Sadisme : Modern Era & : Kekuasaan Tanpa Welas Asih.
Dalam era modern yang ditandai oleh kemajuan teknologi dan globalisasi, kita menyaksikan fenomena yang paradoksal: meningkatnya kesadaran akan hak asasi manusia bersamaan dengan munculnya bentuk-bentuk baru sadisme. Sadisme, kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan dari penderitaan orang lain, telah mengambil wujud yang lebih halus namun tak kalah merusak dalam masyarakat kontemporer. Akar sadisme, sebagaimana dijelaskan oleh teori psikoanalisis, dapat ditelusuri ke tahap perkembangan awal manusia. Fiksasi pada tahap anal dalam perkembangan psikoseksual, misalnya, dikaitkan dengan kecenderungan sadistik di kemudian hari. Namun, dalam konteks modern, sadisme sering muncul sebagai manifestasi dari kebutuhan akan kontrol dan kekuasaan yang tak terpenuhi. Di era digital, sadisme telah menemukan medan pertempuran baru. Cyberbullying, penyebaran berita palsu yang merusak reputasi, dan eksploitasi online adalah beberapa contoh bagaimana individu dengan kecenderungan sadistik memanfaatkan teknologi untuk menyakiti orang lain. Anonimitas yang ditawarkan internet sering kali menjadi katalis bagi perilaku destruktif ini.
Dalam lingkup yang lebih luas, kita menyaksikan bagaimana sadisme telah merasuki struktur kekuasaan. Pemimpin otoriter yang menindas rakyatnya, korporasi yang mengeksploitasi pekerja dan lingkungan, serta sistem yang mempertahankan ketidaksetaraan, semuanya mencerminkan bentuk sadisme institusional. Kekuasaan tanpa welas asih menjadi norma yang diterima, bahkan dipuji, dalam berbagai sektor masyarakat. Penting untuk memahami bahwa sadisme modern sering kali berakar pada perasaan tidak berdaya atau rendah diri yang mendalam. Individu yang merasa terpinggirkan atau tidak memiliki kontrol atas hidup mereka mungkin mencari kompensasi melalui tindakan sadistik. Ini menciptakan siklus kekerasan yang sulit diputus, di mana korban sadisme hari ini berpotensi menjadi pelaku di masa depan. Teori hubungan objek dalam psikoanalisis menyoroti pentingnya hubungan awal dengan pengasuh dalam pembentukan kepribadian. Dalam konteks modern, di mana struktur keluarga tradisional sering terganggu dan interaksi sosial semakin dimediasi oleh teknologi, kita mungkin menyaksikan generasi yang tumbuh dengan fondasi emosional yang rapuh, meningkatkan kerentanan mereka terhadap kecenderungan sadistik.
Menghadapi tantangan ini, masyarakat perlu mengembangkan pendekatan multifaset. Sanksi hukum yang tegas terhadap perilaku sadistik harus diimbangi dengan program rehabilitasi yang komprehensif. Pendidikan empati dan kecerdasan emosional sejak dini menjadi krusial. Selain itu, penting untuk menciptakan sistem sosial yang lebih adil dan inklusif, mengurangi ketimpangan yang sering menjadi benih sadisme. Dalam level individual, terapi dan dukungan psikologis dapat membantu mereka yang berjuang dengan kecenderungan sadistik. Pendekatan holistik yang mengatasi akar masalah - seperti trauma masa lalu, perasaan tidak berdaya, atau gangguan kepribadian - sangat penting untuk pemulihan jangka panjang.
Kesimpulannya, era modern telah membawa tantangan unik dalam menghadapi sadisme. Kekuasaan tanpa welas asih telah menjadi ancaman serius terhadap kemanusiaan kita. Namun, dengan pemahaman yang lebih dalam tentang akar masalah ini, kombinasi antara kebijakan yang bijaksana, pendidikan yang tepat, dan intervensi psikologis yang efektif, kita dapat berharap untuk membangun masyarakat yang lebih empatik dan adil. Tantangannya adalah untuk menumbuhkan bentuk kekuasaan yang diimbangi dengan welas asih, menciptakan dunia di mana kekuatan digunakan untuk mengangkat, bukan menindas.
source : knife crime -Todd Research
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H