Seperti hari-hari Senin lainnya, Senin pagi ini 280 siswa Moreland Primary School (MPS) berkumpul di hall. Mereka mengikuti acara semacam upacara bendera. Acara yang diisi dengan beberapa agenda seperti pengumuman program sekolah dan pengumuman para siswa penerima awards mingguan.
Namun, ada yang berbeda pada Senin (17/3) kali ini. Para siswa tersebut berseragam aneka kostum. Hanya sebagian siswa yang tetap berseragam resmi sekolah biru-kuning. Sebagian besar berpakaian bebas yang mencirikan negara asal masing-masing. Siswa asal Jepang memakai kimono, dari India memakai sari, dan Indonesia dengan khas batiknya. Sebagian siswa lainnya berpakaian berdasarkan warna bendera negara mereka masing-masing lengkap dengan atribut yang menunjukkan identitas negaranya tersebut.
Puncak acara ketika pada layar LCD seukuran kurang lebih 2X2 meter menampilkan video para siswa yang menyapa dan mengungkapkan kegembiraan mereka di Harmony Day. Ya, hari ini para siswa tersebut menyambut Harmony Day. Siswa yang ditampilkan di video berdurasi sekitar lima-tujuh menit menyampaikan asal negara mereka atau asal negara orangtua mereka.
Sepintas acara semacam ini sangat sederhana. Tetapi bila ditelisik lebih dalam maka ada makna besar dibalik acara-acara seperti ini. Apa maknanya? Para siswa setidaknya sejak di usia dini telah memahami keberagaman dalam sebuah masyarakat. Bahwa mereka tetap bisa hidup dalam harmoni sekali pun berasal dari negara, kebudayaan, dan latar belakang agama yang berbeda.
Negara asal yang berbeda serta segala macam latar belakang sosial dan budaya yang beragam bukanlah halangan untuk bekerja sama dan hidup rukun. Sebaliknya, keberagaman akan menciptakan kekayaan batin dan kehidupan yang saling menghargai.
Di MPS sendiri, sebagaimana data yang tercantum dalam website resmi sekolah tersebut, ke-280 siswa tersebut berasal dari 19 negara dengan kurang lebih 23 bahasa ibu. Dari data ini saja sudah menunjukkan betapa sekolah negeri yang terletak 9 kilometer di Utara Kota Melbourne tersebut sangat multi-budaya.
Apakah Harmony Day?
Harmony Day di Australia pertama kali diadakan pada 1999 yang dimaksudkan untukmenunjukkan bahwa masyarakat Australia yang memiliki banyak keragaman dapat bersatu padu dalam sistem sosial yang kohesif dan inklusif. Kegiatan Harmony Day diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 21 Maret yang juga bertepatan dengan Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia.
Pada setiap penyelenggaraan Harmony Day, seluruh lapisan masyarakat di Australia dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan bahasa berbaur dalam banyak kegiatan. Mereka menyatu untuk menguatkan semboyan Australia sebagai negara multikultur. Berbagai rangkaian kegiatan tersebut akan berlangsung selama kurang lebih satu minggu dan puncak acara pada 21 Maret.Karena berlangsung seminggu sehingga juga populer dengan istilah Cultural Diversity Week.
Kelompok-kelompok komunitas, organisasi olahraga, pemerintah kota setempat, dan sekolah-sekolah semua berpartisipasi dengan menggelar beragam acara. Mulai dari acara festival, panggung hiburan, tarian, film hingga menikmati sajian makanan dan minuman dari berbagai kebudayaan. Khusus untuk acara di sekolah selain para siswa berseragam berdasarkan asal negara dan busana budaya masing-masing, mereka juga mendapatkan pelajaran tentang keberagaman budaya yang dikemas dalam event sepertimusik, tarian, dan olahraga.
[caption id="attachment_299553" align="aligncenter" width="410" caption="teachershub.com.au"]
Jika melihat keseharian masyarakat Australia memang sangat jelas keragaman tersebut. Begitu keluar ke jalan-jalan pasti akan bertemu dengan banyak orang dengan ciri fisik yang berbeda dan tentu saja budaya dan bahasa yang berbeda pula. Nah, keragaman tersebut diperkuat oleh data hasil Sensus Penduduk Australia 2011 (Australian Bureau of Statistics website) yang menyebutkan sekitar 45 persen penduduk Australia lahir di luar Australia. Artinya, hampir sebagian besar penduduk Australia pendatang dari luar Australia. Penduduk Australia diperkirakan berasal dari kurang lebih 200 negara berbeda dengan lebih dari 300 bahasa, serta terdapat sekitar 60 bahasa asli setempat (Aborigin).
Brunswick, 17 Maret 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H