Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketidakberdayaan; Bukti Kekuasaan Tuhan atas Manusia

2 Agustus 2012   07:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:19 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketidakberdayaan Manusia

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.,

(Sekjen KAMADA)

Kita sering tidak tahu dengan apa yang terjadi pada diri kita. Buktinya kita sering bingung dengan diri sendiri. Bingung dengan apa yang harus pikirkan, bahkan kita bingung kenapa kita memikirkan hal ini, atau hal itu. Padahal, sesuatu yang kita pikirkan itu tidak akan pernah terjadi atau minimal belum tentu terjadi pada diri kita. Kita sering takut dengan masa depan. Kita sering sedih membayangkan sebuah kesulitan yang bakal terjadi. Padahal belum tentu semua itu terjadi pada diri kita.

Ketidakberdayaan kita sebenarnnya ada disini. Ada dalam hati kita yang tidak pernah kita ketahui rahasianya. Kita hanya bisa merasakan bahwa ternyata apa yang terjadi di dalam hidup itu sudah diatur-Nya. Itu mengapa kita menjalani kehidupan ini seperti air yang mengalir mengikuti arus. Arus kehidupan yang kadang mengalir deras, tetapi kadang harus menggenang. Berhenti sejenak untuk menyusun kekuatan. Seperti saat kita lahir berada di sini, dalam kondisi seperti ini, dan waktu saat ini. Kita tidak boleh menawar untuk kembali lagi dan memilih tempat, waktu dan kondisi. Segala yang ada ini harus kita syukuri dan nikmati sambil berjuang memanfaatkan segala potensi agar lebih baik.

Dalam mengikuti arus, bukan seutuhnya kita tidak bisa melakukan sesuatu yang lebih baik. Kita bukan tidak bisa membuat terobosan dalam kehidupan. Itu sebabnya kita boleh berangan-angan dan bercita-cita. Impian dan cita-cita itu akan menjadi sangat mulia ketika kita perjuangkan dengan ketulusan diikuti dengan doa/harapan kepada Tuhan. Oleh karena itu hasil akhirnya tetap kodrat Tuhan yang menentukan.

Cobalah rasakan dengan apa yang selama ini sudah kita alami. Apakah semua kehendak kita terpenuhi? Tentu saja tidak! Hanya beberapa atau hanya sebagian kecil saja yang terpenuhi. Itu artinya peran Tuhan di dalam kehidupan kita sangat lah besar. Sehingga apa yang difirmankan bahwa apa, dimana, dengan siapa, dan kapan semua sudah ditulis dalam loughul mafudh. Allah sudah menggariskan jalan hidup kita. Manusia hanya menjalani apa yang sudah digariskan oleh Tuhan. Contoh terkecil dan yang paling sering kita rasakan adalah ketika Allah mendatangkan balak (musibah) dalam hidup kita. Sudah pasti tidak seorang pun mau menerimanya. Tetapi jika Allah menghendaki. Semua terjadi dan terjadilah ia. Disitu kita baru sadar ketidakberdayaan kita. Kita baru ber-istighfar saat musibah datang.

Begitulah kehidupan manusia. Menusia yang penuh kelemahan dan kekurangan ini harus benar-benar menyadari eksistensinya di dunia. Rasya syukur dalam hati yang diikuti dengan ketaatan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Manusia tidak boleh sombong. Manusia tidak boleh memaksakan diri dengan apa yang dikehendaki. Karena dalam prinsipnya; Allah tidak memberi semua yang kita inginkan, tetapi Ia memberi semua yang kita butuhkan.

Kondisi yang tidak menentu tentu akan pernah kita alami. Kebingungan, keresahan, atau bahkan ketidakberdayaan. Semua situasi itu mengindikasikan kelemahan kita sebagai manusia. Sama halnya dengan keimanan kita, ada pasang-surutnya. Di suatu saat kita mengalami semangat ibadah yang sangat tinggi, tetapi di saat yang lain semua melemah. Keimanan itu seperti air laut, kadang pasang dan terkadang surut. Itu sebabnya kita tidak boleh putus asa saat persoalan melanda kita. Saat kegelisahan menggerayangi pikiran kita. Kita harus tetap optimis bahwa suatu saat akan ada jalan keluarnya.

Kita harus percaya bahwa setiap ujian itu mendatangkan kemuliaan. Sebagaimana proses pengolahan; sesuatu yang diolah secara sempurna (sulit dan berat) akan menghasilkan sesuatu yang lebih berharga dan mulia. Lahirnya emas dan mutiara bukan tanpa perjuangan, tetapi semuanya membutuhkan perjuangan yang lebih besat dibandingkan dengan barang lainya. Demikian juga dengan berat ringannya masalah yang kita hadapi. Semakin berat persoalan yang kita hadapi tentu akan semakin memuliakan kita nanti. Dengan syarat kita lulus dari ujian itu. Ingat... pohon yang tinggi adalah pohon yang pertama kali menikmati kesejukan sinar matahari. Ia tidak pernah terinjak-injak. Tetapi pohon yang menjulang tinggi adalah pohon yang setiap saat menghadapi ancaman badai yang dasyat. Jika pohon itu berdiri kokoh; tidak mengeluh, tidak mengumpat keadaan, maka dialah satu-satunya pohon yang bijaksana. Pohon yang mengayomi tumbuhan dibawahnya dari terik matahari. Pohon yang menjadi tempat bersarangnya berbagai binatang. Pohon yang memberikan segala manfaat bagi kehidupan.

Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan atas segala cobaan yang kita hadapi saat ini. Dengan demikian apa yang kita rasakan saat ini adalah anugerah terindah yang Allah berikan di bulan yang mulia ini. Sehingga kita semua akan mendapat kemuliaan itu, yaitu kemuliaan dunia dan akherat. Amin...

Yogyakarta, 2 Agustus 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun