BAHASA SEBAGAI SUBJEKTIFITAS INDIVIDU.
Mei 10, 2023
BAHASA SEBAGAI SUBJEKTIFITAS INDIVIDU.
OLEH : AHMAD WANSA AL-FAIZ.
BAHASA DAN KEBISUAN KITA : Sebuah Pandangan Terhadap Karya Sastra.
         Gabriel Marquez, Gabriel Marquez, yang muncul sebagai hiperbola kesadaran, dari sistem kebudayaan Amerika Latin, seeprti yang juga terlintas dalam novel berjudul Seratus Tahun Kesunyian, yang merupakan gambaran hiperbolik dari kebudayaan Amerika Latin, sebagai kisah-kisah yang membentuk kebudayaan Amerika Latin. Sebagai kisah yang punya kemiripan tertentu dengan tempat imajiner yang digambarkan dalam paragraf pertama dari novel: "Dunia terlihat begitu muda sehingga banyak benda belum bernama, dan untuk menyatakan benda-benda itu kita harus menunjuknya." Gabriel Marquez
      Dalam, Koridor pengertian yang memiliki relasi yang sama hal berupa asumsi secara konsep, dalam melihat sejarah dan kriteria karya sastra yang lahir sebagai nobelik, dari sosok Gabriel Marquez. Dalam, merepresentasikan kultur hiperbolik masayarakat hiperbolik Amerika Latin, yang berupaya menyatakan, tentang suatu asas persoalan, yang ikut digambarkan dalam paragraf pertama dari novel tersebut: "Dunia terlihat begitu muda sehingga banyak benda belum bernama, dan untuk menyatakan benda-benda itu kita harus menunjuknya." Sebagai indikasi lain dari problematika bahasa dalam pengertiannya.Â
Kemungkinan, Bahasa Sebagai Suatu Representasi Simbolik.Â
      Senada, hal ini, bahwa, bahasa sebagai representasi simbolik dari proyeksi suatu ruang di dalamnya, dalam mengidentifikasi banyak hal, termasuk juga persoalan pernyataan, yang dimana, bahasa menunjuk parameter ruang sebagai suatu anggapan, dalam menunjuk dan mengindentifikasi, objeknya sebagai bahasa yang dimengerti terutama dalam prioritas simbol, simbol bahasa yang menyatakan potensi yang sama dari pengertiannya, dan makna, yang dibangun sebagai suatu pesan pengertian bahasa kepada sistem komunikasi, dan informasi dari subjek pengguna bahasa sebagai medium yang dipakai berupa interaksi, baik secara kultural kebudayaan, dan motif-motif sosial serta keyakinan, yang berdiri di atas simbol bahasa terkait tersebut.Â
       Tetaplah, merupakan suatu bagian dari pengertian representasi yang di ungkapkan sebagai simbol bahasa, tanpa ikut serta terkait makna, dan arti di dalamnya yang harus dipaksakan sama pengertiannya, dan ruang lingkup problematika di dalam akses keyakinan, tradisi masyarakat, politik, dan motivasi-motivasi yang dibangun seputar bahasa sebagai suatu pengantar kebudayaan dan peradaban manusia.
      Dengan demikian aspek yang dipahami sebagai determinasi dari ambiguitas lebih mungkin, dari suatu kapasitas bahasa secara sistemik, struktural, dan juga menyangkut, ide bahasa secara kolektif, maupun, dalam rekayasa simbolik yang di bangun di hadapan kriteria-kriteria imajiner, yang juga dapat diidentifikasi dalam karya nobelik Gabriel Marquez, sebagai seratus tahun kesunyian, atau lebih mirip untuk dapat saya ungkapkan sebagai simbiosis kebisuan masyarakat suatu bangsa dalam menanggapi suatu nilai baru yang terjadi, di dalam lingkungannya, sebagai pertanyaan yang relevan bagi latar belakang dirinya. Dan, lingkungan tersebut.
Partikular Dalam Struktur Bunyi, Sebagai Image Dalam kriteria Sistemik, Bahasa, Dan Grafis.
      a. Jarak, Sebagai Asumsi, Grafis.
       Dalam memahami, konteks matrikultural, kebudayaan bahasa lisan. Dimana, prosentase bunyi sense-of-vocal dalam suatu struktur peradaban kebudayaan tertentu, misalnya saja, memiliki hambatan pemahaman di luar konteks bahasa penuturnya, dengan objek eksternal dari bagian yang berada di luar sistem bahasa tertentu. Yang variabel vokal dan konsonan pengucapan, terhadap dapat diasumsikan dominan, atau tidak, yang berarti di luar jangkauan dari unit intuisi dalam memahami suatu aspek maknanya, sebagai pesan dan informasi, serta, motivasi-motivasi lainnya terkait penggunaan bahasa tertentu.
       Dimana, hal ini dapat di bangun melalui implementasi sistem yang telah ada seperti mekanisme equality dalam beberapa perangkat yang mengadaptasinya sebagai grafis, atau equalizer, dalam industri seperti musik.
        b. Noice: Sumberdaya Bahasa Atau Kebisingan?
        Bias pengertian yang melampaui aspek struktural bahasa, sebagai hermeneutika, yang sedikit berbeda proporsi, dalam ranah ruang kajian tentang semiotika, sebagai sesuatu padanan tentang makna, dan pesan yang di komposisikan, dalam mekanisme yang menopang pengertian, dan motivasi-motivasi bahasa, sebagai kemungkinan yang instrumentif memiliki nilai makna, di dalamnya. Bahkan, lebih kurang hanyalah, merupakan abstraksi dari kemungkinan tentang makna, yang memberi pengertian, ruang-representasi dalam pemakaian kata makna, di dalam simbol bahasa. Yang tentunya, bias pengertian dan kemungkinan yang berada di luarannya juga termasuk sebagai pengertian yang inklusi di dalam aspek tersebut. Sebagai, bukan makna sesungguhnya dari proyeksi yang tidak abstraktif dari nilai objektif bahasa sebagai medium penyampaian motif, dari sistem dan mekanisme bahasa terutama, dalam kriteria bahasa sebagai suatu asas, komunikasi, yang di pakai dalam kebutuhan yang kompatibel dengan suatu struktur fungsi dan ruang kompetensi, yang kompeten terhadap makna, yang justru berkembang, dan tidak statis atau menjadi dinamika yang kaku, dalam penyampaiannya secara konsitensi. Yang disajikan sebagai bahasa yang primer, terhadap kebutuhannya, dan juga sekunder, dalam interprestasi nilai bahasa tersebut menjadi suatu kode etik dan bagian, dari sistem nilai yang ada.
BAHASA DAN KEBISUAN : Sebuah Kesimpulan, Tentang Suatu Asas Sistematika, Dan Tradisi, Kegagapan Kita Tentang Tabir Makna, Di dalamnya, Dalam Dilema Nilai-Nilai Kebaruan Dari Sistem, Kebudayaan.
       Dalam dilema dan fenomena, yang di tulis Gabriel Marquez tentang lahirnya suatu perangkat kebudayan di dalam masyarakat Amerika Latin, dalam mengahadapi nilai baru yang berkembang dan tumbuh dalam dialektika kebudayaan dan peradaban masyarakat Amerika Latin. Senada Kegagapan kita, dalam mengutarakan suatu persoalan, dalam memaknai suatu peristiwa apa pun, yang lahir sebagai bias tradisi, quo-lingua vadis neo-lingua yang di hadapkan pada sistem bersaing, dalam bentuk feodal dalam bahasa sebagai tradisi yang diwariskan, secara statis dan tanpa perubahan serta perkembangan yang bermakna dan berarti. Dalam menjelaskan kebutuhan bahasa sebagai alat dalam menginformasikan suatu kebutuhan tentang akses fenomena dan gejala yang muncul sebagai suatu asusmsi nilai secara prestektif dinyatakan sebagai suatu tata nilai yang baru. Yang sering secara wajar menolak kebakuan dari mekanisme kompatibel yang telah mapan berkembang sebagai nilai dalam motifasi masyarakat, kebudayaan dan bahasannya.
       Lebih, dari persoalan yang skolastik yang, mungkin saja, kebisuan lebih mengabstraksikan suatu nilai dalam mengantarkan suatu makna bahasa, dalam dilema dan motifasi serta kegagalan dan Kegagapan dalam memahami nilai-nilai baru yang berkembang di dalam dinamika di segala bidang, dan kriteria persoalan secara antropologis, dan unit-unit yang menopang otoritasnya secara simbolis.Â
       Bahwa, saya dan anda sebenarnya bicara dalam bahasa yang intensitasnya, "merupakan kesunyian," yang tidak memahami satu sama lain, terlebuh latar belakang, sebagai motifasi tafsir atas makna yang berbeda, seperti intensitas bahasa yang telah saya jelaskan di atas, tersebut melalui suatu karya sastra nobelik Gabriel Marquez, yang saya harap dalam relasi persoalan terminologi yang sama. Mungkin saja toh?
Tanpa harus mendebatkan, kenapa hal demikian berbeda, dalam membuka potensi the other dari tumbuh kembang sistem nilai kehidupan manusia dan bahasa di dalamnya.Â
Terakhir, suatu lirik dari bait yang saya ambil dari puisi, sastrawan kelahiran Lampung, Ahmad Yulden Erwin, dan bela sungkawa yang mendalam atas kepergiannya, sebagai sesama pegiat dalam suatu ruang komunitas terhadap objek dan motifasi, yang mudah-mudahan sama, atas kesamaan parameter, saya kira, saya kira mungkin saja, Sebagai motivasi bersama. Dengan judul, Dari 9 Tembikar Asimetri Peter Voulkos. Menutup perbincangan dalam esai tulisan ini. Sebagai, berikut, ;
DARI 9 TEMBIKAR ASIMETRI PETER VOULKOS
0/
Kesunyian kita meledak
Dalam pertanyaan, sebelum
Kekosongan mengunci permainan
1/
Aku mesti pulang
Sekarang dan, benar, hal begini
Tak selalu tentang melankoli
2/
Dunia adalah
Soal bagaimana kau mengetuk
Pintu dan bergegas melupakannya
3/
Seorang lelaki
Belajar meletakkan kepalanya
Baik-baik dan, pasti, selalu baik-baik
4/
Ruang tak mengajarkan
Apa pun, kecuali bagaimana
Kau meletakkan mimpimu di luar pintu
5/
Kadang kita merasa
Tak siap menyimpan kenangan,
Kecuali saat kita menatap cermin
6/
Mereka harus mulai belajar
Membersihkan lumpur di kaki sendiri
Atau, sama sekali, melupakannya
7/
Waktu adalah
Soal bagaimana kau meletakkan
Tiga setelah empat
8/
Apa yang benar-benar
Berharga dalam hidup ini, kecuali
Saat kau terjaga dari mimpimu sendiri?
puisi, Ahmad Yulden Erwin.
Prana : Sumber terkait,
- http://sastra-indonesia.com/2020/03/puisi-puisi-ahmad-yulden-erwin-4/
- https://www.bbc.com/indonesia/dunia-44657859
-. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Seratus_Tahun_Kesunyian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H