Mohon tunggu...
Ahmad Wazier
Ahmad Wazier Mohon Tunggu... Dosen -

Manusia awam yang \r\npenuh dengan keterbatasan dan kebodohan. \r\n\r\nSaat ini berstatus sebagai Dosen dan Mahasiswa Program Doktor (S3) di University of Tasmania-Australia.\r\n\r\nMantan pengurus DPD IMM DIY ini menyelesaikan Pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Gadjah Mada.\r\nPengalaman organisasi: Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa (dua periode), Wakil sekretaris MTDK PWM DIY dan Sekjen KAMADA, Ketua Umum KORKOM IMM, Waka 1 IMM PSH,. Jabatan terakhir sebagai Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (2 Periode).\r\n\r\nAktivis alumnus Pondok Pesantren Ar-Ruhamaa’ ini mempunyai minat bidang kebijakan politik Amerika Serikat, ideologi dan agama.\r\n\r\nAktif di beberapa perkumpulan dan juga latihan menjadi pembicara dalam diskusi, training, seminar atau konferensi. bisa di hub di: Twitter: @WazierW wazier1279@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesalahan Orientasi Pendidikan Kita

23 Mei 2014   04:53 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KESALAHAN ORIENTASI PENDIDIKAN KITA

Oleh

Wajiran

(Mahasiswa Program Doktor University of Tasmania-Australia &

Dosen Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi UAD)

Selebrasi berlebihan yang dilakukan anak-anak SLTA atas kelulusan pada Ujian Nasional menjadikan kita bertanya-tanya, apa yang mereka dapatkan selama di sekolah. Apakah sekolah tidak pernah mengajarkan pelajaran agama, norma dan tata krama pada mereka?

Perayaan kelulusan yang harusnya dinikmati dengan suka cita, tetapi justru dilakukan dengan tindakan-tindakan yang berlebihan bahkan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Tindakan corat-coret baju seragam dan kebut-kebutan bahkan tawuran sering mewarnai selebrasi kelulusan di negeri ini.

Lebih ironis lagi, di kota malang tersiar kabar tidak sedap bahwa anak-anak SLTA melakukan aktivitas free sex untuk merayakan kelulusan. Hal itu dilihat dari trend peningkatan penjualan kondom di kota itu. Menurut penuturan beberapa penjaga apotek, peningkatan penjulan kondom meningkat drastis menjelang Ujian Nasional. Di kota Maluku, sekelompok anak perempuan ketahuan sedang membuka baju diangkutan umum. Mereka disinyalir akan pergi ke suatu tempat untuk merayakan kelulusan mereka.

Semua kejadian itu tentu tidak lepas dari kesalahan orientasi pendidikan di negeri ini. Sekolah seolah hanya mengajarkan materi pelajaran semata, tanpa mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Sekolah hanya seperti pabrik pembuat produk mati dengan tidak memperhatikan aspek kemanusiaan mereka yang memiliki rasa dan hati nurani.

Lembaga pendidikan dan ironisnya orang tua, sering hanya mengejar nilai tanpa memperhatikan aspek moral mereka. Hasilnya, pelajaran agama, norma dan kepribadian sering diabaikan karena tidak masuk dalam ujian nasional. Mereka menganggap pelajaran ini tidak penting bagi mereka. Itulah kesalahan pemahaman mereka. Banyak yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya dalam proses pendidikan itu harus mencapai tiga kecerdasan; yaitu intelektual, emosional dan spiritual.

Kecerdasan intelektual didapatkan dan diukur dari nilai ujian mata pelajaran yang ada di nilai raport mereka. Secara intelektual kita mudah mengetahui karena dari nilai yang mereka dapatkan kita sudah bisa memprediksikan bagaimana kemampuan intelektual anak-anak kita. Namun demikian, untuk kecerdasan emosional dan spiritual tidak semudah kita mengukur kemampuan intelektual. Kemampuan emosional adalah kemampuan seseorang menyelesesaikan setiap persoalan yang dihadapi dengan kondisi tenang. Tidak mudah putus asa, tidak mudah menyerah atau frustasi dengan berbagai kendala yang dihadapi. Sedangkan kemampuan spiritual lebih menyempurkan kemampuan emosional. Seseorang dengan kemampuan spiritual yang tinggi akan lebih kuat menghadapi berbagai persoalan, bahkan akan lebih suka berkorban karena pemahaman bahwa setiap tindakan yang dilakukan akan mendapat balasan nanti di akherat.

Kejadian memalukan yang dilakukan oleh para remaja di atas tentu tidak akan pernah terjadi jika mereka memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang baik. Seperti pada zaman penulis akan menempuh ujian nasional, para guru-guru meminta kita berpuasa dan memperbanyak ibadah sunnah agar Tuhan memberikan kemudahan saat mengikuti ujian. Saat kita merayakan kelulusan, kita lakukan dengan membagikan seragam sekolah dan sedikit harta yang kita miliki kepada orang-orang tidak mampu sebagai wujud rasa syukur atas kelulusan kita. Pada saat itu, sama sekali tidak ada yang namanya ugal-ugalan, corat-coret baju apalagi kebut-kebutan dan tawuran.

Perbedaan yang mencolok ini tentu ada yang salah dengan sistem pendidikan kita saat ini. Orientasi pendidikan yang hanya mengejar nilai telah membuat anak didik kita seperti manusia robot. Lembaga pendidikan kita tak ubahnya seperti pabrik yang membuat mereka prdoduk cerdas tetapi tidak memiliki hati nurani. Tidak bisa membedakan baik dan buruk. Tidak memiliki empati, tidak bisa merasakan penderitaan orang lain. Walhasil, jadilah mereka manusia tanpa hati nurani yang inginnya mencari keuntungan diri sendiri.

Masa SLTA adalah masa yang sangat labil. Pada masa ini mereka membutuhkan bimbingan dan perhatian yang intens. Pada masa remaja mereka sedang dalam proses mencari jati diri. Itu sebabnya contoh yang baik dan pendidikan moral yang lebih intens akan sangat berpengaruh terhadap cara pandang mereka. Pendidikan karakter sangat penting dalam level pendidikan ini. Itulah sebabnya, diperlukan reorientasi model pendidikan kita yang selama ini masih bertumpu pada nilai semata.

Pendidikan agama dan nilai-nilai kepribadian perlu diintensifkan pada level pendidikan dasar dan menengah untuk membentengi generasi kita dari kebobrokan moral. Pendidikan agama inilah benteng pertahanan yang menjadikan sebuah bangsa menjadi bangsa besar yang mandiri, jujur dan berintegritas. Sebagai negara yang berketuhanan Yang Maha Esa sudah harusnya pendidikan agama menjadi tumpuan setiap level sekolah untuk menanamkan nilai-nilai moral yang kuat di negeri ini. Wallahua’lam bishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun