Wacana harga rokok di Indonesia yang naik hingga menjadi Rp 50.000 per bungkus menguat. Bahkan, Ketua DPR RI, Ade Komarudin mendukung wacana ini karena akan membantu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tetapi tidak sedikit wacana ini mendapat kritikan dan penolakan dari berbagai kalangan.
Salah satunya adalah Mukhamad Misbakhun, anggota Komisi XI DPR RI, yang tidak lain merupakan anak buah dari ketua DPR-RI, Ade Komaruddin. Politisi Partai Golkar tersebut mengingatkan Pemerintah agar berhati-hati dalam menyikapi wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkusnya. Pasalnya, bisa saja isu tersebut ditunggangi oleh kepentingan asing yang memiliki tujuan tertentu.
Sementara, salah satu produsen rokok nasional, PT HM Sampoerna Tbk, menilai rencana kenaikan cukai rokok harus dipertimbangkan secara menyeluruh. aspek yang perlu diperhatikan sebelum menaikkan cukai rokok adalah semua mata rantai industri tembakau yang meliputi petani, pekerja, pabrik, pedagang, hingga konsumen. Alasan yang mendasari hal tersebut karena kebijakan cukai yang terlalu tinggi akan mendorong naiknya harga rokok menjadi mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat.
Menurut penulis, wacana seperti diatas justru akan menimbulkan masalah baru dikalangan masyarakat. Bagaimana tidak? Mendengar wacana harga rokok akan naik, sebagian pecandu rokok sudah berani membandingkan harga rokok yang menurut wacana akan menjadi rata-rata 50.000 dengan harga ganja, sabu dan barang berbahaya lainnya. Reaksi yang seperti ini harus menjadi pertimbangan pemerintah agar mengkaji kembali rencana tersebut. Kalau tidak, maka dikhawatirkan reaksi tersebut akan menjadi kenyataan, sehingga pada akhirnya bukan menyelesaikan masalah tetapi hanya akan menambah masalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H