Mohon tunggu...
Ahmad Toha
Ahmad Toha Mohon Tunggu... -

Nama : Ahmad Toha\r\nJenis kelamin : Laki-laki\r\nTempat/Tgl. Lahir : Trenggalek, 27 Desember 1987\r\nAlamat : STKQ AL-HIKAM Jln. Hj Amat Kukusan Beji Depok\r\nPendidikan terakhir: Kulliyyatul Qur'an jurusan tafsir dan ulumul quran\r\nNmr Tlfn: 085755757543

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Depresi Para Caleg Pasca Pileg 9 April 2014

23 April 2014   22:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:17 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pesta demokrasi tahap pertama yang telah dilaksanakan pada tanggal tanggal 9 April telah kita lewati. Para caleg saling memperebutkan tiket untuk menuju kursi kekuasaan baik di DPRD maupun DPR RI pusat. Mereka saling berlomba untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Demi mendapat suara terbanyak mereka rela mengeluarkan uang ratusan juta bahkan miliyaran rupiah, entah buat apa uang sebanyak itu rela dihamburka-hamburkan demi sebuah jabatan dan kekuasaan. Yang miris lagi ada beberapa caleg yang menggunakan uang itu dari hasil hutang. Dengan modal yang segitu banyaknya entah dengan cara apa mereka nanti berusaha untuk mengembalikan modal. Itu pun kalau jadi, terus kalau tidak jadi bagaimana dengan uang mereka yang sudah mereka hamburkan?

Menurut info yang saya dapatkan dan wawancara saya dari beberapa masyarakat bahwa hal yang menyebabkan mereka mengeluarkan uang yang segitu banyak ternyata selain uang itu untuk operasional dalam kampanye, ternyata dalam kampenye mereka diselipi dengan praktik politik uang. Mereka berlomba-lomba menyuap masyarakat dengan uang agar mereka dipilih. Istilah serangan fajar mereka terapkan pada masyarakat bahkan disiang bolong pun mereka berani melakukan suap pada masyarakat dengan cara mendatangi rumah-rumah warga. Warga pun dengan senang hati menerima uang itu karena mereka memang tidak merasa meminta. Terkadang saya berfikir seandainya mereka terpilih dan jadi pejabat pemerintah apakah biaya yang mereka keluarkan sebanding dengan gaji mereka yang nantinya hanya menjabat selama lima tahun? Pada puncaknya tidak heran jika muncul kecurigaan dari pihak masyarakat sendiri bahwa boleh jadi salah satu cara untuk mengembalikan modal kampanye mereka adalah korupsi dan lain sebagainya.

Masyarakat sekarang sudah semakin cerdas. Mereka diberi uang pasti diterima akan tetapi entah siapa yang dipilih dalam pileg. Ini adalah sebagian kecil dari ungkapan protes masyarakat yang bosan akan penyelewengan para pejabat atas amanat yang telah diberikan masyarakat dengan cara tidak memilih caleg yang menggunakan politik uang. Akibatnya setelah pileg yang sudah dilaksanakan pada 9 April lalu, banyak para caleg mengalami depresi berat bahkan terkena gangguan jiwa karena mereka sudah mengeluarkan uang ratusan juta bahkan miliyaran rupiah akan tetapi mereka gagal dalam pileg dan itu artinya mereka gagal terpilih menjadi pejabat pemerintah. Uang mereka habis dan ratapan-ratapan kosonglah akhir dari penyesalan akan uang yang telah mereka hamburkan atas kegagalan mereka tanpa hasil yang mereka sudah harap-harapkan.

Fenomena depresi caleg gagal ini pun bermacam macam. Ada yang menuntut uang yang sudah disebar ke masyarakat untuk dikembalikan lagi, ada yang memblokir jalan umum, ada yang ngamuk di TPS, ada yang teriak-teriak, bahkan ada yang benar-benar gila yang sok memakai jaz dengan dasi dan sepatu layaknya seorang pejabat dengan bicara yang tidak jelas. Hal ini sangatlah disayangkan dan tentunya sangatlah memprihatinkan  karena  hanya akibat gila kekuasaan, malah mengakibatkan mereka benar-benar gila mental dan jiwanya.

Melihat dari fenomena ini terlihat jelas antara siapa yang memang tulus ingin mengabdi pada masyarakat dan yang hanya ingin mendapat kekuasaan untuk memperkaya diri karena nafsu semata. Mereka menganggap masyarakat masih bisa dibodohi dengan uang dan masyarakat masih bisa dibeli dengan uang. Sekarang ini uang bukan segala-galanya bagi masyarakat, tapi yang terpenting adalah amanat yang dijalankan. Hal ini terbukti hasil perbincancangan saya dari beberapa masyarakat bahwa mereka justru tidak akan memilih seorang caleg yang membagi-bagikan uang. Jadi seorang caleg jangan GR setelah mereka mambagikan uang pada masyarakat dalam kampanye mereka. Jadi jangan salahkan masyarakat jika para caleg yang menggunakan politik uang justru tidak terpilih, akan tetapi mereka seharusnya sadar dan lebih menata hati mereka untuk siapa mereka ingin menjabat? Untuk kesejahteraan diri sendiri atau untuk kesejahteraan masyarakat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun