Mohon tunggu...
Ahmad Subagyo
Ahmad Subagyo Mohon Tunggu... -

sang pewarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suara Orang Luar PKS

15 Mei 2013   21:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:31 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti yang telah saya duga sebelumnya, dua tulisan saya PKS BUKAN PARTAI DAKWAH dan BUAT ANTUM SAUDARAKU DI PKS, mendapat tanggapan. Saya merasa bersyukur. Tulisan saya ditanggapi secara produktif, dengan tanggapan berupa tulisan juga. Bukankah hal ini sesuatu yang positif?. Sebagai forum jurnalis warga, Kompasiana mendorong para kompasioner untuk produktif menulis. Tidak sekedar memberi komentar di kolom bawah. Ini kritik saya juga. Ada kompasioner baru, yang rajin sekali menimpali artikel dengan komentar, tetapi tidak ada satupun tulisan dirinya yang pernah dipublish. Ngomong banyak, kerja nol. Kepada dua rekan yang memberi tanggapan atas tulisan saya, terima kasih.

Sebelum saya memberi tanggapan balik atas dua rekan tersebut, saya akan jelakan terlebih dahulu latar belakang dan posisi saya dan tulisan saya. Sehingga kompasioner tidak semata membaca tulisan saya, tetapi juga bisa memahami latar belakangnya.

Tidak satu patah katapun, dalam dua tulisan saya sebelumnya yang menyatakan bahwa tulisan tersebut berisi kebenaran, atau bahkan kebenaran mutlak. Karena kebenaran bukan milik saya. Tulisan tersebut sifatnya subyektif. Pendapat saya. Opini saya. Mungkin lebih banyak salahnya daripada benarnya. Jika demikian, penilaian kembali ke pembaca dan rekan-rekan Kompasioner. Jika berguna, ambil. Jika tidak berguna, bunglah ke tempat sampah. Selesai. Apakah tulisan saya berisi fakta, karangan, fitnah, membuka aib, atau apapun itu, semua diserahkan kepada pembaca untuk menilainya. Semua orang boleh mencacinya, boleh juga memujinya. Tetapi, hal itu tidak mengurangi sedikitpun, niat saya untuk menulis. Oleh karenanya pada tulisan saya pertama di paragraf terkahir, saya meminta maaf karena saya tidak memberi tanggapan dan respon apapun dari para rekan Kompasioner yang telah memberi komentar. Tidak memberikan pembelaan, tidak juga menyanggahnya. Tidak memberikan bara api baru, atau menutupnya dengan air. Mudah-mudahan konsistensi saya yang tidak memberi komentar baik di tulisan saya sendiri, maupun di tulisan rekan Kompasioner yang lain, bisa terjaga selalu. Ingatkan saya, jika saya melenceng dan tidak konsisten atas ucapan saya ini.Saya hanya akan memberi tanggapan balik, berupa tulisan.

Lahirnya dua tulisan saya , sudah pernah saya sampaikan sebelumnya. Setelah membaca artikel Kompasiana dua bulan terakhir di kanal politik, khususnya yang ada kaitannya dengan PKS. Mengapa PKS? Di partai inilah saya pernah dibesarkan, sejak masih bernama PK (Partai Keadilan). Kritik saya sebelum saya keluar dari PKS, kepada pimpinan dan elit PKS, terbukti setelah membaca komentar dan tulisan dari Kompasioner yang mengatasnamakan dirinya simpatisan PKS.

Indikasinya terlihat: (1) Anti kritik. Kelihatan pembelaan yang berlebihan, bersifat reaktif bahkan dengan dalih yang sering keluar dari topik artikel yang disorot. Situasi inilah yang saya hadapi dahulu di PKS. Kader dan pimpinan PKS, lebih melihat diri saya daripada isi kritik yang saya sampaikan. Kepada kader sendiri saja dapat berlaku seperti itu, apalagi orang lain. Kembali situasi ini saya temui dari para simpatisan PKS yang condong menyerang penulisnya daripada isi tulisan yang sedang dibahas;

