Mohon tunggu...
Ahmad Subagyo
Ahmad Subagyo Mohon Tunggu... -

sang pewarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS Bukan Partai Dakwah

14 Mei 2013   07:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:37 2303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah hampir dua bulan ini saya membaca artikel di kanal politik. Topik PKS (Partai Keadilan Sejahtera) menjadi pembicaraan terhangat dan menimbulkan perdebatan sengit. Pada awalnya saya cukup menikmati perdebatan itu. Tetapi lambat laun menjadi muak. Terutama kepada Kompasioner yang mengatasnamakan dirinya simpatisan atau PKS lovers. Sebenarnya, tulisan tentang partai politik dan politisi di kanal ini di luar PKS, banyak juga. Tetapi tidak semeriah di topik PKS. Mengapa? Karena para pemilik lapak, atau para pembela tidak bersikap reaksioner bin ngawur seperti simpatisan atau PKS Lovers.

Ada artikel yang menulis dengan pedas tentang Yusril Ihza Mahendra dari PBB. Bahkan sampai menyerang pribadi. Saat Yusril membela Susno. Yusril sendiri seorang Kompasioner yang beberapa kali menulis di Kompasiana. Tetapi, sanggahan Yusril tidak reaksioner. Dan tidak semua komentar atau atulisan dia tanggapi. Ujungnya, isyu itu lenyap dimakan waktu. Begitupun tulisan tentang Golkar, ARB yang terkait dengan lumpur Lapindo. Saya kira disinipun banyak simpatisan Golkar. Tetapi pembelaannya pun tidak berlebihan dan banyak diam.Isyu inipun tenggelam. Ada lagi tulisan tentang PDIP dan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah. Juga demikian. Meskipun ditulisan memuji-muji PDIP. Ada yang menulis juga kehebatan Hatta Rajasa dan PAN. Pendidikan politik yang dilakukan PKB. Ketika ada kritik dan serangan, para pembela menjawabnya cukup santun. Akhirnya isyu inipun tenggelam. Dari fakta tulisan ini saja dapat kita simpulkan, serangan dan kritikan sesuatu yang tidak terhindarkan. Akan tetapi Api tidak bisa dibalas dengan Api. Tidak akan pernah padam, akan semakin membesar.

Sudah banyak Kompasioner yang cukup bijak, memberi nasihat dan saran kepada simpatisan PKS untuk lebih santun. Sebagaimana slogan mereka: Cinta. Bukan membuat jarak, kotak dan menciptakan musuh. Alasan-alasan yang diberikan lambat laun semakin dibuat-dibuat. Umpatan bagi pihak yang bersebrangan menjadi senjata: kafir, kaum minoritas, zionis, antek amerika, non muslim, iblis, dan segalam macam hinaan. Pada bagian inilah saya muak. Simpatisan PKS ini tidak dapat lagi diberi pencerahan. Sebaliknya malah membuat artikel memuji diri sendiri. Seolah-olah, merekalah yang paling paham tentang PKS. Mewakili PKS. Padahal mengaku sekedar simpatisan saja. Mereka sama sekali tidak bisa mencerna lagi, pemberitaan di media. Dan selalu menganggap benar omongan petinggi PKS. Mau tidak mau, saya terpaksa turun gunung.

BERAKHIRNYA PARTAI DAKWAH

Jika sampai detik ini masih ada simpatisan PKS yang mengatakan bahwa PKS adalah Partai Dakwah, menunjukan bahwa memang yang bersangkutan tidak mengenal PKS. Atau tahu, tapi berbohong dan menutupi kebenaran. Saat ini PKS bukan lagi Partai Dakwah. Ketidaktahuan itu ditunjukan dengan masuknya caleg non muslim di PKS, yang tidak bisa dijawab dengan tepat oleh simpatisan PKS. Logika yang dipergunakanpun terjungkir balik. Bagaimana menghubungkan antara Partai Dakwah (Islam) dengan masuknya masuknya caleg non muslim. Nampak bahwa mereka hanya akun PKS abal-abal.

Kalau tidak tahu. Saya beri tahu. PKS sebagai Partai Dakwah sudah berakhir setelah Munas II PKS pada tanggal 17 - 20 Juni 2010 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Menjelang pembukaan Munas, Luthfi Hasan Ishaq, Presiden PKS mengatakan, “Apapun agamanya (Yahudi, Nashara, Hindu, Budha) sepanjang memiliki garis perjuangan yang sama, adalah warga PKS”. Luthfi menegaskan ajaran Islam harus menerima pluralitas sebagai kesadaran positif mendorong dinamika kehidupan. Bahwa cita-cita untuk menjadikan PKS sebagai partai terbuka, sejatinya sudah sejak Munas di Bali tahun 2008. Anis Matta (saat itu Sekjend) menambahkan, “Parpol Islam harus tidak lagi menampilkan citra yang kaku, eksklusif dan ideologis, melainkan justru tampil segar, ringan, pluralis”. Dalam Munas II, Fahri Hamzah (wakil Sekjen) mengatakan, “Perubahan substansial harus dilakukan parpol Islam”. Pada saat ini, berakhirlah masa Partai Dakwah. PKS telah berubah menjadi Partai Terbuka yang diorientasikan bagi semua golongan. Apa konsekwesi dari ini semua? PKS membuka diri dengan masuknya anggota dan caleg dari non muslim.

Apakah pola pikir yang dimotori oleh tiga serangkai Hilmi-Lutfi-Anis berjalan mulus. Tidak. Dalam Sidang Majelis Syuro, sebelum dilangsungkan Munas pada tangga 6 Mei 2010 terjadi perdebatan sengit untuk melakukan amandemen anggaran dasar/ anggaran rumah tangga (AD/ART). Tiga serangkai ini ngotot untuk melegal-formalkan keanggotaan dan kepengurusan non-muslim dalam PKS.

Sidang yang berjalan lambat lantaran masih ada anggota Majelis Syura yang keberatan dengan usulan keanggotaan non-muslim. Mereka khawatir pembukaan ruang bagi kalangan non-muslim akan berimbas terhadap basis massa PKS yang berasal dari kalangan Muslim. Namun, pada sidang sesi ke-2 sekitar pukul 23.00, “Semua anggota Majelis Syura akhirnya sepakat melegal-formalkan non-muslim dalam keanggotaan/kepengurusan PKS.” jelas Mahfud Shiddiq, salah seorang panitia Munas II PKS.

Munas diselenggarakan di Hotel Ritz Carlton, dan Sidang Majelis Syuro dilaksankan sebelumnya di Hotel JW Marriot. Tidak kurang dari 10 Miliar untuk biaya Munas II di Ritz Carlton. Satu angka yang fantastis. Belum pernah ada Partai Dakwah (Islam) yang menyelenggarakan Kongres atau Munas II di Hotel yang begitu megah. Barangkali inilah sebuah pesta politik luar biasa bagi sebuah partai politik Islam yang selama ini mengusung nilai-nilai da’wah berupa kejujuran, kesederhanaan dan kebersahajaan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun, PKS yang awal berdirinya menggunakan prinsip al-hizbu huwal jama'ah, wal jama'ah hiyal hizb" (partai adalah jama'ah, dan jama'ah adalah partai), di mana PKS yang hakikatnya representasi Jamaah Ikhwan itu, kini telah mengambil jalan baru, yang ingin dicitrakan lebih inklusif, dan tidak eksklusif, kemudian memilih sebagai partai terbuka.

Inilah jalan di mata para elite PKS dengan memutuskan sebagian ikatan tali Islam dan menggantinya dengan ikatan tali Nasionalisme. Artinya, PKS memiliki dua ikatan dalam waktu yang bersamaan. Konsekuensinya ialah mereka harus mendeklarasikan PKS menjadi partai terbuka dari sebelumnya sebagai Partai Dakwah.

