Fenomena artis selebriti yang masuk kedalam pergulatan politik bukan lah yang baru terlihat di Indonesia. Dari dulu dulu pemilu ataupun pilkada artis artis kerap kali mewarnai politik yang sedang bergejolak, beberapa nama artis tampil dalam baliho, dan daftar calon pilkada. setidaknya ada sebanyak 24 artis dari total 580 anggota legislatif terpilih dari Pemilu 2024.
Fenomena ini memunculkan kritik-kritik pro atau pun kontra dari setiap kalangan. mereka yang memounyai fans banyak cukup Banyak yang mendukung, namun tak lepas dari itu banyak juga mereka yang kontra terhadap masuknya artis di dalam dunia politik. Sejauh ini ada dua model keterlibatan selebriti dalam politik di Indonesia. Pertama, selebriti yang terjun langsung ikut berkompetisi sebagai kandidat, baik pada level eksekutif maupun legislatif. Kedua, mereka yang hanya sebagai penarik khalayak, dan memainkan suara dengan ketenaranya, yang pada akhirnya menjatuhkan pilihan kepada mereka yang didukung.
Faktanya mereka kebanyakan di pilih bukan hanya di pandnang dalam segi kecakapan namun ada factor factor lain yang ikut di dalamnya. Pertama Faktor popularitas bagi artis adalah potensi yang inheren dengan profesi keartisannya. Artis menjadi populer karena banyak yang menyukai karya seninya maupun gaya hidupnya. Popularitas artis berpolitik memberikan wajah baru yang menandai keseriusan para artis untuk menampilkan kemampuan dan intelektual dalam berpolitik. Hal ini dapat menarik perhatian masyarakat. Masuknya artis dalam partai politik menjadi konsekuensi logis dari popularitasnya.
Kedua faktor tujuan artis berpolitik didasari dari persepsi para artis pada penyelenggaraan pemerintah yang dianggap belum maksimal. Walaupun tujuan masing-masing artis tersebut berbeda, namun mereka berkeyakinan akan berbuat lebih baik untuk rakyat.
Ketiga Faktor sosialisasi dan pengalaman politik menjadi topeng dari alasan partai politik merekrut artis karena popularitasnya. Melalui kecakapan politiknya, para artis yakin dapat melaksanakan tanggung jawab bila dipercaya menjadi wakil rakyat. Keempat Memiliki modal yang besar memberikan kesempatan para artis untuk masuk ke partai politik. Selain itu, penghasilannya yang tinggi, para artis berharap dapat menepis anggapan bahwa keterlibatannya dalam partai politik adalah untuk mengejar uang.
Fenomena Politainment
Politainment adalah pedang bermata dua dalam dunia politik modern. Di satu sisi, fenomena ini berhasil menjadikan politik lebih dekat dengan masyarakat. Sosok-sosok politisi yang dulu terasa jauh dan kaku, kini hadir di layar kaca dengan gaya santai, bahkan sering mengundang tawa. Mereka tampil di talk show, membuat konten viral di media sosial, atau bahkan ikut menari dalam acara hiburan. Cara ini jelas lebih efektif untuk menarik perhatian, terutama generasi muda yang akrab dengan budaya digital.
Namun, di sisi lain, politainment berisiko mengaburkan esensi politik itu sendiri. Ketika politik terlalu banyak dikemas sebagai hiburan, fokus pada kebijakan dan isu-isu serius sering kali tergeser. Publik menjadi lebih tertarik pada drama kehidupan pribadi seorang politisi daripada program kerja yang mereka tawarkan. Hal ini menciptakan realitas di mana politik berubah menjadi panggung selebriti, bukan forum untuk mencari solusi atas permasalahan rakyat.
Bukan berarti hal ini menentang seluruh aspek politainment. Terdapat beberapa  potensi positif jika fenomena ini digunakan dengan bijak. Misalnya, politainment bisa menjadi jembatan untuk menyampaikan isu-isu penting dengan cara yang ringan dan menarik. Tetapi, para politisi juga harus tetap menjaga keseimbangan antara membangun citra pribadi dan menyampaikan substansi yang relevan.
Politainment seperti cerminan dari bagaimana masyarakat modern mengonsumsi informasi. Namun, harapanya politik tidak terjebak dalam hiburan semata, sehingga politik tetap menjadi alat perubahan yang bermakna, bukan sekadar tontonan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H