Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Suatu Sore di Pengadilan Angkringan

12 April 2014   03:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:46 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu Sore di Pengadilan Angkringan

Oleh

Ahmad Wazier

Sore itu Andi duduk termenung di sebuah angkringan di pinggir desa dekat rumahnya. Ia sesekali menyeruput es teh yang dibelinya di angkringan itu.

Entah apa yang dipikirkannya ia tidak berbicara sedikit pun pada pedagang angkringan itu. Ia nampak memelototi HP yang dipegangnya.

Sambil terlihat gelisah, ia menuliskan sesuatu di HPnya. Membukanya dan memasukannya kembali HP itu di kantong saku jaketnya yang sudah nampak lusuh.

Untuk membuka pembicaraan, Andi memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan.

“Sudah lama pak jualan disini?” tanya Andi kepada pedagang angkringan itu. Mungkin sekedar bosa-basi karena pada kenyataannya ia sudah menyadari bahwa angkringan itu memang baru buka beberapa minggu saja.

Hampir setiap hari ia melewati jalan itu. Rumah tinggalnya memang tidak jauh dari tempat dimana angkringan itu berada. Apalagi jalan itu memang sangat setrategis sekaligus nyaman untuk dilalui baik dengan roda empat maupun roda dua. Selain sepi, jalan itu sangat mulus, dihiasi pemandangan persawahan yang sangat memanjakan mata semua orang yang melalui jalan itu.

Andi adalah pendatang baru di daerah itu. Ia membeli rumah sederhana yang berjarak kurang lebih tiga ratusan meter dari tempat itu. Hanya saja karena berada di perbatasan, rumah yang dibelinya itu beda kecamatan dengan lokasi angkringan itu.

Entah disengaja atau tidak, tiba-tiba pak pedagang angkringan itu bertanya.

“Asli dari mana mas?” pedagang itu duduk di bangku bambu sambil membuat minuman.

“Saya dari kampung Damangan pak”

Setelah mendengar jawaban Andi. Pedagang itu nampak terkejut.

“Damangannya dimana?”

“Saya juga sering ke Damangan juga” jawab bapak itu nampak dalam kebingungan.

Lalu ku jawab “Saya baru pak”

“Saya yang membeli rumah di dekat kandang sapi pinggir desa Damangan” lanjutku agar pedagang itu mengerti kalau aku memang pendatang baru.

“Ooooo....”

Sebelum pedagang itu melanjutkan pertanyaanya lagi, HP disaku jaket Andi meraung-raung tanda ada seseorang yang sedang menghubungi. Sambil memberi tanda minta ijin mengangkat telpon, Andi berdiri dan melangkah ke arah jalan aspal yang ada di belakang angkringan itu.

Terdengar suara yang sangat jelas, Andi memberikan informasi bahwa dirinya sudah berada di lokasi dimana meraka berjanji untuk bertemu.

****

Tidak lama kemudian datanglah dua motor yang melaju dengan kecepatan sedang ke arah Andi berada. Kedua motor itu langsung parkir di pojokan pertigaan jalan itu. Lalu terlihat tiga orang menghampiri Andi . ketiganya langsung bersalaman denganya. Andi pun mengulurkan tangan memperkenalkan diri kepada dua orang yang berboncengan.

Satu orang yang menggunakan motor Honda Supra sudah bukan orang asing lagi baginya karena ia adalah bawahan temannya yang satu kantor. Teman satu kantornya menjadi seorang notaris di Kotagude. Sedangkan dua orang yang berboncengan dengan motor Mio baru sekali ini bertemu. Itu sebabnya ia perlu memperkenalkan diri kepada keduanya.

Meskipun Andi sudah berusaha tersenyum ramah nampaknya dua orang itu tidak merespon dengan tanggapan yang lebih baik. Mukanya nampak kusut dan terlihat wajahnya yang tidak bersemangat. Nampak sekali wajah kelelahan dan wajah penuh dengan pikiran tergurat di muka kedua orang itu.

Umurnya kurang lebih lima puluh tahunan lebih. Keduanya nampak sebaya dan memiliki kemiripan diantara keduanya. Menggambarkan bahwa kedua orang ini adalah teman sangat akrab yang sering bersama-sama.

****

Saat petugas notaris itu memperkenalkan Andi pada kedua orang itu, tiba-tiba datanglah sebuah sepeda ontel yang dinaiki oleh seorang paruh baya. Pak Sakir namanya. Orang ini sudah sangat akrab dengan Andi. Andi sudah berkali-kali bertandang ke rumahnya.

Pak sakir adalah adik dari pemilik tanah yang akan dibeli oleh andi. Itu sebabnya sebelum ada kesepakatan mengenai harga tanah itu andi sering datang ke rumahnya untuk berembuk mengenai tanah yang akan dijual oleh saudaranya.

Karena pemilik tanah ini tinggalManado sehingga semua proses jual beli warisan tanah sementara dilimpahkan kepada adik pak Sakir.

Kedatangan pak Sakir pun memecah konsentrasi pembicaraan antara andi dan kedua orang itu. Sampai andi pun belum mengetahui siapa-siapa mereka itu.

Tanpa dikomando pak Syakir kemudian mengajak kami berempat untuk melihat tanah sawah yang ada di pinggir jalan itu. Dengan sigap ia menjelaskan pembatas atau patok pembatas tanah yang akan dijualnya. Ia memperirakan tanah itu berukuran 350 m2. Namun karena masih tanah sawah maka ukuran pastinya setelah dibuatkan sertifikat tanah hak milik.

Setelah mengetahui posisi pembatas tanah yang dimaksudkan kedua orang paruh baya yang belum Andi kenal itu kemudian mengeluarkan meteran dari tas yang dibawa salah satu dari mereka. Mereka lalu melakukan pengukuran. Pengukuran itu disaksikan oleh Andi, pak Syakir dan petugas dari notaris. Tercatat dengan jelas bahwa tanah yang di jual itu berukuran 335m2. Itu artinya bahwa perkiraan dari penjualnya hanya berkisar 5 meteran.

*******

Setelah melakukan pengukuran mereka pun berkumpul di angkringan. Mereka ngobrol kesana kemari. Banyak hal yang menjadi topik pembicaraan tentang pertanahan di wilayah Bantul.

Sebagai orang awam, Andi hanya menjadi pendengar setia. Meskipun demikian sesekali ia merespon dengan mengajukan pertanyaan yang seringnya di jawab oleh kedua orang paruh baya itu.

Kedua orang ini tentu tahu banyak hal tentang pertanahan karena mereka sudah lama berkecimpung di dunia ukur- mengukur tanah. Mereka memang ditugasioleh BPN untuk melakukan pengukuran tanah yang ada di wilayah Bantul.

Selama pembicaraan, Andi memperhatikan semua keterangan yang disampaikan oleh petugas BPN itu. Nampak petugas itu menyimpan maksud ingin menakut-nakuti Andi. Sekali beberapa hal yang nampaknya bertentangan dengan pemahaman Andi.

Meskipun Andi adalah pemain baru dalam hal jual beli tanah, tetapi ia sendiri sudah berpengalaman mengenai surat-menyurat. Ia sudah berulang kali mengurus surat menyurat tanah, termasuk ketika membeli tanah dan rumah yang saat ini ia tempati. Selain itu, Andi adalah seorang dosen yang tentunya sudah membaca banyak hal mengenai pertanahan di negeri ini. Itu sebabnya ia merasakanadanya banyak kebohongan yang diceritakan oleh kedua petugas BPN itu.

sampai menjelang akhir pertemuan itu kedua petugas BPN itu tidak mengetahui siapa sesungguhnya Andi. Mereka hanya tahu bahwa Andi adalah seorang anak muda yang lumayan mapan karena pemuda sebelia itu sudah bisa membeli sebidang sawah milik keluarga pak Syakir.

Saat akan mengakhiri pembicaraan di angkringan itu. Salah satu dari petugas BPN itu bernada menakut-nakuti menerangkan kepada Andi.

“Semua tanah yang ada di sekitar pekarangan ini ada di bawah kekuasaan saya”

“Jadi siapapun yang akan membeli akan lebih mudah jika lewat saya. Tidak perlu pakai perantara yang lain!”

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam waktu yang tidak lama ia akan mengindentifikasi segala sesuatunya dan akan ditertibkan bagi yang tidak mengikuti ketentuan pemerintah.

Dengan nada yang dibuat-buat juga, salah satu petugas itu memberikan sinyal meminta sarat tertentu yang disampaikan kepada petugas notaris itu....

Sampai pertemuan itu berakhir Andi tidak mengerti dengan maksud petugas BPN itu...

*******

Sepulangnya dari pertemuan di angkriangan itu Andi dalam kebingunan akan syarat apa yang harus dipenuhi untuk memudahkan proses pembelian tanah sawah itu. Padahal kenyataanya ia sudah membayar uang tanda jadi kepada pak Syakir. Celakanya lagi ia sudah memberi uang jasa kepada orang yang memberi tahu informasi tanah itu.

Ia pun masih menungguh-nunggu kabar dari petugas notaris akan apa yang harus ia penuhi........

*******

Pesan Singkat yang Mengejutkan

Seperti biasa setiap sore Andi bermain dengan si kecil di depan rumahnya.

Sebagai keluarga yang masih relatif baru, anaknya juga masih berumur kurang lebih 1 tahun. Andi merasa sangat bangga dengan anak laki-laki di hadapannya.

Anak laki-laki itu sedang bermain sesuatu di halaman rumah yang sempit itu.

Nampak sekali guratan rasa kasih sayang yang mendalam di wajah Andi.

Ia tersenyum-senyum sendiri setiap kali melihat tingkah anak kecil itu.

Saat mereka asik bermain, tiba-tiba dari dalam rumah, suara istrinya memanggil Andi.

Nampaknya ada orang yang telpon atau kirim SMS.

Andi pun bergegas meninggalkan anaknya dan mengabil sebuah HP dari dalam rumah.

Setelah membaca SMS di HP itu tiba-tiba wajah andi jadi berkerut dan kebahagiaan itu sirna berganti dengan kemuraman.

Ia menuliskan sesuatu di ponselnya.

Sambil menggendong anaknya untuk masuk ke dalam rumah.

Setelah menyerahkan anak itu ibunya ia kemudian ke luar rumah dan menelepon seseorang.

“Halo..., “

Terdengar dengan jelas suara seseorang yang agak tertahan.

“Ada apa mas?” kemudian tanpa menunggu balasan Andi berkata

“Mas, semua pembayaran nanti saya lunasi setelah sertifiakt jadi”.

Andi nampak kesal dengan penelpon itu. Ia nampak gusar dan tidak enak hati. Hal itu tergurat dari wajahnya yang awalnya cerah, tiba-tiba menjadi muram. Iya pun bergumam.

“Kok sekarang sudah minta uang tambahan satu juta?”

Nampaknya Andi merasa dipermainkan oleh petugas notaris itu. Belum apa-apa petugas notaris itu sudah minta uang tambahan di luar uang 2 juta yang ia bayarkan seminggu sebelumnya.

Tiba-tiba SMS masih di HP Andi.

“Itu beda pak, ini dana untuk pengukuran jadi harus dibayarkan sendiri kepetugas yang bersangkutan. Jadi tidak sama dengan yang dibayarkan notari”

Andi pun membalas SMS itu.

“Lho kok bisa, kan saya menunjuk notaris untu k menguruskan semua proses jual beli, pengukuran harusnya termasuk di dalammnya!

Setelah Andi membalas SMS itu, petugas notaris itu akhirnya terdiam. Tidak ada lagi balasan SMS.

BERSAMBUNG.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun