Mohon tunggu...
Ahmad Syawqi
Ahmad Syawqi Mohon Tunggu... wiraswasta -

It’s A Matter Of Perspective

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nasionalisme, Budaya, dan Generasi Muda

4 September 2013   21:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:21 2395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi muda. Sebuah istilah yang memperdengarkan begitu banyak mimpi, harapan, dan semangat.Saat ini, generasi muda tengah menjadi fokus masyarakat – menjadi penentu cita-cita serta pemegang nasib bangsa.Dalam pandangan umum, generasi ini merupakan para penerus bangsa yang dipersiapkan dalam mencapai visi dan misi bangsa.Melalui pendidikan serta bimbingan dari lingkungan, generasi muda kemudian dipercaya untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam ara pendahulu yang telah membangun tanah air.

Dalam Sumpah Pemuda yang dilafaskan secara serempak oleh seluruh pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928, kita mengerti bahwa “Satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa” dapat membantu para pemuda memahami satu tujuan yang sama dalam memperjuangkan kebebasan dari penjajahan kolonial. Persatuan, patriotisme, serta nasionalisme adalah elemen-elemen esensial yang dapat memperkuat budaya sosial serta menciptakan solidaritas dalam satu gambar persatuan yang memukau.

Kini, puluhan tahun kemudian, kita bertanya-tanya apakah generasi muda kita masih memegang idealisme yang sama dalam satu bahasa, seperti dalam pengertian nasionalisme yang dicetuskan pada tahun 1928. “Ada apa dengan nasionalisme? Perang sudah usai, kan?” adalah opini yang kerap terdengar. “Negara ini, toh, tidak banyak memudahkan hidup saya,” tandas beberapa suara, atau bahkan, “Nasionalisme sudah tidak terlalu diperlukan dalam dunia yang sudah global seperti saat ini.” Generasi penerus mulai tampak goyah, terlena, dan lebih ngerinya lagi: apatis.

Lunturnya nasionalisme menyebabkan terjadinya krisis identitas nasional di kalangan masyarakat.Identitas nasional Indonesia meliputi segenap hal yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam, kependudukan, ideologi dan agama, politik negara, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Banyak penduduk Indonesia, terutama generasi muda, telah melupakan unsur-unsur kebudayaan yang merupakan salah satu basis dari identitas nasional suatu bangsa. Budaya asing yang menumpang masuk melalui perahu globalisasi telah banyak mengubah pola hidup generasi muda saat ini, termasuk melupakan kultur budaya bangsa sendiri.

Krisis identitas telah menyebabkan sebagian generasi muda Indonesia mudah mengekor, menyebabkan bangsa ini kehilangan kharisma serta pengakuan dari negara-negara lain. Bangsa Indonesia seakan kehilangan keunikan serta partikularitasnya.Dalam pergaulan internasional, misalnya, ketika berbicara mengenai Islam, maka yang menjadi sorotan adalah negara-negara sekitar wilayah Timur Tengah. Meskipun pada kenyataannya, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan ciri unik yang khas, di mana lima agama yang diakui bersanding sejajar dan hidup berdampingan – yang seharusnya dapat menggarisbawahi eksistensi Indonesia di peta internasional.

Indonesia pernah menjadi salah satu negara terkuat setelah melewati berbagai rintangan serta peperangan saat memperjuangkan kemerdekaan.Para pemuda nusantara di bawah pimpinan Ir. Soekarno serta Mohammad Hatta menyerukan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tepat enam puluh delapan tahun yang lalu.Begitu banyak pengorbanan yang diberikan oleh para pahlawan kita saat itu demi menjamin kehidupan generasi mendatang, yang membuat Indonesia disegani oleh dunia internasional.Kini, kita bisa melihat sendiri betapa sulitnya negeri ini mendapatkan pengakuan dari dunia.

Sudahkan Indonesia merdeka?

Sebuah pertanyaan retoris yang sering kita dengar, terutama saat mendekati peringatan Hari Kemerdekaan.

Penjajahan yang kita lihat sekarang bukan hanya dilakukan oleh pihak asing, tetapi juga dengan bantuan penduduk pribumi sendiri.Kekuatan-kekuatan asing masih mempengaruhi bangsa ini, baik dari sisi politik, pendidikan, sosial, budaya, mau pun ekonomi.

“Saya tidak akan menerima hak apapun, ketika saya, Anda, rakyat Afrika tidak memiliki kebebasan. Bagi saya, kebebasan kita semua tak dapat dipisahkan,” Nelson Mandela, pejuang Apartheid Afrika Selatan pernah berkata. Begitu besarnya perjuangan Afrika Selatan, mereka telah membuka mata dunia internasional untuk mendukung penghapusan diskriminasi, penjajahan, serta penindasan. Semua negara memiliki hak untuk merdeka dan bebas dari tekanan bangsa lain, begitu pula dengan tanah air kita.

Enam puluh delapan tahun lamanya kita mengisi kemerdekaan dan mencoba membangun serta memperbaiki Indonesia.Kita bisa melihat bahwa Indonesia telah meraih kemerdekaan dalam banyak hal, dan akan terus bertambah seiring dengan zaman. Namun di balik kemerdekaan yang telah diberikan oleh para pendahulu, kita belum meraih kemerdekaan yang bertanggung jawab.Adalah tugas kita sebagai generasi penerus bangsa, untuk melanjutkan semangat perjuangan – tak lagi melalui peperangan – tetapi membuktikan bahwa kita sebagai satu kesatuan, dapat membuat Indonesia diakui dan disegani di kancah internasional.

Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi, pola pikir masyarakat banyak yang dipengaruhi oleh budaya asing, yang terkadang tak sejalan dengan ideologi bangsa. Budaya kita seolah luntur terbawa arus globalisasi. Ironis, karena setelah 3,5 abad lamanya berada di bawah pengaruh budaya asing, hanya memerlukan 68 tahun bagi kita sebagai generasi penerus untuk kembali terlena dengan kultur yang setengah mati berusaha dilepaskan oleh para pejuang kemerdekaan. Kita memang telah berstatus merdeka, tapi apakah kita sudah mandiri? Kemana akan kita bawa peradaban bangsa ini di masa yang akan datang?

Penyebaran budaya asing yang semakin banyak mengikis nilai-nilai budaya daerah harus diperhatikan oleh para intelektual muda, sehingga apa yang menjadi tradisi dan kekhasan suatu daerah akan tetap ada – kejayaan di masa lalu menjadi sejarah yang bisa dibanggakan dan dijadikan pelajaran oleh generasi penerusnya kelak. Bukan berarti kita lantas harus bersikap konservatif tanpa menerima nilai budaya yang berbeda, berideologi lokal berarti menjadikan nilai-nilai budaya kita sebagai filter dalam menerima nilai budaya asing. Berkearifan lokal juga memiliki arti bersikap terbuka dan terus menerima masukan dari budaya mana pun, dalam rangka memperkaya serta mengaktualisasikan nilai-nilai budaya lokal.

Marilah bersama-sama menyandang identitas: manusia Indonesia modern berciri lokal. Selain menjamin rasa nasionalis, identitas yang jelas akan memberikan rasa percaya diri untuk memperkenalkan partikularitas yang melekat kuat pada tradisi bangsa ke dalam pergaulan internasional, yang akan memberikan Indonesia sebuah kharisma dan nilai khusus di mata dunia. Di tengah kemajuan teknologi ini, tetaplah berkarya tanpa meninggalkan nilai-nilai yang terkandung dalam unsur kebudayaan kita, sehingga budaya kita turut berkembang pesat bersama kemajuan teknologi dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun