Ketika mendengar nama Ulil Abshar Abdallah, selanjutnya ditulis Ulil, seketika kita membuka memori fatwa mati terhadapnya. Fatwa sepihak itu dikeluarkan oleh para pemuka agama Islam di berbagai daerah. Maksud fatwa sepihak adalah mereka tidak melakukan dialog interaktif dengan Ulil atas tulisannya yang dimuat Kompas. Gagasan-gagasan Ulil tentang islamic studies memang tergolong kritis dan humanis. Ulil melakukan dekonstruksi terhadap pemahaman keagamaan yang selama ini banyak dipahami umat Islam Indonesia. Umat Islam Indonesia memang masih belum dewasa ketika terdapat golongan yang berbeda pendapat dengan sesuatu yang mereka pahami. Padahal perbedaan penafsiran dan pemahan atas ajaran agama itu sesuatu yang wajar dalam historis-sosiologis agama Islam. Untuk mengembangkan pemikirannya itu, Ulil berserta teman-temannya membentuk komunitas yang mengusung nilai-nilai universal Islam. Ulil justru memberikan warna bagi Islam Indonesia yang mulai terkontaminasi oleh Arabisasi dan Wahabisme. Di sisi lain, saya akui, Ulil memang terlalu mendewakan (keilmuan) Barat, dan terkadang terlalu ambisius dalam mengungkapkan gagasannya. Kendati demikian, Ulil telah memberikan penafsiran lain atas sesuatu yang selama ini dipahami kebanyakan umat Islam. Namun, setidaknya Ulil dan teman-teman JIL memberikan warna dalam wacana dan pemahaman keislaman di Indonesia. Secara historis, Islam mengarjarkan perbedaan pendapat dan beragam tafsir. Jadi, jangan menganggap sesuatu yang kita yakini adalah sesuatu yang paling benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H