya meninggal dunia, tentu saja saya merasa sedih, seorang wanita tua yang begitu menyayangi cucunya harus pergi menghadap sang Khaliq. Namun di balik kesedihan tersebut, terbesit juga rasa bahagia karena saya akan tinggal lagi dengan Ibu saya. Entahlah, apa yang saya rasakan, antara bahagia dan sedih semuanya bercampur aduk.

Hari-hari saya lalui bersama Ibu saya, tentu saya merasa bahagia, namun kebahagiaan tersebut tak berselang lama, setelah saya mendengar kabar bahwa Ibu saya akan ke Yogyakarta untuk buka usaha warung makan di sana, demi membantu perekonomian keluarga, sayapun hanya bisa ikhlas begitu saja. Hingga akhirnya saya kembali ke rutinitas biasa, mengurus rumah sendirian.

Beberapa bulan berlalu, sayapun lulus dari bangku SMP. Kemudian saya berkeinginan untuk melanjutkan sekolah ke Yogyakarta. Saya ingin sekolah di sana karena saya ingin bersama dengan Ibu saya, dan orang tua saya mengijinkan saya untuk bersekolah di sana dengan syarat saya harus mondok, dan sayapun hanya bisa bilang "iya", karena saya akan melakukan apapun untuk bisa dekat dengan Ibu saya dan saya tidak tinggal sendirian lagi di rumah. Akhirnya sayapun mondok di sebuah pondok pesantren yang terletak di sudut kota Yogyakarta, yang bernama pondok pesantren Nurul Ummah.

Sayapun mulai menjalani kehidupan saya sebagai seorang santri, hari-hari saya lalui, tentu itu tidak mudah, karena perbedaan budaya di pondok dan di rumah, namun seiring berjalannya waktu sayapun bisa beradaptasi dengan kehidupan di pondok pesantren.

Beberapa bulan saya duduk di bangku madrasah Aliyah sudah terbesit pula dalam pikiran saya, "saya mau kuliah ke mana?". Melihat banyaknya alumni yang kuliah di Universitas Al-Azhar Mesir, muncul juga keinginan dalam diri saya untuk kuliah ke sana. Kemudian saya mulai mencari informasi tentang syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk bisa kuliah ke sana?, Dan ternyata syarat utama yang harus dipenuhi adalah hafal Alquran juz 1 dan juz 2. sayapun termenung, apa bisa saya menghafal Al-Qur'an?, tanpa pikir panjang demi keinginan saya untuk kuliah ke Mesir, sayapun langsung mulai menghafal Al-Qur'an.

Tidak semudah membalikkan telapak tangan, menghafal Al-Qur'an ternyata bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, ayat demi ayat saya baca berkali-kali tapi tetap tidak mudah untuk dihafal, hari ini hafal 5 ayat besoknya sudah hilang, tentu ini membuat saya prustasi, namun demi keinginan besar saya, saya tidak patah semangat, saya terus berjuang hingga Allah menunjukkan jalan kepada saya bagaimana caranya menghafal Al-Qur'an, dan intinya agar mudah menghafal dan hafalannya tidak hilang "harus sering muraja'ah!".

Tantangannya tidak sampai di situ saja, sering muraja'ah berarti membutuhkan waktu yang banyak untuk muraja'ah, dan sayangnya sebagian besar waktu saya dipakai untuk belajar di sekolah, saya sekolah mulai dari jam 6.30 sampai jam 16.00, kemudian saya pulang ke pondok, lalu mandi kemudian shalat Ashar, habis itu saya mulai memegang Al-Qur'an sampai jam 17.30, itu berarti saya hanya punya waktu satu jam untuk menghafal dan muraja'ah, karena setelah magrib sampai jam 22 itu digunakan untuk ngaji di pondok, dan setelah kegiatan pondok selesai waktunya saya gunakan untuk belajar. Waktu satu jam bukanlah waktu yang banyak untuk menghafal Al-Qur'an, karena kalau ingin hafal Alquran, maka sebagaian besar waktu harus selalu dengan Al-Qur'an, dan itulah tantangan terbesar saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun