Ketika berbicara mengenai penerbitan sebuah buku, maka tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai ISBN dan alternatifnya, yaitu QR-CBN. Hal ini berkaitan dengan usaha dalam mengidentifikasi setiap buku yang diterbitkan sebagai publikasi dan karya yang unik hingga terlindungi secara legal dan hak cipta. Lantas, apa itu ISBN dan QR-CBN? Mengapa ada dua cara identifikasi buku tersebut di Indonesia? Apakah keduanya dapat dimanfaatkan dengan efektif, saling melengkapi, atau justru tidak berguna dan berujung saling tumpang tindih? Bagaimana sikap yang sepatutnya dalam memanfaatkan dua sistem identifikasi buku tersebut?
ISBN atau International Standard Book Number adalah sistem identifikasi buku-buku berbasis urutan nomor yang dipublikasikan secara komersial dan diatur secara internasional. ISBN diatur oleh The International ISBN Agency yang berkedudukan di Berlin, Jerman. Setiap buku yang terdaftar dalam ISBN pada awalnya terdiri dari 10 digit nomor, tetapi kemudian berkembang menjadi 13 digit. Pada dasarnya, ISBN sendiri tidak mencakup perlindungan hukum maupun hak cipta. Akan tetapi, beberapa negara turut menggunakan ISBN sebagai bukti legalitas atas suatu buku terbitan. ISBN tidak hanya mencakup buku, tetapi juga publikasi monografik berbasis teks lainnya. Di Indonesia, penerbitan ISBN kembali diatur oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).Â
Permasalahan mulai muncul ketika setiap negara memiliki "kuota" tersendiri untuk mengidentifikasi buku-buku yang dipublikasikan di negara tersebut dalam suatu periode, termasuk Indonesia. Dalam dua periode terakhir (1986-2003), (2003-2018), Indonesia mendapatkan satu juta kuota ISBN per periode. Di periode ketiga yang sedang berjalan ini, kuota ISBN untuk Indonesia sudah tersisa 300.000 dari 1.000.000 kuota. Hal ini menandakan adanya penggunaan ISBN untuk buku-buku yang tidak seharusnya mendapatkan ISBN. Indonesia pun mendapatkan peringatan dari The International ISBN Agency dan berimbas kepada pengetatan pendaftaran buku-buku untuk mendapatkan ISBN.Â
Jika ditarik ke belakang, ISBN memang menjadi semacam standar tersendiri bagi publikasi, terlebih di kalangan akademisi. Buku yang terdaftar ISBN dinilai lebih baik dan lebih diakui sejak dianggap "berstandar internasional". Beberapa oknum penerbit pun melihat ini sebagai kesempatan untuk menawarkan publikasi buku dengan layanan pendaftaran ISBN, tanpa melihat isi dari buku tersebut. Padahal, pendaftaran ISBN hanya untuk identifikasi semata, bukan melihat kualitas dari buku tersebut secara mendalam. Hal ini berbeda dengan publikasi dalam bentuk  jurnal yang memang terstandar melalui akreditasi SINTA, GARUDA, hingga Scopus, meskipun masih memiliki kendala tersendiri. Selain itu, buku terdaftar ISBN juga lebih diakui dalam laporan administrasi dosen. Dalam laporan kinerja dosen di bagian publikasi, buku yang diakui harus memiliki ISBN, terutama buku-buku ilmiah, baik buku referensi, buku monograf, hingga book chapter.Â
Untuk membatasi penggunaan ISBN secara berlebihan tanpa menyurutkan minat masyarakat dalam menulis, QR-CBN (Quick Response - Code Book Number) hadir sebagai alternatif identifikasi buku di Indonesia. Sesuai dengan namanya, sistem identifikasi buku ini berbasis kode QR (quick response). Kode ini dapat dipindai secara lansung melalui aplikasi pemindai dan akan memunculkan informasi seputar buku secara cepat. Meskipun demikian, QR-CBN juga menggunakan urutan nomor. Tidak seperti pendaftaran ISBN yang membutuhkan waktu beberapa minggu hingga berbulan, pendaftaran QR-CBN cukup cepat hingga terhitung beberapa menit. Pada saat ini, kehadiran ISBN dan QR-CBN sebagai alternatif masih menimbulkan kebingungan bagi para penulis buku untuk menerbitkan dan mendaftarkan bukunya secara legal. Dengan kata lain, ISBN berlaku untuk identifikasi penerbitan buku secara internasional dengan kriteria tertentu, sementara QR-CBN masih berlaku dalam ranah nasional.
Di sisi lain, QR-CBN belum terlalu diakui atau diminati oleh para penulis buku. Selain dianggap kalah gengsi, QR-CBN juga belum memiliki pengakuan yang setara dengan ISBN dalam administasi, seperti dalam laporan kinerja dosen. Oleh karena itu, QR-CBN lebih digunakan untuk publikasi buku yang tidak memenuhi kriteria ISBN, seperti buku yang diterbitkan secara terbatas maupun buku hasil luaran di kegiatan sekolah/perguruan tinggi.
Adanya ISBN dan QR-CBN sepatutnya tidak mengurangi minat dan semangat para penulis dalam menerbitkan bukunya. Perbedaan antara keduanya semata-mata untuk memfasilitasi legalitas buku yang diterbitkan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis seharusnya tetap bersemangat untuk berkarya dan menerbitkan hasil bukunya. Harapan yang perlu diperjuangan ke depannya adalah hak, pengakuan, dan perlindungan yang sama antara buku yang terdaftar ISBN maupun QR-CBN. Penjualan buku yang terdaftar QR-CBN harus tetap memiliki aturan royalti yang kuat dan adil bagi penulisnya. Buku terdaftar QR-CBN tetap dapat diakui sebagai karya penulis yang berprofesi sebagai pengajar atau akademisi dalam berbagai laporan administasi. Buku-buku yang terdaftar QR-CBN pun diakui sebagai buku yang patut dibaca. Dengan demikian, baik penulis maupun penerbit harus dan tetap berfokus untuk menghasilkan buku-buku yang berkualitas.Â
Daftar Pustaka
"What is an ISBN?". The International ISBN Agency. Diakses pada tanggal 8 November 2024 melalui https://www.isbn-international.org/content/what-isbn/10.
Sekretariat. "ISBN Bukan untuk Gensi". IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia). Diakses pada tanggal 8 November 2024 melalui https://www.ikapi.org/2022/07/14/isbn-bukan-untuk-gengsi/.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H