(2) Memberi label pada orang lain. Meskipun tidak semua simpatisan, tetapi ada beberapa simpatisan PKS, dengan mudah memberi label: Dajal, kafir, non muslim, masuk neraka, tunggu adzab Allah, Komunis, Liberal dan lain sebaginya. Hal ini juga saya temui di dunia nyata. Saya dianggap sesat, diminta bertobat karena lancarkan kritik kepada guru. Bahkan ada komentar yang menurut saya tidak santun dilakukan oleh simpatisan PKS. Lalu ada yang memberi tanggapan, “siapa yang tidak santun. Baca komentar mereka. Lebih tidak santun lagi” Maksudnya mereka adalah pihak di luar PKS. Jika pihak lain melakukan adab yang tidak benar, apakah kita harus melakukan hal yang sama?. Saya sendiri tidak peduli dengan omongan pihak di luar PKS. Sudah kenyang saya merasakan itu langsung di dunia nyata. Apalagi dahulu saat pertama dakwah baru dilakukan di PK. Bukan hanya hinaan, tetapi juga teror. Dianggap teroris, mau mendirikan negara Islam, merusak Indonesia, ajaran sesat.Hampir, dahulu kader tidak mengubrisnya. Tetap bekerja. Dan buktikan dengan kerja. Akhirnya, sikap anti pati berubah menjadi simpati. Mungkin, para simpatisan PKS belum pernah merasakan apa yang pernah saya alami dahulu. Saya pernah tinggal enam bulan di rumah kontrakan mahasiswa. Disitu tinggal orang yang memusuhi saya. Bahkan ada yang mengancam mau membunuh.Saya datangi mereka, tinggal bersama mereka. Berdiskusi bersama, mengajak turun ke desa binaan. Akhirnya semua berbalik.Saya tidak mau berceramah soal dakwah atau partai dakwah di sini. Tapi tunjukan dengan sikap, dengan perbuatan, dengan komentar dan sanggahan. Apakah akan membuat musuh baru, atau mau menambah panjang jama’ah. Itu saja.

(3) Politik praktis. Perkiraan sayapun terbukti bahwa PKS yang diwakili oleh simpatisan di Kompasiana ini lebih tertarik dengan topik-topik politik. Itulah yang saya kritik di dunai nyata. Mengapa kita hanyut dan disibukan dengan urusan duniawi, dan urusan kekuasaan politik semata. Kenapa tidak berdakwah di kanal Green, Teknologi, Sosial Budaya, Olahraga, Hiburan atau lainnya. Kenapa sibuk mengurusi perdebatan politik, yang menurut saya tidak ada gunanya. Mungkin hanya memberi vote pada artikel Kesehatan, pastilah akan memberi kebahagiaan pada penulisnya. Meskipun kita sendiri tidak menguasai topik kesehatan itu.Bukankah perbuatan seperti ini akan menimbulkan sikap simpati kepada kita. Tanpa harus membawa embel-embel PKS. Dakwah jangan hanya sekedar omongan, tapi tunjukan dengan perbuatan. Sekecil apapun di forum seperti ini. Tetapi, sibuk mengurusi tema politik kekuasaan, menandakan bahwa orientasi PKS memang mengarah kesana. Seperti yang saya tulis sebelumnya.Slogan 3 Besar, apalagi kalau memang bukan untuk merebut kekuasan politik.

