[caption id="attachment_289148" align="aligncenter" width="431" caption="(hiruk-pikuk.blogspot.com)"][/caption]
TVRI di ujung kematian. Usia saluran televisi pertama di Indonesia yang terbentuk sejak 24 Agustus 1962 tersebut ditengarai tersisa satu bulan. Demikian diberitakan oleh satu media online yang sempat saya baca. Usai membaca berita pendek dengan panjang 189 kata tersebut, pikiran saya pun terbang jauh meninggalkan ruang-waktu raga saya. Ya, pikiran saya kembali pada kenangan puluhan tahun silam, di awal-awal 1980-an, ketika TVRI merupakan satu-satunya saluran televisi di Indonesia.
Ya, TVRI adalah rumah kenangan saya. Dari monitor TV berukuran 14 inci dan masih dua warna (hitam-putih), TVRI seperti jendela luas yang menyajikan banyak warna.
Pikiran saya berkelebat dengan liarnya. Meloncat-loncat dengan riangnya. Singgah dari satu acara ke acara TVRI lainnya. Pikiran saya menapaktilasi beberapa program favorit saya.
Sebagai orang desa saya senang menonton acara Dari Desa ke Desa. Tayangan ini membedah desa-desa berdaya dan bergairah dalam pembangunan. Pencapaian suatu desa dan masyarakatnya ditampilkan dan diulas untuk menginspirasi desa-desa lainnya. Acara sejenis dan masih tentang desa-desa yang terus membangun, TVRI juga memiliki tayangan Pelangi Desa dan Salam dari Desa.Tentu saja yang tidak kalah serunya adalah lomba cerdas-cermat ala petani-petani kita yang dikemas dalam lomba Kelompencapir (kelompok pendengar, pembicara, dan pirsawan).
[caption id="attachment_289146" align="aligncenter" width="611" caption="(globaltvindonesia.wikia.com)"]
Untuk tayangan olahraga, siapa pun yang telah mengenal TVRI waktu itu tentu akan terkesan dengan program acara olahraga di hari Minggu, Dari Gelanggang ke Gelanggang. Rangkuman kegiatan olahraga di tanah air selama seminggu tersaji dalam acara tersebut. Beragam jenis olahraga ditampilkan dari tinju, bulu tangakis, dan yang paling saya tunggu-tunggu adalah kilas pertandingan-pertandingan Liga Perserikatan (sekarang Liga Indonesia) dan Liga Galatama (sekarang ditiadakan). Tayangan olahraga lainnya adalah Arena dan Juara dan Monitor Olahraga. Ada dua nama yang saya paling ingat bila mengenang acara olahraga d TVRI yakni Sambas dan Max Sopacua.
TVRI seperti memahami kebutuhan seluruh lapisan masyarakat Indonesia kala itu. Dengan lama siaran setiap hari yang tidak terlalu panjang, mulai siaran sekitar pukul 16-17 sore hinggasekitar pukul 23 malam, beragam acara disuguhkan untuk masyarakat. Penggemar drama dapat menikmati serial Losmen, yang suka musik akan setia menanti Aneka Ria Safari atau pun Kamera Ria, yang hobi film-film aksi impor ada Charlies’ Angels, Remington Steele, atau Return to Eden. Bahkan tersedia juga tayangan horor yang mencekam lewatFriday 13th.
Tentang drama dan tayangan serial film di TVRI bagi saya merupakan tayangan terbaik sepanjang sejarah pertelevisian di Indonesia. Tayangan-tayangan drama saat itu sungguh sangat mendidik.Rumah Masa Depan, Keluarga Cemara, dan juga serial yang diimpor dari luar seperti Oshin dan Little House on the Prairie adalah tayangan yang anggun dan mengajarkan semangat dan keberanian dalam hidup.
[caption id="attachment_289149" align="aligncenter" width="450" caption="(lapanpuluhan.blogspot.com)"]
Pada Sabtu malam dan esok harinya, di hari Minggu, adalah waktu yang saya tunggu-tunggu. Sebagai penggemar film-film Indonesia populer saat itu, saya jarang melewatkan film-film Indonesia kelas bioskop dalam acara Film Cerita Akhir Pekan. Acaranya setelah Berita Terakhir, sekitar pukul 23 atau sekitar pukul 24. Nah, besoknya, meski malamnya begadang nonton Film Cerita Akhir Pekan itu, harus tetap bangun pagi karena Si Unyil bersama kawan-kawannya (Ucrit, Usro, dan Melanie) yang juga cuman tayang sekali seminggu tidak boleh terlewatkan.
Kenapa TVRI Terancam Bubar?
