Dalam kisah kehidupan, seringkali kita menemui simpangan yang mengharuskan kita memilah di antara dua jalan, di antara haq dan batil. Konsep ini tak hanya sekadar filsafat, tetapi sebuah petunjuk yang mencakup moralitas, hukum, dan dinamika sosial kita.
Perbedaan Haq dan Bathil
Pertama-tama, kita harus memahami hakikat haq dan batil. Dalam buku "Millennial Moslems" karya Ipnu Rinto Nugroho (2020:83), haq, atau hak, digambarkan sebagai kebenaran sejati, yang mencakup segala yang diperintahkan Allah SWT. Sementara batil atau bathil, berasal dari kata bathala, yabthulu, mengandung arti keburukan, palsu, atau bertentangan dengan kebenaran.
Allah SWT membuat sebuah perumpamaan antara haq dan bathil. Allah SWT berfirman,
Artinya, "Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (QS. Ar-Ra'd Ayat 17)
Haq dan Bathil Yang Tidak Boleh di Campur Adukkan
Artinya: "Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui". (Al-Baqarah; 42)
Perintah Allah kepada kita agar kita tidak mencampur adukkah antara haq dengan bathil tersebut mengandung dua makna; pertama berkenaan dengan ibadah, dan kedua berkaitan dengan aqidah. Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan artian; jangan kamu campur aduk yang haq dengan yang bathil, yakni jangan kamu palsukan yang haq dengan yang bathil, yang benar dengan yang palsu.
Mengenal antara haq dan batil membawa kita pada sebuah perjalanan spiritual dan intelektual yang mendalam. Ini adalah landasan bagi kebenaran yang mengilhami perilaku kita dan membangun masyarakat yang adil dan bermartabat. Jadi, dalam memahami haq dan batil, kita tidak hanya mengenal kebenaran, tetapi juga membangun kebenaran dalam diri dan dalam dunia kita.
Kebenaran dan Kebatilan Bagaikan Pohon
Al-Qur'an dipenuhi dengan bermacam perumpamaan. Tujuannya agar manusia lebih mudah memahami dan mengambil manfaat. Saat berbicara tentang kebenaran, Al-Qur'an memberi kita analogi yang indah, "Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah Membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhan-nya." (Ibrahim 24-25)
Menurut para mufassir kalimat toyyibah dalam ayat ini adalah kalimat tauhid. Ada bermacam tafsiran mengenai makna kalimat tauhid, tapi yang jelas kalimat itu adalah kebenaran. Dan kita meyakini kebenaran itu berwujud Islam.
Pertama, Allah ingin menegaskan bahwa kebenaran itu pasti toyyibah (indah). Kata indah disini berlaku untuk keseluruhan. Secara dhohir dan batinnya harus indah. Karenanya, kita harus mempertanyakan jika ada orang yang memperjuangkan kebenaran dengan cara yang buruk bahkan keji. Kebenaran mana yang sedang ia perjuangkan?
Kebenaran itu tetaplah indah dan baik meski hanya segelintir orang yang ikut bersamanya. Dan kebatilah tetaplah buruk meski sangat banyak pengikutnya., "Katakanlah (Muhammad), "Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu." (Al-Ma'idah 100)