****

Saya akan tanggapi balik tulisan rekan Fathi Nashrullah dan rekan Adi Andriana

Terpaksa saya menggunakan kata “rekan”dan tidak lagi menggunakan istilah yang biasa digunakan di PKS.Khusus pada tulisan saya kedua disini, saya menggunakan kata ANTUM, SAUDARAKU. Dan beberapa kalimat untuk menunjukan kebersamaan saya menggunakan kata KITA. Tetapi rupanya saya salah duga,rekan Fathi Nashrullah memposisikan diri saya sebagai orang lain, orang luar. Dengan mengatakan ANDA (pada diri saya) dan kata KAMI (menunjukan mewakili PKS). Saya salah duga. Sebelumnya saya ingin mengatakan kepada simpatisan PKS bagian dari saudara saya, rupanya saya yang terlalu berlebihan.Saya dianggap orang luar, dengan menyebut ANDA dan KAMI, telah membuat batas. Saya jadi maklum saja. Tidak perlu saya harus jelaskan,dahulu saya hampir DO hanya untuk melakukan dakwah, berjalan puluhan kilometer jauhnya. Menggadaikan barang milik saya dari uang kiriman orangtua di kampung, hanya untuk menjalankan dakwah. Tapi, sudahlah. Saya tidak mau riya, dan merasa berjasa berjuang untuk PK dahulu.Sayapun tidak terlampau kaget. Dahulu, saat saya melakukan kritik langsung, sayapun ditunjuk dengan kasar, berubahlah kata “Antum” menjadi “Anda”, seperti yang rekan Fathi Nashrullah berikan pada diri saya. Jika begitu kehendaknya, telah memberi batas antara ANDA dan KAMI, maka saya akan memposisikan diri. Sebagai orang luar. Bisa dibaca di tulisan saya kali ini, saya tidak lagi menggunakan istilah, idiom yang biasa dipergunakan di lingkaran internal PKS. Karena saya adalah orang luar, saya pun akan memposisikan seperti itu. Saya lepaskan atribut dan idiom yang biasa saya gunakan sebelumnya.

Pertama kepada rekan Adi Andriana. Saya tidak menemukan sanggahan relevan atas tulisan saya. Sanggahan rekan Adi Andriana,berbeda konteks dan situasi.Ibarat kepala yang gatal, kaki yang digaruk. Saya tidak menyinggung sedikitpun model dakwah Rasulullah, mengapa harus mengajari saya soal dakwah Rasulullah. Sayapun tidak pernah menulis tentang gunung Uhud, menikah dengan seorang nasrani, apalagi menulis tentang sejarah menteri non muslim.Saya menulis bahwa PKS bukan lagi Partai Dakwah yang ditandai dengan perubahan AD/ART, rumusan hasil Munas II dan diterimanya caleg non Muslim. Terapi, banyak kader atau simpatisan yang belum tahu, dan masih menggunakan istilah Partai Dakwah. Ketika PKS menerima caleg non Muslim, dan ditanggapi oleh para Kompasioner, para simpatisan PKS tidak mampu menjawabnya.Kenapa tidak dijawab ringkas saja, bahwa PKS saat ini adalah Partai Terbuka hasil Munas II dan memperbolehkan caleg non Muslim masuk di dalamnya. Selesai sudah. Mengapa harus ditafsir lagi, bahwa partai terbuka itu adalah dakwah rahmatan lil-alamin. Saya menulis fakta, dari peristiwa Munas II PKS,kenapa dijawab dengan tafsir. Bahkan bercerita tentang menikah dengan seorang nasrani. Seharusnya rekan Adi Andriana, menyanggahnya dengan fakta juga. Misalnya, oh tidak benar. Karena Hasil Munas II tahun 2010 itu telah direvisi dalam Sidang Majelis Syura tanggal sekian tahun sekian dengan hasil seperti ini…

Demikian juga tulisan saya yang mengutip ucapan ustad Luthfi Hasan Ishaq,ustad Anis Matta dan Fahri Hamzah dalam Munas II itu. Sebagai dasar perubahan PKS dari Partai Dakwah menjadi Partai Terbuka.Mengapa dijawab dengan menafsirkan ucapan ustad Anis Matta?Padahal ustad Anis Matta tidak memberi catatan kaki atas ucapannya.Harusnya rekan Adi Andrana, menjawabnya juga dengan kutipan ucapan. Bisa aja menyebut bahwa saya memplintir ucapan ustad Anis Matta. Dengan menunjukan ucapan yang sebenarnya, tidak terpotong. Kecuali saya menulis pendapat saya bahwa Partai Terbuka itu salah. Dengan mengutip konsep dan sejarah partai Islam di Indonesia. Sanggahan rekan Adi Andrana, bisa relevan.Nyatanya saya mengutip ucapan ustad Anis Matta di Munas II, disanggah dengan jawaban yang tidak berhubungan dengan fakta, peristiwa itu.

Demikian juga tentang tulisan saya yang mewartakan sidang Majelis Syuro yang berakhir dengan kata sepakat melegal formalkan non muslim dalam keanggotaan/ kepengurusan PKS.Tulisan ini lebih kepada reportase dengan mengutip ucapan Mahfud Shiddiq. Reportase saya, disanggah dengan cerita strategi dakwah Rasulullah. Kapan saya menulis tentang strategi tertutup dan terbuka?.Saya menulis, bahwa Majelis Syuro menyepakati partai terbuka saat itu. Kalau mau saya tambahakan infonya: Pada Munas I di Bali pada Februari 2008, gagasan PKS sebagai Partai Terbuka sudah dikemukakan oleh Ustad Hilmi Aminudin dan Ustad Anis Matta. Tetapi tidak mendapat pesetujuan dari Majelis Syuro.Baru pada Munas II tahun 2010 disepakati. Jika ingin disanggah, berikan fakta juga, agar imbang.

Demikian juga tentangMunas yang diselenggarakan di Hotel The Ritz Carlton yang menghabiskan biaya 10 Miliar. Dijawab Islam tidak melarang seorang untuk kaya. Saya tidak menulis soal larang melarang, kaya atau miskin. Saya hanya ingin membandingkan dengan Kongres atau Munas Partai Islam lain, yang belum pernah menggunakan Hotel The Ritz Carlton dan menghabiskan biaya 10 Miliar. Ambilah perbandingan dengan partai politik lain yang sudah cukup tua seperti Golkar, PDIP dan PPP, juga tidak ada menyelenggarakan di Hotel The Ritz Carlton. Saya tidak menyinggung soal kaya miskin atau darimana uang itu berasal. Apakah biaya 10 Miliar itu wajar? Saya tidak pretensi untuk menilai. Biarkanlah pembaca dan Kompasioner yang menilai.

Sanggahan rekan Adi Andrana yang menafsirkan bahwa penggunaan Hotel The Ritz Carlton dan Hotel JW Marriot, sebagai langkah antisipatif PKS atas isyu teroris yang gencar dilakukan pemerintah Amerika. Menurut saya, masuk akal.Saya menafsirkan sebagai upaya petinggi PKS untuk mendapatkan restu Washingthon untuk suksesi kekuasaan. Pada bagian ini kita berbeda. Saya kira itu sah saja. Saya punya tafsir, rekan Adi Andriana punya tafsir juga. Karena kita tidak tahu maksud sesungguhnya dari petinggi PKS.

Tentang ikatan tali Islam dan tali Nasionalisme dalam tubuh PKS setelah Munas II, disanggah dengan contoh di zaman Rasulullah. Padahal saya menjelaskan tentang situasi PKS di Indonesia pada tahun 2010. Hubungan kontektualitas tidak bersambung sama sekali. Kata Islam dan Nasionalisme yang saya gunakan berkaitan dengan politik aliran di Indonesia sejak zama Kemerdekaan. Dan sejak Munas II, politik aliran (Islam) tidak berlaku lagi. Karena telah menjadipartai terbuka. Apakah ini pendapat saya? . Baik, saya kutipkan ucapan Ustad Anis Matta pada tanggal 23 Januari 2009 di PKSOnline bahwa era politik aliran sudah berakhir. Pernyataan ini diperkuat dengan ucapan Sekjen Zulkiflimansyah pada tanggal 30 Januari 2009, bahwa syariat Islam itu sudah agenda masa lalu. Saya tidak menulis pertentangan Islam dan Nasionalisme. Apalagi menulis tentang sejarah Rasulullah.

Secara umum, sanggahan rekan Adi Andrana tidak menjawab apapun pada tulisan saya. Hanya ada tulisan berisi opini yang menyanggah peristiwa atau fakta. Bahkan lepas dari kontektualitas peritiwa. Tapi, apapun itu saya menghargai dan berterima kasih kepada rekan Adi Andrana yang telah menyanggah tulisan saya.

****

Kedua kepada rekan Fathi Nashrullah. Tulisan kedua saya, murni pendapat dan opini saya. Pengalaman subyektifitas saya.Bisa saja pengalaman saya berbeda dengan pengalaman rekan Fathi Nasrullah. Sebagaimana pengalaman simpatisan PKS lain disini menuliskannya dalam bentuk artikel. Perbedaannya, jika yang lain termasuk rekan Fathi Nasrullah yang menceritakan sisi baik dan positif dari PKS, saya sebaliknya. Jika selama ini, PKS dicitrakan sebagai “malaikat” tanpa cacat, tanpa cela, tanpa kesalahan melalui komentar, tanggapan dan artikel yang ada. Saya kira itu hak masing-masing penulis. Begitupun sebaliknya, jika saya melihat dari pengalaman yang berbeda, itupun hak saya.Apakah tulisan saya ini berisi fitnah, membuka aib, saya serahkan saja ke masing-masing pembaca menilainya.

Tulisan itu adalah pendapat saya, mewakili diri saya sendiri. Meskipun saya selalu bekomunikasi dengan para ustadz yang dahulu membesarkan PKS dan kemudian keluar. Tetapi tulisan saya, tidak mewakili pikiran para guru itu. Hanya kami punya pikiran dan perasaan yang sama.

Pada beberapa sanggahan, saudara Fathi membenturkan pengalaman saya dengan pengalaman yang saudara Fathi alami. Tidak masalah. Saya memandang dari pengalaman saya, saudara Fathi pengalaman yang dialami. Hanya sebagian besar menyangga dengan ide, dan hal yang normatif. Padahal saya bicara bumi, saudara Fathi bicara langit.Saya ungkap apa yang terjadi, saudara Fathi menjawab apa yang seharusnya. Saya bicara perilaku, saudara Fathi bicara norma.

Saya menulis:[ Kesederhanaan bertukar menjadi kehidupan mewah, padahal saya paham betul dahulu masih pada miskin]disangah dengan jawaban [Masya Allah, tuduhan ini sebetulnya menyakitkan. Kami berdakwah hanya karena Allah].Saya menuduh? Apa perlu saya ungkap siapa saja petinggi PKS yang hidupnya mewah. Nanti jika saya sebutkan, rekan Fatin bisa saja mengelak seperti sanggahan rekan Adhi “memangnya petinggi PKS tidak boleh kaya”.

Saya menulis:[Mulai sering tidak hadir jika diundang mengisi dauroh di kampus dan pengajian dipelosok desa karena ’sibuk’. Tak lagi suka ceramah dimasjid-masjid, karena tidak memberikan ‘benefit’].Apa perlu saya ungkap siapa saja ustadz yang sekarang duduk di DPR dan DPRD, selalu menghindar ketika kami meminta untuk mengisi dauroh? Padahal dahulu, mereka sebelum duduk di DPR dan DPRD rajin datang berkunjung. Pengalaman saya ini sangat janggal jika dijawab dengan hal yang normatif[Hingga saat ini, selalu diulang-ulang bahwa dakwah yang kita maksud adalah: Membawa manusia dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam, dan menjadikan Allah saja satu-satunya yang disembah oleh manusia. Tidak pernah bergeser menjadi serendah “kemenangan pilkada]

Saya menulis: [Pro pada penderitaan rakyat kini berganti berlomba-lomba mencari proyek. Demi menjaga komitmen koalisi permanen dua periode dengan SBY, mempeti eskan banyak kasus besar demi menjaga eksistensi presiden agar terbebas dari pamakzulan, sedangkan suara rakyat yang menjerit seakan tidak terdengar. “Ooh tidak benar akhi.. kami tetap memperjuangkan walaupun harus berhadapan dengan negara..”. Maaf, saya sudah tidak percaya! Basi!]

Rekan Fathi menjawab: [ Semoga Allah mengampunimu, wahai saudaraku yang tidak mau percaya lagi dengan niat-niat suci kami. Semoga Allah melindungimu dari prasangka buruk terhadap saudaramu. Amiin]

Saya jawab: apa motif petinggi PSK yang mengungkit-ungkit amal baik yang telah ikut memenangkan SBY pada Pilpres, saat terancam akan di resuffle Kabinet. Kenapa mengungkit ikut berjasa. Takut kehilangan kursi di Kementrian? Apa motifnya ustad Anis Matta ikut menandatangani fakta sekber koalisi untuk menghentikan kasus Century? Niat suci apa yang rekan Fathi maksud?

