Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rocky Gerung, "Transformasi Masyarakat Demokratis Menuju Kematangan Demokrasi Sosial"

16 Agustus 2024   23:32 Diperbarui: 16 Agustus 2024   23:33 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rocky Gerung: Toleransi Popper, Koeksistensi Konflik, dan Transformasi Kekerasan dalam Masyarakat Demokratis.



Dalam wacana intelektual Indonesia kontemporer, Rocky Gerung muncul sebagai figur yang sering mengaitkan pemikiran filsafat klasik dengan realitas sosial-politik terkini. Melalui perspektifnya yang kritis, kita dapat menelaah kembali konsep toleransi Karl Popper, fenomena koeksistensi konflik, dan urgensi transformasi kekerasan dalam konteks masyarakat demokratis Indonesia. Paradoks toleransi Popper, yang menyatakan bahwa toleransi tanpa batas dapat mengancam keberadaan toleransi itu sendiri, menjadi titik awal diskusi. Rocky Gerung mungkin akan menekankan bahwa dalam konteks Indonesia, paradoks ini bukan hanya konsep abstrak, melainkan realitas yang dihadapi sehari-hari. Masyarakat Indonesia yang majemuk harus terus-menerus menegosiasikan batas antara toleransi dan perlindungan terhadap nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Koeksistensi konflik, sebagai ciri tak terelakkan dari masyarakat terbuka, mendapat dimensi baru dalam pemikiran Rocky Gerung. Ia kemungkinan akan berpendapat bahwa konflik, alih-alih dilihat sebagai ancaman, justru harus dipahami sebagai mekanisme vital bagi demokrasi yang sehat. Dalam konteks Indonesia, di mana harmoni sosial sering kali dijadikan alasan untuk meredam perbedaan, Gerung mungkin akan menekankan pentingnya memberi ruang bagi konflik ide sebagai proses dialektika yang diperlukan untuk kemajuan sosial dan politik.

Transformasi kekerasan menjadi bahasa perdebatan akademis publik adalah aspek yang sangat relevan dengan kondisi Indonesia. Rocky Gerung, dengan latar belakangnya sebagai akademisi dan komentator publik, kemungkinan akan menekankan urgensi peningkatan kualitas diskursus publik. Ia mungkin akan berargumen bahwa kekerasan, baik fisik maupun verbal, yang masih sering muncul dalam lanskap politik Indonesia, harus disublimasikan menjadi argumentasi intelektual yang konstruktif.

Dalam pandangan Gerung, institusi pendidikan tinggi, media, dan ruang-ruang diskusi publik memiliki peran krusial dalam proses transformasi ini. Ia mungkin akan mengkritisi kecenderungan simplifikasi isu kompleks dalam debat publik Indonesia, dan mendorong pendekatan yang lebih nuansir dan berbasis bukti dalam membahas isu-isu kontroversial.

Terkait properti sosial, Gerung mungkin akan mengaitkannya dengan konsep keadilan sosial yang tertuang dalam Pancasila. Ia kemungkinan akan mempertanyakan bagaimana gagasan properti sosial dapat direalisasikan dalam konteks Indonesia yang masih bergulat dengan kesenjangan ekonomi dan konflik kepentingan antara berbagai kelompok sosial.

Kesimpulannya, melalui lensa pemikiran Rocky Gerung, kita diajak untuk melihat bahwa toleransi Popper, koeksistensi konflik, dan transformasi kekerasan bukanlah konsep-konsep yang terpisah, melainkan saling terkait dalam membentuk dinamika masyarakat demokratis. Dalam konteks Indonesia, tantangannya adalah bagaimana mengelola ketegangan antara kebutuhan akan stabilitas dan urgensi untuk memberi ruang bagi perbedaan dan perdebatan konstruktif.

Gerung mungkin akan menekankan bahwa masyarakat Indonesia perlu mengembangkan 'literasi konflik' - kemampuan untuk memahami, mengelola, dan mentransformasi konflik menjadi energi positif bagi perubahan sosial. Ini melibatkan tidak hanya toleransi pasif, tetapi juga keterlibatan aktif dalam dialog lintas batas ideologi dan identitas. Akhirnya, Rocky Gerung kemungkinan akan menyimpulkan bahwa jalan menuju demokrasi yang matang di Indonesia memerlukan kesediaan untuk menghadapi ketidaknyamanan intelektual, keberanian untuk mempertanyakan dogma, dan komitmen untuk terus meningkatkan kualitas diskursus publik. Hanya dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat bergerak dari sekadar koeksistensi konflik menuju ko-kreasi solusi untuk tantangan-tantangan kompleks yang dihadapi bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun