Mohon tunggu...
Ahmad Suhendra
Ahmad Suhendra Mohon Tunggu... Santri -

Lahir di Bogor, Pesantren di Bekasi, Kuliah di Yogyakarta dan Tinggal di Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mempersiapkan Jiwa Sosial

29 November 2013   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:31 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Majalah Bakti, No. 268-THXX-Oktober 2013

Mempersiapkan Jiwa Sosial

Oleh Ahmad Suhendra*

Idul Adha menjadi momentum pelaksanaan ibadah haji (rukun Islam yang terakhir) dan berkurban. Sehingga idul Adha juga disebut sebagai bulan haji dan Idul Qurban. Kedua ibadah itu kumpul dalam bulan yang bersamaan. Hal ini menggambarkan perlu adanya keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial.

Secara filosofis, berkurban memberikan anjuran kepada kita untuk merelakan hal-hal keduniawiaan. Bentuknya berupa pengorbanan untuk kemaslahatan umum dan berkorban di jalan Allah swt. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam berkurban adalah untuk senantiasa berjiwa sosial. Peduli dan empati terhadap kehidupan sekitar, serta membantu keluarga terdekat dan tetangga dalam keseusahan adalah yang ditekankan oleh Islam dalam hal ini.

Menurut M. Quraish Shihab (2013), dalam salah satu Koran nasional, mengatakan bahwa terkandung dua hikmah dalam berkurban. Pertama, jangan pernah memperhitungkan sesuatu, jika bertujuan pada nilai-nilai Ilahi. Kedua, jangan sekali-kali melecehkan manusia, jangan sekali-kali mengambil hak-hak manusia karena manusia itu makhluk agung yang sangat dikasihi Allah.

Jika kita lihat, Nabi Ibrahim as menanti kehadiran seorang anak dengan waktu yang cukup lama sekali. Tapi setelah Beliau dkarunia anak, Nabi Ismail as, Allah memerintahkan untuk mengorbankannya. Dengan penuh keikhlasan dan kesabaran Nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah Allah itu yang datang melalui mimpinya sebanyak tiga kali. Sebagai sebuah bentuk ketaatan dan kecintaan beliau kepada Allah swt. Tapi, ternyata dari kesabaran dan keikhlasan itu membuahkan kenikmatan yang tak disangka-sangka. Allah menggantikan anaknya, nabi Ismail as, dengan biri-biri (sejenis domba).

Dengan demikian, dalam menjalankan hidup ini harus dengan penuh pengorbanan. Berkorban untuk keluarga, berkorban untuk agama dan berkorban untuk bangsa serta negara. Secara hukum alamiah, tidak ada hidup yang instan; hidup nyaman dan tentram tanpa ada yang dikorbankan.

Berkorban untuk bangsa dan negara adalah menghindari dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan rakyat (kecil). Menegakkan keadilan dalam hal apapun, tidak condong pada mereka yang lebih memiliki jabatan atau kekayaan, sedangkan yang satunya lagi hanya orang yang tak punya.

Oleh sebab itu, untuk menjadi bangsa yang besar dan berkarkater diperlukan jiwa yang besar dan erjiwa sosial yang tinggi. menunaikan ibadah haji adalah rukun Islam yang perlu dilaksanakan bagi kaum muslimin dan muslimat yang mampu. Tidak serta merta karena mampu berangkat setiap tahun. Bahkan, Islam dan para salaf al-shalih sudah memberikan contoh untuk melihat disekeliling sebelum berangkat haji. Apakah artinya kita beribadah haji, sedangkan masih ada saudara dan tetangga terdekat kita yang masih kelaparan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun