Ancaman Global Kejahatan Seksual
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Penerima Beasiswa Program PhD University of Tasmania-Australia dan
Dosen Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi UAD)
Kejahatan seksual yang terjadi di berbagai daerah menunjukan bahwa masyarakat kita sedang menghadapi ancaman besar. Kejadian di Jakarta International School atau JIS telah membuka tabir kelam dunia pendidikan kita. Kasus kejahatan seksual yang terjadi di sekolah berlabel internasional ini telah memancing terungkapnya kasus-kasus lain yang terjadi diberbagai daerah. Kasus JIS mendapat perhatian sangat luas, bukan hanya karena terjadi di sekolah dengan sistem pengawasan yang cukup ketat, tetapi juga karena terjadi pada anak orang-orang berada.
Kasus yang menggemparkan dunia pendidikan itu disusul dengan kejahatan seksual yang dilakukan oleh Emon atau Adri Sobari di Sukabumi. Kasus Emon ini juga menyita banyak perhatian masyarakat karena jumlah korbanya mencapai ratusan orang. Sebenarnya ada ribuan atau mungkin jutaan kasus kejahatan seksual pada anak-anak di negeri ini, tetapi banyak yang ditutup-tutupi. Kasus yang tak kalah mencengankan adalah kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang anak di bawah umur (13 tahun) di Jakarta Timur. Kasus kejatahan seksual yang dilakukan oleh anak-anak adalah bukti semakin parahnya masalah moral di negeri mayoritas muslim ini.
Sebagaimana yang dilaporkan Komnas Perlindungan Anak bahwa sepanjang 2010-2014 telah terjadi sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak. Dari keseluruhan kasus tersebut sebanyak 42-58 persen berkaitan dengan kejahatan seksual (Kabar24.com, 1/6/14). Jumlah yang sangat fenomenal ini tentu sangat mengkhawatirkan dan harus diantisipasi secara bijaksana oleh semua pihak, terutama oleh pemerintah.
Peran teknologi
Kemajuan teknologi nampaknya sangat berpengaruh besar terhadap perubahan perilaku masyarakat di negeri ini. Kemudahan mengakses situs-situs berbau pornografi secara nyata memiliki peran besar terhadap peningkatan kejahatan, khususnya kejahatan seksual. Kemudahan mengakses teknologi komunikasi yang tanpa sensor telah menjerumuskan generasi manusia dalam ambang kehancuran yang sangat dasyat.
Selain didukung oleh murahnya mengakses teknologi komunikasi, sikap orang tua yang terlalu permisif juga sering menjadi kendala pengawasan anak-anak. Orang tua yang memberikan alat komunikasi canggih, justru menjadi bumerang bagi anak-anak mereka. Orang tua juga sering memberi kebebasan pada anak-anak dibawah umur untuk pergi ke warung internet (warnet) tanpa pendampingan. Kondisi ini semakin rumit saat masyarakat juga bersikap masabodo terhadap lingkungan mereka. Walhasil, perilaku menyimpang yang sebenarnya sudah sangat nyata di depan mata itu didiamkan begitu saja.
Sebagai negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, harusnya pemerintah secara tegas membatasi situs yang bisa di akses di negeri ini. Di negara-negara yang faham dengan adanya ancaman ideologis dari kemajuan teknologi banyak yang membatasi peredaran situs-situs tertentu di negeri mareka. Cina seumpamanya, di negeri yang berfaham komunis ini pengawasan dan pembatasan situs yang bisa diakses sangatlah ketat. Situs sekelas google pun sempat diblokir pemerintah di negeri ini. Demikian juga di Amerika Serikat yang sering memblokir situs-situs yang dianggap menyebarkan isu-isu membahayakan keamanan (terorisme).
Pemerintah melalui kementerian Informasi dan Komunikasi juga kementrian lain yang terkait harusnya memberikan sangsi kepada siapa saja yang menyebarkan dan mempublikasikan situs yang mengandung unsur pornografi. Hal ini penting karena pertukaran informasi tanpa batas sebagaimana yang terjadi sekarang ini telah terbukti memberikan dampak negatif terhadap perilaku masyarakat. Lagi pula ancaman atau bahaya dari pornografi jauh lebih berbahaya daripada ancaman terorisme sekalipun.
Peran orang tua menjadi sangat penting dalam meminimalisir penyalahgunaan teknologi informasi. Disamping memang masayarakat dan pemerintah harus memperketat implementasi undang-undang dan pengawasan penyalahgunaan teknologi ini. Anak-anak dalam batasan umur tertentu harusnya tidak diperkenankan memasuki bilik internet tanpa didampingi oleh orangtau mereka.
Disamping pengawasan, pemeriksaan atas handphone dan semua alat komunikasi anak-anak sekolah haru sering dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan teknologi itu pada anak-anak remaja di negeri ini. Dengan pengawasan dan hukuman yang tegas diharapkan bisa mengurangi meningkatanya kejahaan seksual yang semakin hari semakin memprihatinkan. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H