Gimana kabar chatingan-mu dengannya? Diterima, dibaca, atau gak dibales? Sabar, mungkin dia sedang sibuk atau tidak sempat membalas, atau mungkin dia baper dengan tumpukan chat yang berserakan di linimasa whatsapp, hehe..
Mengikuti perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi, kebutuhan homo saphiens dari waktu ke waktu kian santer. Medsos atau media sosial yang kini menjadi ruang interaksi sosial dunia maya dengan berbagai varian rasa. *eh varian macam maksud ane, dimulai dari facebook, instagram, twitter, line, tantan (aplikasi buat yang masih jomblo), hingga whatsapp yang menjadi primadona di berbagai kalangan, terutama mahasiswa.
Selain dapat mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat, sisi baiknya para homo homini lupus ini lebih melek teknologi dan progresif dalam segi informasi. Sisi tidak baiknya dapat menimbulkan rasa candu, walau barang super canggih ini tidak mengandung nikotin sepeser pun. Namun dampaknya cukup kentara dari benda komunikasi nan canggih ini berupa ketidakseimbangan ekosistem interaksi sosial.
Whatsapp merupakan aplikasi komunikasi dengan pengguna terbanyak di dunia, terutama fitur yang terbarukan lewat pengembangan perangkat tiap tahunnya. Selain digunakan untuk mengirim dan menerima pesan atau telepon/vc, gambar, video, suara, kontak, dan softfile, whatsapp juga memiliki fitur lainnya yaitu WhatsApp Group yang disingkat WAG.
Bagi para organisator ataupun kerja kelompok, WAG sangat membantu dalam berkoordinasi jarak jauh. Selain itu, forum diskusi online atau kuliah whatsapp pun tak luput dari absen smartphone mahasiswa.
Namun di balik hingar bingar kedunia-mayaan, implementasi dunia maya dan dunia nyata kerapkali terbalik 180. Misalnya si A lewat chat whatsappnya mengatakan akan mengerjakan anu, tapi kenyataannya si A tidak melakukannya atau sulit ditebak. Kondisi lainnya seperti pesan di terima atau dibaca saja.Â
Padahal bila fungsi medsos dioptimalkan dapat melancarkan kinerja organisasi hingga grup kerja kelompok. Hal ini yang akhirnya melahirkan mahzab silent reader atau pembaca pesan tanpa timbal balik dan menyebabkan kebaperan di kalangan mahasiswa.
Bagi seorang aktivis mahasiswa atau organisator, hal ini menimbulkan kesenjangan tersendiri yang menyebabkan terhambatnya komunikasi dan koordinasi dalam keberlangsungan gerak organisasi.
"Koq chatanku cuma di read doang ya, gak di bales? Ini pada kemana ya?", begitulah untaian kata yang terucap dari salah seorang mahasiswa ketika mendapati chattannya dikacangin oleh para netizen. Gemas memang, Eitss.. jangan jadi negative thinking dulu, jangan cepat menarik kesimpulan, siapa tahu mereka sedang sibuk sehingga belum sempat membuka wa. Atau kalaupun sudah dibaca, ya, mungkin mereka sedang sibuk dan akan membalasnya nanti, setelah selesai dengan urusannya. Kalau masih begitu aja, baru diingetin, jangan langsung dilabrak, yang ada nanti malah baper dianya, heuheuheu..
Menurut kacamata om #Ngopi-isme, banyak faktor yang menyebabkan para penghuni grup whatsapp memilih menjadi silent reader diantaranya karena sedang off (istirahat, tidak punya kuota), jarang buka grup sehingga timeline menumpuk, males buka atau bosan dengan suasana grup, suasana grup yang dingin (jarang adanya komunikasi, hanya tumpukan spam), hingga adanya aturan grup yang kaku dan ketat sehingga beberapa penghuni grup menjadi abstain dan stagnan.