Dari Hotel The Ritz Carlton dan Hotel JW Marriott inilah, jalan baru ditempuh oleh PKS sebagai Partai Terbuka. Di tempat yang sangat ekslusif, dan hanya dapat dikunjungi oleh kalangan terbatas, di The Ritz Carlton itu, teka-teki tentang kepemimpinan, sasaran, arah, kebijakan, langkah masa depan yang akan dituju Partai PKS, semuanya menjadi 'clear'. Semuanya sudah terekpresikan dalam Munas II itu. Orientasi PKS berubah dari Hotel Mewah milik zionis Amerika. Apakah ada keterkaitannya PKS dengan Amerika ? nanti kita akan ulas.

Motor penggerak Tiga serangkai, berhasil juga menempati posisi strategis di pucuk pimpinan Partai. Dengan disyahkannya anggota Majelis Syuro yang baru itu, selanjutnya dilangsungkan pemilihan Ketua Majelis Syuro, dan pengukuhan presiden partai, pengukuhan ketua MPP (Majelis Pertimbangan Partai), pengukuhan ketua DSP (Dewan Syariah Pusat), dan pengukuhan Ketua Majelis Syuro, Hilmi Aminuddin. Semuanya hanya tinggal 'ketok palu'. Berjalan dengan lancar, dan tidak ada 'dissent' (perbedaan), setuju secara aklamasi.

RESTU AMERIKA

Digunakannya Hotel megah itu sebagai tempat Munas dan Sidang Majelis Syuro, milik pengusaha Amerika, sesungguhnya untuk menarik perhatian dan restu dari Amerika. Apalagi secara resmi panitia Munas mengundang Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia untuk hadir. Jadi jika ada tuduhan bahwa ada konspirasi KPK, atas kunjungan Duta Amerika ke KPK, Munas ini justru mengundangnya. Duta Besar Cameron R. Hume yang berhalangan hadir digantikan dengan Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar, Theodore G. Osius. Undangan untuk menyampaikan pidato mewakili Pemerintah AS itu disambut baik oleh Kedutaan Besar AS

Pendekatan PKS kepada AS juga termasuk bagian dari langkah politiknya untuk memudahkan menuju ke pusat kekuasaan. Di tahun 2014 Rezim SBYa kan berakhir, maka partai yang sebelumnya sebagai partai dakwah ini, bukan hanya melakukan komunikasi politik, tetapi juga negosiasi politik dengan AS.

Dikalangan elite politik PKS masih memiliki paradigma tidak ada kekuasaan baru di negara Dunia Ketiga yang tanpa restu dari Washington. Mungkin ini adalah sebuah 'common sense' dari elite PKS, karena paradigma yang masih melekat dalam 'mindset' mereka, di mana AS masih digambarkan sebagai 'adi daya' (super power). Kehadiran Dubes AS di arena Munas, sebagai sinyal akan adanya langkah-langkah ke arah 'mutual trust' antara PKS dengan AS. Pandangan elite PKS, sebelum mereka mengelola kekuasaan di masa depan, mereka berpendapat harus ada semacam 'guarantee' (jaminan), yang sifatnya dukungan politik dari AS. Dengan dukungan politik dari AS, maka PKS akan mampu mengelola negara secara efektif

Para petinggi PKS yang dimotori Tiga Serangkai, tidak cukup hanya sekedar mengundang Duta Besar Amerika dan memberi sambutan dalam acara Munas. Bahkan panitia munas menggelar lomba menulis surat untuk Obama. Nampak sekali menjilatnya. Sikap petinggi PKS ini dibenarkan oleh beberapa pengurus PKS lain. Ketua Badan Pemenangan Pemilu PKS Jawa Tengah Muhammad Haris, mengaku tidak khawatir jika “kemesraan”dengan Amerika bisa menggerus dukungan pemilih PKS yang militan. Dia pun mengklaim, pemilih PKS adalah pemilih rasional yang memberi dukungan karena mengetahui kiprah partai. Selain itu, Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah PKS Jawa Barat Yudi Widiana Adia juga mendukung strategi pengurus pusat partai untuk menjalin hubungan dengan Amerika. Menurut dia, penjelasan politik luar negeri Amerika setelah dipimpin Obama merupakan agenda penting.“Obama merupakan Presiden Amerika yang paling terbuka berhadapan dengan dunia Islam,” kata dia.Soal kadernya di daerah, Hilmi menyatakan keyakinannya bahwa kader PKS merupakan kader terbina, sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan. "Jika ini keputusan Majelis Syuro, kader sudah mengetahuinya mau ke mana, dan mematuhi."

MENJADIKAN SBY SEBAGAI MIDHOLAH

PKS untuk mencapai ambisi politiknya menjadi partai tiga besar dalam pemilu 2014, melakukan 'double cover' dalam berpolitik. PKS menjadikan Presiden SBY bukan hanya sebagai 'patron'nya, tetapi juga menjadikan SBY sebagai 'midholah' (pelindung) politiknya, agar PKS terus dapat melaksanakan tujuan-tujuan politiknya, mencapai pusat kekuasaan.

Untuk menunjang pencapaian target tersebut, PKS menginginkan agar koalisinya dengan pemerintah tetap terjaga dan solid hingga Pemilu 2014 mendatang. “Bapak Presiden SBY, bagi kami kebersamaan dalam koalisi ini bukan sekedar agenda program politik kami, tetapi itu merupakan aqidah kami, iman kami,” tegas Ketua Majelis Syura PKS, Hilmi Aminuddin. “Kalimat itu masih tetap berkobar. Dalam dua masa jabatan SBY itu, kami tetap berkomitmen melanjutkan koalisi permanen dengan SBY,” ujarnya

Hilmi mengakui banyak pihak yang berusaha mengganggu hubungan PKS dengan SBY. “Banyak yang iri, mengapa utadz Hilmi gampang sekali mondar-mandir ke Cikeas. Tetapi percayalah Pak SBY, bahwa koalisi PKS adalah koalisi dengan Soesilo Bambang Yudhoyono.” kata Hilmi Aminuddin, yang disambut tepuk tangan gemuruh peserta Munas. “Koalisi ini adalah backbone (tulang punggung), apabila patah, maka kaki tidak bisa digerakkan, tangan lunglai, dan kepala terkulai.” tegas Ketua Majelis Syuro.

Apakah dengan dukungan PKS sebagai 'backbone' pemerintahan SBY, PKS harus mengorbankan kasus Bank Century? Padahal, PKS yang sangat berapi-api, ketika membahas kasus bail out Bank Century, dan menghasilkan keputusan opsi C di dalam Paripurna DPR. Tapi, sesudah Menkeu Sri Mulyani mengundurkan dari jabatannya, dan menjadi Managing Direktur Bank Dunia, kemudian terbentuknya Setgab, yang dipimpin Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie, PKS menyetujui kasus Century di tutup.

Melalui sebuah kesepakatan antara anggota koalisi, akhirnya mereka menandatangi sebuah fakta, yang PKS di wakili Sekjen PKS, ANIS MATTA MENANDATANGANI PENUTUPAN KASUS CENTURY. Padahal, jutaan rakyat Indonesia mengharapkan adanya penegakkan hukum. Tetapi, segalanya berakhir dengan adanya dukungan PKS kepada Presiden SBY, kasus Century menjadi bagian masa lalu.

Tulisan selanjutnya saya akan membuka siapakan sebenarnya Tiga Serangkai Faksi Kesejahteraan : Anis Matta, Hilmi Aminuddin, Lutfi Hasan dan Anis Matta hubunganya dengan agenda cendana dan intelejen. Sabar saja. Oia, silahkan teman-teman Kompasioner memberi komentar di lapak ini, tetapi saya minta maaf tidak akan memberi tanggapan dan respon apapun. Niat saya hanya mewartakan fakta untuk membuka mata bagi simpatisan PKS, yang jika itu benar. Mereka juga saudara saya,yang dulu kita berjuang bersama membesarkan PK, namun pada akhirnya dibelokan oleh para petinggi partai.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun