Perbudakan Gaya Baru
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Kepala Pusat Pengembangan Bahasa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)
Begitu banyaknya persoalan yang tidak pernah selesai menganai TKI kita di negari asing, merupakan bukti ketidakmampuan kita di dalam menyelesaikan persoalan di negeri kita sendiri. Para TKI yang tidak dibekali dengan kemampuan yang memadai, mereka akan tetap menjadi budak di Negara lain. Para TKI yang diberangkatkan untuk bekerja di luar negeri adalah mereka-mereka yang minim pengalaman dan keterampilan. Dilihat dari tingkat pendidikan mereka, lebih didominasi oleh mereka yang hanya berpendidikan sekolah dasar. Hal ini mengindikasikan bahwa para TKI itu minim kemampuan dan ketrampilan.
Bahasa adalah modal utama di dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Bagaimana mungkin para TKI itu bisa bekerja secara bagus atau memuaskan kalau bahasanya saja mereka tidak mengerti. Hal inilah yang sering menimbulkan kesalahpahaman antara majikan dengan para tenaga kerja kita, belum lagi masalah pemahaman budaya yang sangat berbeda. Oleh karena itu wajar jika di Arab Saudi sering kita dengan, TKI kita dihukum berat padahal mereka hanya melakukan kesalahan atau keteledoran yang sangat sepele. Lihatlah pada kasus seorang sopir yang diancam hukuman mati hanya karena lupa membuang potongan kuku yang ditaruhnya di bawah jog mobil. Itu terjadi karena mereka tidak memahami bahwa dalam budaya Arab Saudi potongan kuku atau bagian tertentu dari tubuh sering dianggapberkaitan dengan sihir.
Ketidakpahaman atau minimnya ketrampilan itulah yang menjadikan TKItak ubahnya seperti robot, jika tidak bisa dikatakan seperti binatang. Ketika para TKI itu tidak mengerti bahasa sang majikan, sang majikan mungkin akan menggunakan bahasa lain seperti pukulandan hardikan kepada para TKI itu. Perlakuan seperti inilah yang memposisikan mereka tak ubahnya seperti binatang yang harus bekerja tanpa mengenal perikemanusiaan.
Jika kita membaca media massa, dari tahun ketahun, bulan ke bulan bahkan dari hari kehari kita sering mendengar kasus kekerasan yang terjadi pada TKI kita, khususnya TKW. Hal ini tentu harus menjadi perhatian yang serius bagi bangsa kita, bagaimana mungkin setiap hari kita mendengar kasus-kasus kemanusiaan yang berkaitan dengan warga Negara kita, namun selalu saja penyelesaianya tidak jelas. Lihatlah kasus Yanti Irianti, TKI yang dieksekusi di Arab Saudi pada tahun 2007 belum lagi mereka-mereka yang sampai saat ini tidak jelas rimbanya.
Menurut berita di Makassar.tribunnews.com, masih ada 303 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati sejak tahun 1999 hingga 2011. Dari 303 orang, tiga orang telah dieksekusi, dua orang dicabut nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir. Malaysia menjadi negara yang memiliki daftar kasus WNI terancam hukuman mati terbanyak dengan jumlah 233 TKI. China berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI, dan Arab Saudi berada di peringkat ketiga dengan 28 orang TKI.
Dari 303 TKI itu, 216 orang masih dalam proses pengadilan. Malaysia menjadi negara yang paling banyak memproses pengadilan TKI yang terancam hukuman mati, yaitu sebanyak 177 orang. China di urutan kedua, sebanyak 20 orang dan setelah itu disusul Arab Saudi sebanyak 17 orang TKI.
Kasus itu ditabah lagi dengan dilaporkan Komite Independen Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (Korp-TKI) yang menyebutkan bahwa masih ada kurang lebih 71 TkI kita yang sudah habis masa kontraknya, tetapi sampai saat ini belum kembali ke Indonesia. Bahkan ada beberapa TKI yang sudah tidak diketahui keberadaannya. Hal ini tentu akan menjadi perhatian kita bersama kesereusan bangsa ini untuk melindungi warga negeranya yang ada di luar negeri.
Pengiriman TKI ke luar negeri yang tampa dibekali dengan keahlian, atau ketrampilan dapat dikatan sebagai perbudakan gaya baru. Meskipun pemerintah sering membanggakan mereka sebagai pahlawan karena menyumbang devisa terbanyak bagi negeri ini, tetap tetap saja mereka adalah budak di Negara asing. Sebagai pemegang kekuasaan, pemerintah memiliki tanggungjawb besar terhadap rakyatnya yang berjuang untuk mempertahankan hidup. Pengiriman mereka ke negera asing buakanlah satu-satunya solusi, karena lahirnya berbagai macam masalah baru yang merendahkan harkat dan martabat bangsa kita sendiri. Itulah sebabnya perlu diambil langkah strategis agar kita tidak deremehkan oleh bangsa lain.
Yogyakarta, 20 Mei 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H