Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Buruknya Sistem Birokrasi di Negeri ini

21 Agustus 2012   13:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:29 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengurusan Sertifikat Tanah di BPN Bantul

 

Sudah lebih dari setahun yang lalu, saya mendaftarkan proses pengurusan sertifikat jual beli tanah di BPN Bantul melalui suatu lembaga PPAT di Kotagede. Namun demikian, sudah lebih dari setahun itu setiap kali ditanyakan ke kantor notaris jawabannya belum beres di BPN. Banyak alasan yang disampaikan, adanya kepala BPN baru, sistem baru sehingga mempersulit petugas untuk mempercepat penyelesaian administrasi di kantor BPN. Sebagai orang awam, saya menurut saja dengan apa yang disampaikan dari pihak notaris. Tetapi karena jangka waktu yang sudah sedemikian lama, saya pun menjadi merasa sangat prihatin dengan sistem birokrasi di negeri ini. Benarkah sekedar mengurus sebuah sertifikat membutuhkan waktu tahunan? Apakah tenaga di BPN Bantul kurang memadai sehingga banyak layanan rakyat harus membutuhkan waktu lama? Atau memang ada “strategi khusus”, agar urusan surat menyurat di negeri ini lancar dan cepat selesai?

Begitulah kenyataan memprihatinkan di negeri ini, saat reformasi sudah bergulir ternyata tataran birokrasi kita belum siap mengikuti berubahan itu. Masih ada banyak kecurangan dan percaloan di negeri ini. Jika kita tidak bisa mengikuti aturan “lokal” (dengan sogokan, dan pelicin) nampaknya kita harus bersabar karena pelayanan pasti akan dikesampingkan. Inilah sebuah ironisme yang perlu kita perangi bersama.

Tanah yang saya beli adalah tanah sawah yang belum bersertifikat atau masih letter C. Menurut janji yang disampaikan dari petugas notaris, pengurusan sertifikat membutuhkan waktu kurang lebih 6 (enam bulan) sejak pengukuran. Namun demikian, sejak pengukuran sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai status sertifikat tanah yang saya beli. Setiap ditanyakan ke Notaris selalu saja belum jadi.

Sebelum mengalami persoalan ini, saya pun sudah merasa ada sesuatu yang tidak wajar saat pengukuran. Pasalnya, seorang tugas pengukuran dari BPN dengan terang-terangan menyatakan pernyataan dengan nada menakut-nakuti sebagai penguasa di wilayah dimana tanah itu saya beli. Pernyataan membuat saya memprediksi bahwa petugas itu memiliki maksud tertentu dengan pernyataanya itu. Benar saja, beberapa hari setelah pengukuran, petugas notaris menghubungi melalui nomor telepon saya yang intinya meminta uang tambahan di luar yang sudah saya baryarkan di petugas PPAT. Ketika saya mau konfirmasi ke Notarisnya langsung, yang bersangkutan menyatakan tidak perlu. Karena ada kejanggalan itu, saya tidak memenuhi permintaan saat itu. Tetapi saya berjanji akan membayar setelah semua proses surat menyurat selesai.

Pada suatu saat, secara tidak sengaja temen saya yang satu kantor dengan sang notaries mendengar jika proses sertifikat saya terkendala karena petugas pengukuran dari BPN tidak mau menandatangani atau memberi kesaksian atas tanah tersebut. Saya jadi ingat kejadian yang saat petugas notaris meminta tambahan uang dan belum saya penuhi. Dari situ saya jadi berkayakinan bahwa untuk mengurus sesuatu diperlukan uang ekstra agar urusan cepat kelar di negeri ini.

Saya menjadi sangat prihatin dengan sistem birokrasi di negeri ini.  Seorang petugas kantor yang sudah mendapat gaji dari lembaganya ternyata di luar itu masih menarik konsumen untuk mendapat keuntungan lebih. Padahal seorang petugas sudah seharusnya menjalankan kewajiban sebagaimana yang sudah diamanahkan kepadanya tanpa harus menunggu uang pelicin dan lainnya.

Saya jadi berfikir, jika di kota pelajar yang masyarakatnya saja sudah maju, pejabat masih berani berlaku seperti ini, bagaimana dengan daerah-daerah lain.

Mudah-mudahan hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Sebagai pelayan kita harus mengerjakan segala sesuatu sebagaimana yang harus menjadi kewajiban kita. Karena pada prinsipnya melakukan segala sesuatu apalagi sudah menjadi kewajiban bukanlah untuk mendapat keuntungan materi belaka, karena kebaikan yang kita berikan kepada orang lain akan membawa kebaikan juga bagi kehidupan kita di kemudian hari. Mempersulit urusan orang lain sama dengan menbuat jerat bagi kehidupan bagi kita dan keturunan kita sendiri. Wallahua’lamubishshawab.

 

Wajiran, S.S., M.A.

Jl. Pramuka No. 42 Sidikan Yogyakarta

HP. 087839677754

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun