Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen FSBK UAD & Mahasiswa PhD University of Tasmania, Australia)
Menjelang pemilihan presiden 9 Juli 2014, ketegangan antar kelompok masyarakat semakin menguat. Fanatisme dukungan kepada masing-masing pilihan mengindikasikan masing-masing memiliki kekuatan yang potensial. Itu sebabnya kondisi yang kritis ini jika tidak diantisipasi akan menimbulkan gejolak yang merugikan masyarakat itu sendiri. Fanatisme yang berlebihan terhadap calon yang diunggulkan akan menimbulkan dampak negatif jika calon yang memiliki banyak kelompok fanatik mengalami kekalahan.
Pengertian Fanatisme dalam Wikipidia adalah sebuah faham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Menurut Winston Churchill, seseorang yang fanatis tidak akan bisa mengubah pola pikir dan tidak akan mengubah haluannya. Bisa dikatakan seseorang yang fanatik memiliki standar yang ketat dalam pola pikirnya dan cenderung tidak mau mendengarkan opini maupun ide yang dianggapnya bertentangan.
Sikap fanatisme ini pada umumnya terjadi pada masyarakat yang berkaitan dengan etnis, negara (nasionalisme), agama, ideologi dan olahraga. Namun dalam kaitannya dengan pemilihan pilpres kali ini, fanatisme bisa dikaitkan dengan tokoh perseorangan. Hal ini disebabkan oleh adanya kesamaan visi, misi, atau bisa juga karena kesamaan latar belakang suku, agama, atau ideologi yang bersangkutan. Sehingga representasi seorang calon presiden bisa memiliki pendukung fanatik yang sangat potensial.
Fanatisme pada agama adalah sebuah keniscayaan. Penganut agama memang harus bersifat fanatik karena agama adalah kebenaran mutlak (dari Tuhan). Tanpa fanatisme kepercayaan (keimanan) seseorang pasti diragukan. Tetapi fanatisme pada suku/etnis, negara, atau lebih konyol lagi fanatisme dalam soal olah raga sesuatu yang masih perlu dikoreksi. Pasalnya fanatisme pada negara memiliki celah kesalahan dalam memandang sebuah persoalan tentang negara kita. Bisa saja negara kita memiliki kelemahan atau kekurangan. Maka dari itu kita harus tetap mendengar dan membandingkan dengan negara orang lain sebagai bagian dari proses pendewasaan. Demikian juga dengan dukungan kita terhadap suatu klub oleh raga. Bisa saja klub yang kita dukung memiliki kekurangan dan kelemahan dan kita pun harus mengakui atas kekurangan dan kelemahan klub yang kita dukung.
Lalu bagaimana dengan sikap fanatisme kita terhadap seorang calon presiden? Jawabnya adalah kita boleh saja mengunggulkan tokoh yang kita calonkan/pilih. Tetapi kita tidak boleh bersifat fanatik. Pasalnya setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Setiap orang memiliki potensi benar dan potensi salah. Kita harus bersikap proporsional di dalam membela dan mendukung calon yang kita unggulkan. Kalau memang calon yang kita unggulkan ternyata memiliki kelemahan ya harus kita akui dan tidak perlu membela membabibuta.
Demikian juga dengan tokoh atau calon yang tidak kita pilih tentu juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Siapapun dan berapapun calon presiden yang masuk dalam kontestasi dalam bursa calon presiden adalah putra terbaik bangsa yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka sudah jelas memiliki potensi untuk memimpin negeri ini. Itu sebabnya siapapun yang terpilih nanti harus kita akui kepempimpinannya, harus kita ikuti perintah-perintahnya.
Sebagai seorang muslim, kita harus berprinsip bermasyarakat seperti dalam sholat berjamaah. Siapapun yang sudah disepakati (terpilih) menjadi imam maka makmum harus mengikuti segala perintah yang disampaikan oleh sang imam (meskipun mungkin imam yang sedang mempin sholat bukan yang kita sukai). Di sisi lain, seorang makmum tidak bisa membabibuta mengikuti imam. Jika imam melakukan kesalahan atau pelanggaran, kewajiban makmum adalah mengingatkan. Imam yang baik pasti akan mendengarkan kritik dan saran dari makmumnya. Itu sebabnya, jika imam tidak mengindahkan peringatan dan kritik dari makmum, maka sudah saatnya seorang imam tidak ditunjuk kembali menjadi imam di waktu yang akan datang.
Demikianlah apa yang seharusnya kita lakukan. Sebagai masyarakat yang mayoritas muslim jangan sampai tersulut oleh isu-isu yang tidak kondusif bagi persaudaraan, apalagi antar sesesama muslim. Pemilihan presiden jangan sampai memcahbelah persaudaraan sesama muslim. Janganlah fanatik berlebihan kepada calon yang anda unggulkan dalam kontestasi. Mendukunglah secara wajar. Fanatisme hanya akan melahirkan kecurigaan dan melahirkan permusuhan bahkan terhadap saudara sendiri dan keluarga sendiri.
Marilah kita dukung siapapun yang nanti terpilih dalam pilpres kali ini. Kita tidak perlu melakukan tindakan destruktif jika terhanyata calon yang kita pilih kalah. Semoga mereka nanti yang terpilih benar-benar orang yang bersedia berkorban dan mau memperjuangkan negeri ini dari kebodohan. Amin.
Yogyakarta, 006/07/2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H