Jember, 22 November 2024-- Dalam menghadapi badai ekonomi global, Indonesia telah memperkuat sinergi kebijakan fiskal dan moneter sebagai perlindungan utama. Kombinasi atau bauran kebijakan ini semakin krusial mengingat kondisi saat ini ditengah berbagai tantangan seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi global, ketegangan geopolitik, inflasi yang sulit ditekan, serta penguatan dolar AS. Semua ini memerlukan strategi kebijakan yang terintegrasi agar Indonesia tetap stabil dan kompetitif di tengah ketidakpastian global.
Menindaklanjuti bauran kebijakan tersebut, pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia 2024, kebijakan ini menjadi sorotan utama diskusi antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara G20. Diskusi tersebut menegaskan bahwa sinergi kebijakan fiskal dan moneter bukanlah opsi yang dapat dipisahkan. Kebijakan fiskal, yang bertujuan mendorong konsumsi dan investasi domestik, perlu disertai dengan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi serta nilai tukar. Sinergi ini memastikan kedua kebijakan saling menguatkan dalam menghadapi ancaman ekonomi global yang semakin kompleks.
Kondisi ekonomi global saat ini penuh denga berbagai tantangan. Diketahui, proyeksi pada pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2024 hanya berkisar di tingkat 2,8%, yang menggambarkan laju pertumbuhan yang lemah dalam konteks historis. Kondisi Inflasi di negara-negara maju memang cenderung melambat, namun kebijakan suku bunga yang ketat memberikan dampak ketidakpastian ekonomi tetap tinggi. Hal ini diperparah oleh volatilitas nilai tukar karena penguatan dolar AS yang terus berlanjut. Di Indonesia, dampak ini terlihat pada sektor ekspor, investasi, dan konsumsi domestik yang semakin tertekan.
Fenomena “higher for longer,” atau kebijakan suku bunga tinggi yang dipertahankan lebih lama di negara-negara maju, menjadi momok bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini mendorong arus modal keluar, memperlemah mata uang negara berkembang, dan menambah tekanan inflasi. Dalam situasi ini, Bank Indonesia perlu mempertahankan kebijakan moneter yang ketat untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar, sementara pemerintah memperkuat kebijakan fiskal dengan meningkatkan belanja produktif. Belanja infrastruktur serta dukungan pada sektor-sektor strategis yang mampu menghasilkan nilai tambah tinggi di pasar internasional menjadi prioritas dalam upaya meningkatkan daya tahan ekonomi Indonesia.
Untuk merespon ketidakpastian ini, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan telah menyusun lima fokus utama kebijakan: stabilisasi nilai tukar, pemulihan sektor riil, pengendalian inflasi, digitalisasi sistem pembayaran, dan peningkatan kerja sama internasional dalam sistem pembayaran lintas batas. Sinergi kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing sektor industri domestik dan mengurangi dampak negatif dari gejolak eksternal. Upaya mendorong hilirisasi komoditas strategis seperti mineral dan batu bara, misalnya, dipandang penting untuk menambah nilai ekspor serta mendukung penciptaan lapangan kerja. Selain itu, pemerintah telah memperluas digitalisasi sistem pembayaran melalui penerapan QRIS dan BI-FAST. Upaya ini tidak hanya mendukung perkembangan ekonomi digital, tetapi juga memperkuat ketahanan sistem keuangan domestik dan menjaga stabilitas arus uang di dalam negeri.
Selain langkah-langkah dalam negeri, Indonesia juga harus turut berperan aktif dalam reformasi sistem keuangan internasional melalui kerja sama multilateral. Dukungan terhadap 16th General Review of Quota di IMF, misalnya, menjadikan langkah nyata dalam mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kapasitas IMF sebagai pelindung keuangan global. Reformasi ini bertujuan agar negara-negara berkembang memiliki keterwakilan yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan di lembaga internasional, sehingga mereka lebih siap menghadapi dampak kebijakan negara maju, terutama dalam konteks moneter yang ketat dan penguatan dolar AS. Pendekatan ini juga menunjukkan pentingnya kerja sama global yang efektif. Reformasi ini akan membantu negara-negara berkembang mengurangi dampak buruk yang timbul dari kebijakan negara maju dan meningkatkan stabilitas ekonomi global. Indonesia memandang reformasi ini sebagai cara yang signifikan untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam sistem keuangan global yang masih sering memihak negara-negara maju.
Ke depan, pemerintah dan Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika kebijakan suku bunga dinaikkan terlalu cepat, hal ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan menekan daya beli masyarakat. Sebaliknya, jika penurunan suku bunga dilakukan terlalu dini, risiko inflasi akan meningkat. Oleh karena itu, bank Indonesia perlu memperhatikan kebijakan moneter yang terukur dalam menjaga stabilitas harga serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, untuk menjaga stabilitas, diperlukan fleksibilitas dalam implementasi kebijakan. Dalam konteks fiskal, penyesuaian belanja harus dilakukan secara responsif terhadap kebutuhan mendesak. Belanja produktif untuk proyek infrastruktur dan investasi strategis perlu difokuskan agar memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dalam jangka panjang. Sinergi ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa ekonomi tetap berjalan meskipun dalam tekanan.
Secara keseluruhan, bauran kebijakan fiskal dan moneter yang terintegrasi dan dilaksanakan secara konsisten dapat menjadi benteng utama dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Dengan ketidakpastian global yang terus meningkat, sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi semakin esensial, baik dalam menghadapi tekanan ekonomi jangka pendek maupun dalam mempersiapkan daya saing ekonomi jangka panjang. Pendekatan ini diharapkan mampu menciptakan stabilitas makroekonomi yang kuat, yang pada gilirannya memperkokoh ketahanan nasional dalam menghadapi guncangan eksternal. Kombinasi kebijakan fiskal yang berfokus pada peningkatan belanja produktif seperti investasi infrastruktur, dukungan terhadap sektor strategis, dan mendorong pertumbuhan sektor riil dengan kebijakan moneter yang menjaga kestabilan inflasi dan nilai tukar, dapat membantu menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif untuk pertumbuhan. Dengan stabilitas ini, daya saing Indonesia dapat tetap terjaga di pasar internasional, bahkan ketika perekonomian dunia bergejolak akibat isu-isu geopolitik, perubahan kebijakan suku bunga, atau pergerakan mata uang asing.
Sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia juga akan memfasilitasi respons kebijakan yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan kondisi global. Respons kebijakan yang responsif memungkinkan penyesuaian yang cepat terhadap tantangan yang muncul, seperti arus modal keluar akibat kebijakan suku bunga tinggi di negara maju atau tekanan inflasi yang bersumber dari volatilitas nilai tukar. Melalui kolaborasi erat dan sinergi yang kuat, Indonesia memiliki peluang untuk tidak hanya menjaga stabilitas ekonomi, tetapi juga menumbuhkan ketangguhan jangka panjang yang memungkinkan negara ini berkembang meskipun berada di tengah tantangan global. Pada akhirnya, ketangguhan ekonomi yang dihasilkan dari bauran kebijakan fiskal dan moneter yang efektif akan menciptakan daya saing yang berkelanjutan. Ini tidak hanya memberi perlindungan terhadap gejolak eksternal tetapi juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi yang relevan di kawasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H