Saya mengutip ucapan muroqib ‘amm “Bapak Presiden SBY, bagi kami kebersamaan dalam koalisi ini bukan sekedar agenda program politik kami, tetapi itu merupakan aqidah kami, iman kami”. Adakah ucapan ini saya potong. Kalau dipotong,kalimat yang mana?Kalau saya plintir, di kalimat yang mana?.Tolong disambung kalimatnya, kalau ada yang saya potong. Saya kutip ucapan, rekan Fathi malah membuat tafsir.

Kalau saya tulis acara-acara Pilkada yang diusung PKS memanggil artis dan Band terkenal, mengajak penonton berjoget dan memamerkan aurat, mengapa rekan Fathi mengatakan Fitnah?. Apa perlu saya beri contoh acara-acara panggung hiburan kampanye Pilpres dan Pilkada yang diusung PKS? Nanti kalau saya buka semua, saya dituduh lagi membuka aib saudara sendiri.

Tentang Oligarki politik dan Dinasti, rekan Fathi menjawabnya:Tidak ada oligarki apalagi dinasti di PKS. Yang ada adalah kekurangan kader! Sehingga terpaksa suami dan istri harus sama-sama aktif, bahkan kemudian anak-anaknya juga.Jawaban yang sama dari partai politik yang lain. Tak ada bedanya bukan?

Terlalu panjang jika saya harus menyanggah balik satu per satu.

Terakhir saya akan katakan bahwa apa yang saya tulis sudah pernah saya sampaikan secara langsung kepada petinggi PKS (maaf, sekali lagi saya tidak akan menggunakan istilah atau idiom yang biasa saya gunakan dulu di lingkungan PKS, karena saudara Fathi sudah menganggap saya seperti orang luar. Maka saya pun mengunakan istilah dan kata-kata yang umum saja). Sudah 4x saya sampaikan surat saya. Tidak satupun ditanggapi. Justru saya disudutkan. Persis seperti yang rekan Fathi ungkapkan: saya menuduh, saya memfitnah. Saya menunggu hingga 6 bulan lamanya, agar ada tanggapan. Saya meminta untuk diberi kesempatan untuk memeriksa secara bersama. Tetapi nampaknya surat kritik saya dianggap ingin menjatuhkan petinggi PKS.

Saya mengkritik iklan kampanye partai, keputusan pemilihan calon Presiden, penghianatan pada baiat Cikopo,sampai saya kritik anggota DPR yang menonton “film perjuangan”. Tapi apa yang saya terima: . Dibilang tukang buka aib orang, tukang fitnah, tukang ghibah, barisan sakit hati, kader yang kecewa dengan PKS, dibilang kurang kerjaan, dibilang melemahkan jamaah. Bahkan ada ikhwah yang menyarankan agar saya membuat jamaah aib dan ghibah saja. Bagaimnapun, saya juga manusia yang punya keterbatasan. Saya mengundurkan diri dari PKS.

Karena saya sudah terlanjur dibilang menyebar fitnah, membuka aib, dianggap orang luar. Alhamdulillah. Saya akan memposisikan diri sebagai orang luar. Saya akan meulis kembali tentang PKS, sebagai orang luar, sebagai tukang fitnah dan membuka aib.

Saya sadar bahwa saya begitu lemah, keimanan dan keikhlasan saya mudah terganggu.Saya bukan ahli tafsir, saya bukan ahli hadist, hafalan quran saya pun buruk. Saudaraku, saya tidak sekuat, seistiqomah dan sesabar kader yang lain. Kepada rekan Kompasioner yang merasa mendapatkan manfaat dari tulisan tulisan saya saat ini dan akan datang, maka itu datangnya semata dari Allah Ta’ala. Kalau salah, maka itu datang dari kelemahan saya. Semoga Allah mengampuni saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun