Mohon tunggu...
Ahmad Suhaemi
Ahmad Suhaemi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Bogor Raya

Ahmad Suhaemi, lahir di Bogor, 20 Januari 2004. Dia terlahir dari keluarga sederhana penyimpan sejuta makna tentang kehidupan. Menyukai dunia sastra sedari dia kecil, hanya saja baru mulai berkembang pada awal pandemi menjamah negeri. Penulis saat ini berstatus aktif sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Muhammadiyah Bogor Raya. Hasil karya tulisnya telah termuat dalam beberapa buku di antaranya, Buku Solo: Sajak Asmaraloka – Puisi (2020) dan Sesal – Novel (2022), Buku Kolaborasi dengan Siska Saidi: Ada Cinta di Putih Abu-Abu – Novel (2021), dan beberapa Buku Antologi: Aksara dalam Tarian Pena (2022), Kugenggam Prahara Inginmu (2022), Puzzle (Kepingan Kata Penuh Makna) (2022), Untukmu Lintang Semesta (2022), Penyambung Napas Bangsa (2023), Sebait Doa Untukmu (2023), King and Queen of LSP 2023 (2023), Aksara Cinta (2023), Tidak Sehaum Mawar dan Sekumpulan Cerpen Lainnya (2023), Gadis Penjaja Tisu (2024) dan lainnya. Kalian juga bisa lebih jauh mengenal penulis dengan mendatangi beberapa akun sosial medianya, antara lain: Fb: Ahmad Suhaemi Ig: @ahmadshmii20_ Wp: @shmiiahmd20

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mentari di Balik Awan

17 Desember 2024   22:35 Diperbarui: 17 Desember 2024   22:43 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Ahmad Suhaemi 

- Maret, 2020.

Mentari mulai menawarkan kehangatannya di hamparan cakrawala. Kicauan burung terdengar begitu syahdu di atas pepohonan dan tiang-tiang listrik. Suasana jalanan di sekitarnya begitu sepi seperti tanpa penghidupan, padahal kampung tersebut begitu padat penduduk, terlihat dari deretan rumah para warga di sana. Semua itu terjadi karena imbauan pemerintah yang mengharuskan agar masyarakat untuk tetap berada di rumah.

Semenjak kabar tersiar mengenai penyebaran virus corona atau sering dikenal dengan istilah Covid-19 yang terjadi begitu tinggi di Indonesia, kondisi kampung dengan nama Kampung Cisaranten itu menjadi tidak seperti biasa yang selalu riuh, perekonomian masyarakatnya pun seakan lumpuh. Banyak orang yang memilih banting setir atas pekerjaannya untuk melanjutkan kehidupan.

Keluarga Baskara adalah salah satu keluarga kecil yang tinggal di kampung tersebut. Pernikahan Baskara dengan Siska sudah berjalan lima belas tahun dan dikaruniai dua orang anak. Penyebaran virus tersebut membuat lelaki yang akrab disapa Bas itu harus kehilangan pekerjaan. Sebelumnya, dia bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik yang berada di pusat kota.

Akibat dari kehilangan pekerjaan, Baskara dan keluarganya menjadi hidup dalam serba kesusahan. Segala cara sudah dia lakukan agar mampu membeli beras dan lauk-pauk untuk keluarganya makan, termasuk menjual barang-barang yang amat penting di hidupnya seperti, mas kawin, jam tangan bermerek, bahkan ponselnya.

Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh. Selepas memakan sepotong roti sebagai sarapan di meja makan, Dirga yang merupakan anak pertama Baskara itu merogoh ponsel dalam sakunya seraya beranjak juga melangkah tidak tentu arah. Sebenarnya, perut Dirga masih terasa lapar karena sepotong roti tentu tidak dapat membuatnya kenyang, hanya saja dia lagi-lagi harus bersyukur karena ibunya masih bisa membeli satu buah roti untuk dibagi dua sebagai sarapan dia dan Resya, adiknya.

"Duh, ini hp kenapa mati? Perasaan sering banget mati tiba-tiba gini," ucap Dirga pada diri sendiri, seketika pandangannya melihat sang ayah yang sedang duduk di tempat yang tidak jauh dari posisinya sekarang.

"Ayah ... ini hp Dirga sering mati saat digunakan, kenapa, Yah? Terus, suka kesel kalau mati pas lagi belajar daring gitu. Dirga pengen ganti hp yang baru boleh, nggak, Yah?" pinta anak lelaki bertubuh tinggi dengan badan yang sedikit kurus itu sambil berjalan ke arah sang ayah. Dia pun menyodorkan ponsel yang di genggamannya.

Ayahnya yang sedari tadi duduk termenung beralas tikar di ruang keluarga dengan hanya ditemani segelas kopi itu, merasa jengkel dengan ucapan Dirga. "Kamu ini masih pagi begini sudah nambah pikiran ayah saja. Boro-boro buat beliin kamu hp yang baru, buat makan sekarang saja kita susah, mikir atuh!"

"Masih untung kita dapat bertahan hidup juga, Dirga," sambung Baskara dengan nada yang sedikit tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun