Publik dihebohkan dengan kebijakan Presiden Jokowi yang mencalonkan sejumlah relawannya saat kampanye Pilpres 2014 menjadi Duta Besar Republik Indonesia. Hal ini jelas menimbulkan berbagai pertanyaan dan tanggapan miring dari berbagai kalangan masyarakat.
Seperti diketahui, jabatan Duta Besar merupakan puncak karir seorang diplomat dan harus ditempuh dengan perjuangan berpuluh tahun mengabdi kepada negara. Seorang diplomat ditunjuk negara untuk melakukan diplomasi dengan negara lain atau organisasi internasional. Bukan hanya asal-asalan orang saja. Tidak semua orang mampu menjadi seorang diplomat, apalagi untuk menjadi seorang Duta Besar.
Menlu Retno Lestari Marsudi mendapatkan "kado istimewa" dari Jokowi berupa daftar nama 33 calon Duta Besar RI, 19 Agustus lalu. Dari daftar itu, 33%-nya adalah anggota tim relawan Jokowi saat pilpres tahun 2014 lalu.
Kok bisa ?? Mungkin pertanyaan itulah yang kini sedang nakal dalam pikiran kita.
Memang tidak ada aturan tertulis mengenai pengangkatan relawan politik untuk menjadi calon duta besar. Akan tetapi dalam penunjukannya harus melihat aspek-aspek tertentu. Presiden harus mampu melihat profesionalisme, kapabilitas dan pengalaman. Dubes bukan hanya asal menunjuk dan mengangkat saja.
Berikut nama-nama calon Dubes yang diusulkan Jokowi ke DPR :
- Hasan Bagis, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab
- Safira Machrusah, Alffer, Aljazira
- Bambang Antarikso, Baghdad, Irak
- Husnan Bey Fananie, Baku, Azerbaijan
- Ahmad Rusdi, Bangkok, Thailand
- Yuri Octavian Thamrin, Brussel, Belgia dan merangkap Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa
- Helmy Fauzi, Kairo, Mesir
- Mayjen TNI (Purn) Mochammad Luthfie Wittoeng, Caracas, Venezuela
- Mansyur Pangeran, Dakar, Senegal
- I Gusti Agung Wesaka Puja, Den Haag, Belanda merangkap OPCW
- Marsekal Madya TNI (Purn) Muhammad Basri Sidehabi, Doha, Qatar
- Ibnu Hadi, Hanoi, Vietnam
- Alfred Tanduk Palembangan, Havana, Kuba
- Wiwiek Setyawati Firman, Helsinski, Finlandia
- Iwan Suyudhie Amri, Islamabad, Pakistan
- Muhammad Ibnu Said, Kopenhagen, Denmark
- Rizal Sukma, London untuk Inggris dan Irlandia
- Tito Dos Santos Baptista, Maputo, Mozambique
- Mohammad Wahid Supriyadi, Moscow, Rusia
- Musthofa Taufik Abdul Latif, Muscat, Oman
- R Soehardjono Sastromihardjo, Nairobi, Kenya
- Marsekal Madya TNI (Purn) Budhy Santoso, Panama City, Panama
- Dian Triansyah Djani, New York untuk utusan tetap PBB
- Diennaryati Tjokrisuprihatono, Quito, Ekuador
- Agus Maftuh Abegebriel, Riyadh, Arab Saudi
- Amelia Achmad Yani, Sarajevo, Bosnia-Herzegovina
- I Gede Ngurah Swajaya, Singapura
- Sri Astarai Rasjid, Sofia, Bulgaria
- R Bagas Hapsoro, Stockholm, Swedia
- Octaviano Alimudin, Tehran, Iran
- Antonius Agus Sriyono, Vatican
- Eddy Basuki, Windhoek, Namibia
- Alexander Litaay, Zagreb, Kroasi
Keputusan Presiden mengangkat relawan timsesnya ini sangatlah ajaib. Bagaimana mungkin seorang relawan timses mampu menjadi dubes tanpa mempunyai kemampuan dan background yang meyakinkan ?? Mau jadi apa dubes ini ?? Mau dibawa kemana nantinya negara yang kita cintai ini dan bagaimana nasib negara ini di mata internasional bila dubesnya ditunjuk secara asal-asalan ?? Jelas ini sangatlah ajaib dan diluar nalar kita. Keajaiban ini bisa saja sebagai simbol tanda “Balas Budi” Jokowi kepada relawan yang telah mensukseskan dirinya untuk menjadi Presiden.
Sebagai contoh balas budi Jokowi adalah pengangkatan Sri Astarai Rasjid yang ditunjuk sebagai dubes di Bulgaria. Dia merupakan seorang pelukis yang sama sekali tidak memiliki pengalaman sebagai pejabat pemerintahan. Parahnya, dia tercatat pernah melakukan tindakan kriminal penipuan berupa penjualan rumahnya di jalan Teuku Umar 63 Jakarta Pusat. Apakah layak orang yang tidak memiliki background politik dan mempunyai catatan kriminal menjadi dubes RI ??