Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Padamu Jua & Relasi Puitik Seorang Hamba? Atau Sebuah Bias Metafora yang Mengilhami Spiritualitas Ketuhanan?

2 Oktober 2023   08:37 Diperbarui: 2 Oktober 2023   10:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Padamu Jua; &

Relasi Puitik Seorang Hamba?: Atau Sebuah Bias Metafora Yang  Mengilhami Spiritulitas Ketuhanan?

"Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu" (Padamu Jua, Amir Hamzah).

Ikrar-Puisi- Dalam Pandangan Teostifikasi Dialektika Nalar Akal Sehat Puisi.

            Apakah, yang menjadi, Identitas Estetika Puisi Yang Sesugguhnya? Dalam relasi atau narasi puitik suatu komposisi bentuk puisk, baik lama atau baru, atau pun juga sebagai dugaan atas pengertian modernisasi bahasa di dalamnya? Apakah, kebenaran dan kriterianya sebagai asas dan pokok dasar dari persoalan yang mendasar, yang puitik? Atau justru sebuah tragedi bagi setiap makna majazi akan yang sebenarnya tak terhubung secara pasti, namun, diyakini keberadaannya sebagai suatu wujud dari nilai estetika yang puitik, sebagai puisi? Apakah, kesamaan pikiran, ide dan gagasan, artinya sudah barang tentu sama seperti yang saya pikirkan tentang akan  ihwal pesan puisi dari sudut ini? Menurut siapa sumberdaya keindahan berasaal jika juga estetika di artikan sebagai keindahan dalam perameter dan batasannya sendiri?atau, mana yang lebih wajib antara makan ubi sebagai wujud dari realitas objektif kehidupan keseharian kuliner, sebagai pokok prioritas, (kebenaran) atau makna ubi dalam pengertian imajinasi? mana yang lebih terhayati sebagai suatu yang estetis? Atau, utopia saja sifatnya?Kenyataannya, perrtanyaan di atas akan mempengaruhi sikap kita semua bagi suatu cara pandang dalam mengalih artikan atau menarik kesimpulan bahwa sebenarnya hal yang dikatakan sebagai indah adalah suatu yang terkait kebenaran dan akal sehat kita dalam mereduksi objek yang biasa, namun bias dalam implentasi, struktur nilai yang integral bagi suatu fungsi humanisnya. Dan, atau kemanusian dalam cara pandang yang antro-sentris.

              Puitik suatu panoroma bentuk dan fenomena yang menjadi tolak ukur kanvas huruf-huruf cetak simbolis, dari keberhasilan, dari kerja, pengamatan seseroang penyair terhardap fokus objektifitas, ide tentang apa yang menjadi tataran prioritas sebagai gagasan akan sesuatu hal.

Tentu, berbeda dengan angan-angan, atau akan halnya, pengertian makna fiksi serta keberadaan bentuk-bentuk struktur bahasa lainnya, sebagai fungsi dalam menjelaskan suatu kaidah relasi keterkaitan, akan suatu yang menjadi objektif nilainya dalam prilaku, dan kebiasaan, alamiah, dan nalar dari naluri akan tampilan citra dan pesona akan kebenaran secara majemuk, dalam pengertian yang jamak, dan menyeluruh, bagi semua.

 Jika bunga itu indah, jika suara air mengalir itu sejuk menenangkan batin, adakah yang menciptakan ruang bagi adanya puisi? Atau puisi ialah, sesuatu bentuk entitas yang maha absolut, bagi semua manusia, dan maha tinggi, dari bentuk karya lainnya dalam jenis karya sastra?

Pernahkah, seorang penyair bertanya akan makna, daria gagasan estetika, atau keindahan, secara replektif dalam proyeksi pembacaan dan pengamatan, yang serius, yang menyoroti perihal semacam ini kemudian, mengilhami dorongan sebagai, implementasi, bentuk-bentuk respons atau dengan kata lain, kesadaran ekspresi bahasa dari suatu, dalam bentuk tulisan, dan sensitifitas nilai, empati, atau atensi, dan sumberdaya integral kebutuhan emosi, akan suatu bentuk nalar, dari hal-hal, yang indah tersebut, dalam bentuk-bentuk yang diabadikan ke dalam bentuk karya sastra semacam puisi. Atau, tak lebih merupakan bentuk fantasi, fantastia dari ekspresi yang juga bermuara bukan pada nalar dari inderawi melainkan, sub dari pengalaman spiritual yang memberi kesadaran akan sesuatu nilai, yang berharga dan bernilai di dalam hidup, kemudian menjadi bentuk yang komunikatif dalam bahasa yang ekspresif bagi kesadaran nalar iderawi akan, bentuk-bentuk, dari karya sastra, yang salah satunya adalah puisi. Sebagai, keterasingan seorang penyair, akan ruang yang asimetris, dan ketimpangan.

puisi tentu saja sangat erat dengan kemampuan intelegensia seseorang sebagai kecerdasan yang puitik dalam melihat dan memberi beban penilaian, dalam kesadaran dan cara pandang tertentu. Dalam, bahasa yang secara luas dapat diartikan gambaran imajinasi, bagi setiap orang. Sebagai keindahan yang simetris, deeping, mendalam, dan pendangkalan emosi atau naluri yang intuitif, untuk akan dapat dihayati oleh semua orang secara universal. Sebagaimana, tidak setiap keindahan yang subjektif, menjadi tolak ukur yang berlaku sama nilainya di setiap kondisi, dan latar belakang suatu keadaan semisal. Oleh, sebab, sudut dari cara pandang yang berbeda arah, bila secara historisnya puisi di bingkai dalam bentuk, peristiwa aktual, dan catatan, untuk pembaca atau bahan, bagi seorang penulis yang membaca.

Dan, tentu, saja ada banyak pertanyaan yang esensial, yang kerap menjadi akibat hantu pendangkalan, segi nilai, kehidupan, bagi yang lainnya, berangkat dari realitas emosional, dari batin seorang penulis, sebagai beban yang dinamis, juga seperti halnya setiap yang meninggalkan jejak, adalah kenyataan dari itu indikasi nilai, sebagai penulis pula, dalam mereduksi paremetaer dan tolak ukur dan ukir, yang dapat diucapkan dalam bahasa, yang tepat bagi suatu ruang lingkup, dalam meberlakukan kreterium warna bagian manifestasi suatu bentuk tulisan sepeti, bentuk struktur yang berlaku pemadatan dan pendek, yang frasial, dan idiomatik bagi metafora suatu keadaan objek nalar dari pengamatan terhadap puisi, yang diolah dari bahan dasarnya, sebagai kesadaran atau akannya dimensi yang mendetail, dan juga merunut indikasi objek untuk secara mendalam kerangka yang berwujudkan analisa bagi Imajinasi yang terbayangkan sebagai suatu sensasi dan sensitifitas dari semangat dan akal sehat yang terbangun. Lalu merekam demonstrasinya, dan menerawang kembali potensi sensasi dari emosi yaang tercipta lalu, menuangkan dalam simbol-simbol fonem dalam morfologi huruf.  Dan dari sekian banyak, yang saya tahu, adalah bahwa yang mana, mendedikasikan suath hasil lengamatan bagi aspek bahasa dalam pengertian yang implementatif sebagai bahasa kesadaran yang progfesif dalam argumentasi yang merespons kenyataan, persoalan puisi, di dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut? Sebagai puisi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun