Di sudut sebuah kafe kecil di dekat kampus, adi duduk dengan pandangan yang kosong menatap laptopnya. Siang itu hujan turun rintik-rintik, membawa aroma tanah basah yang membuat suasana semakin syahdu. Adi, seorang mahasiswa semester satu prodi pai sedang berjuang dengan tugas yang seakan tak ada habisnya.
Di sebelahnya, andi ,sahabat satunya baru saja datang dengan secangkir cokelat panas. “Kamu butuh istirahat, Di. Sudah berjam-jam menatap layar itu,” katanya sambil duduk dan mengeluarkan buku catatannya.
Adi menghela napas panjang. “Tugas ini seperti monster, andi. Setiap kali aku pikir sudah selesai, dosen menambah tugas baru.”
Andi tersenyum kecil. “Itulah seni jadi anak kuliah, kan? Dikerjakan bersama-sama biar tidak terasa berat.”
Sore itu, di bawah lampu kuning temaram kafe, Adi dan andi mulai mengerjakan tugas sambil berbagi cerita. Mereka bergantian menulis dan tertawa saat kesalahan konyol muncul. Setiap tegukan kopi dan cokelat panas memberi mereka energi baru, seolah rasa lelah mereka terangkat perlahan.
“Jangan lupa, hidup di kampus bukan cuma tentang tugas dan ujian, tapi juga tentang cerita dan kenangan,” kata andi sambil tersenyum. Adi mengangguk pelan. Ia menyadari, di antara lelahnya perjuangan kuliah, ada hal-hal kecil seperti sore ini yang membuat semuanya berharga.
Siang itu mulai menyapa ketika mereka akhirnya menyelesaikan tugasnya. Kafe mulai sepi, dan hujan pun reda. Di luar, sinar matahari mulai tergelam , membasahi jalan yang masih basah. Adi menatap andi dan tersenyum, penuh rasa syukur.
“Tugas selesai, dan cerita kita bertambah satu lagi,” katanya.
Dan dengan langkah pasti, mereka meninggalkan kafe, siap menghadapi tantangan lain, dengan satu kepastian: mereka tidak sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H