Saya harus membaca dua kali berita pendek dari suatu media online tersebut untuk mengetahui penyebabnya dengan jelas. Ternyata, penyebabnya adalah perseteruan antara Komisi I DPR RI dengan Dewan Pengawas TVRI. Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi berseteru dengan Dewan Pengawas TVRI. Dampak dari perseteruan tersebut Komisi I kemudian menunda mencairkan anggaran operasional siaran Rp1,3 triliun milik TVRI. Meski TVRI masih memiliki dana biaya operasional siaran Rp35 miliar tetapi uang sebesar itu diperkirakan hanya cukup untuk satu bulan.
Sebenarnya perseteruan kedua institusi ini tidak harus berlarut-larut hingga merugikan satu sama lain. Mereka-mereka di Dewan Pengawas TVRI tentu memahami cara berkomunikasi yang baik. Toh, mereka duduk di Dewan Pengawas tentu sudah berbekal ilmu komunikasi layaknya orang-orang yang bekerja di media. Begitu pula dengan yang terhormat para anggota Komisi I DPR RI. Mereka tentu orang-orang terpilih mewakili fraksi masing-masing karena memiliki pengetahuan akan media dan komunikasi. Lalu, kenapa komunikasi kedua institusi ini seperti tidak berlangsung baik sehingga melahirkan aksi boikot anggaran?
[caption id="attachment_289150" align="aligncenter" width="480" caption="(digplanet.com)"]
Kedua belah pihak seharusnya mengedepankan komunikasi yang baik bukannya saling menjatuhkan. Boikot anggaran yang dilakukan Komisi I boleh jadi bukan sepenuhnya karena arogansi para anggota Komisi I tetapi juga karena adanya sikap egoisme dari Dewan Pengawas TVRI. Masalahnya, jika Komisi I terus mengedepankan sikap arogan dan Dewan Pengawas juga tidak melunakkan egonya maka tamat sudah TVRI. Kalau akhirnya TVRI bubar tentu bukan Komisi I dan Dewan Pengawas yang rugi tetapi masyarakat yang selama ini memanfaatkan layanan informasi TVRI.
Pelajaran dari ABC Australia
Dalam beberapa kesempatan berbincang tentang saluran televisi dengan warga Australia, mereka pada umumnya sangat bangga memiliki Australian Broadcasting Corporation (ABC), saluran televisi resmi milik pemerintah Australia yang didirikan pada 1 Juli 1932. Saya pada sedikit kesempatan menanyakan kepada beberapa teman warga Australia perihal ABC. Ternyata, hampir semua merespons positif dan merasa bangga memiliki ABC. Bahkan, sebagian yang lain memberikan jawaban yang menurut saya “ekstrim” dengan menyebut saluran televisi yang lainnya tidak lebih dari “rubbish”. Tentu penilaian dan cap mereka tentang saluran televisi “sampah” dan “bukan sampah” berdasarkan konten dan kualitas program.
Pemerintah Australia memang membangun televisi nasional dengan baik. Pengembangan program dan kualitas siaran terus dilakukan. Terakhir pada 2010 lalu ABC resmi merilis satu saluran yakni ABC News 24, saluran yang khusus menyajikan berita-berita sepanjang 24 jam. Kehadiran ABC News 24 melengkapi empat saluran sebelumnya yakni ABC1 yang banyak menayangkan seri ilmu pengetahuan/dokumenter dan juga siaran langsung debat di parlemen tingkat Federal, ABC2 dan ABC4 untuk tayangan anak-anak lima tahun ke bawah, dan ABC3 lebih pada program usia remaja. Untuk ABC2, ABC3,dan ABC4 meski programnya adalah film-film anak-anak atau pun permainan kuis tetapi program-program tersebut tetap dikemas dengan niat terselubung yakni pendidikan.
Saya kadang membayangkan, suatu kelak TVRI pun memiliki saluran khusus untuk tayangan anak-anak, misalnya. Selama ini, anak-anak kita di Indonesia selalu masuk jebakan sinetron-sinetron yang dimainkan anak-anak. Sinetron yang seolah-olah merupakan tayangan anak-anak meski bila mencermatinya dengan seksama ternyata konten tayangan tersebut untuk orang dewasa.
Paragraf terakhir di atas mungkin harapan yang terlalu besar untuk TVRI yang sedang dilanda kemelut seperti sekarang ini.Baiklah, saya tidak ingin terlalu membebani TVRI. Namun, izinkan saya untuk mengajukan harapan yang satu ini: tetaplah bertahan TVRI karena tidak ada yang lebih memilukan dari kematian sebuah kenangan.
Brunswick, 9 Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H