Mohon tunggu...
Ahmad Subagyo
Ahmad Subagyo Mohon Tunggu... -

sang pewarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Logika Berpikir Budi Pasopati

5 Juni 2013   12:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:30 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Artikel kompasioner yang memakai embel-embel PKS, makin banyak saja sekarang. Seiring dengan maraknya pemberitaan di media meanstream. Sama persis dengan artikel tentang fenomena Fatin Sidqia. Hanya beda kanal saja. Ada kompasioner baru yang menarik perhatian saya namanya Budi Pasopati. Saya baca dia baru menjadi anggota tanggal 31 Mei 2013. Sebagai kompasioner baru, mas Budi sudah menulis 4 artikel. Semuanya tentang PKS. Saya tidak ingin berprasangka, apa motifnya. Tetapi yang jelas, artikel yang dia tulis, akan memancing pemerhati PKS. Baik kubu “lovers” maupun kubu “haters”. Saya sendiri tidak setuju dengan kedua istilah itu. Tetapi untuk memudahkan saya pinjam dulu istilah itu.

Mas Budi sudah berhasil menjadi “pemancing”. Dari empat artikel yang dia tulis, minimal ada 500 pembaca. Artikel terakhir yang paling bombastis, mampu memancing lebih dari 3000 pembaca. Dengan 172 komentar. Sebagai kompasioner baru, angka ini cukup fantastis. Tidak mudah bagi kompasioner baru membuat artikel di Kompasiana yang dapat menarik perhatian pembaca. Saya menjadi mengerti dari komentar Mas Budi di artikelnya bahwa dia sudah membaca artikel di Kompasiana sejak tiga bulan terakhir. Menjadikan dia paham situasi. Ibarat orang berdagang, mas Budi sudah survei dulu selera pasar. Pada saat yang tepat, dia buka toko, dan langsung mendapat pelanggan banyak. Cukup cerdas.

Dari empat artikel Mas Budi saya sudah bisa simpulkan, dia bukan orang PKS. Karena ada juga kompasioner lain yang mengira Mas Budi adalah kader senior, orang dalam yang mengerti tentang PKS. Mungkin saja dia hanya wartawan. Dugaan saya dari dua tulisan berjudul Sekte Anismisme di Tubuh PKS dan Surat Terbuka Kepada KPK. Isinya sarat data. Informasi yang hanya diketahui oleh “orang dalam”.Tetapi bukan berarti dia orang dalam atau kader PKS. Karena beberapa informasi itu sudah pernah diketahui umum. Seperti istilah Anismisme. Itu benar. Dan pernah jadi pembicaraan kami dulu ditahun 2008. Beberapa ustadz yang ditulis Mas Budi, sebagai narasumber, benar dan juga mengulas itu. Saya tidak ingin menambah atau membantah artikel itu. Biar saja. Sedangkan artikel Mas Budi, berjudul “Surat Terbuka..”, saya sendiri kaget. Darimana dia dapat informasi itu. Saya pernah membacanya dahulu di Majalah Tempo, tetapi tidak detail. Dari komentar Mas Budi kepada salah satu kompasioner mengatakan dia mendapat informasi dari importir yang kalah tender di Mentan, menguatkan dugaan saya, Mas Budi ini wartawan. Termasuk dia bisa mendapat informasi tentang intelejen dan keterlibatan Bapak Soeripto. Saya tidak menduga sejauh itu. Sebenarnya saya ingin membantahnya, tetapi saya tidak punya data tandingan. Bagi saya berprinsip data juga harus disanggah dengan data.

Dua tulisan Mas Budi berjudul PKS Benalu Indonesia dan Andai PKS Tidak Ada,sekedar permainan logika penulis saja. Saya senyum-senyum membacanya. Membuat saya heran, artikel dengan permainan logika itu, justru dapat memancing pembaca dan lebih dari 50 komentar. Saya salut. Dari pilihan judul dan isi tulisan, Mas Budi dapat mengundang pembaca ke lapaknya. Padahal isinya hanya permainan logika saja. Datanya kosong. Informasi yang ditampilkan, adalah informasi yang sudah banyak diketahui umum.

Perhatikan logika yang digunakan pada artikel “Andai PKS Tidak Ada”. Penulis berusaha mengiring opini pembaca untuk ikut dalam kesimpulan dia. Kesimpulan sudah dibuat, Ada atau Tidak ada PKS tidak berpengaruh apapun. Itu kesimpulannya. Untuk mengiring pada kesimpulan itu, penulis sudah membuat batasan premis “PENGARUH”. Sehingga pembaca tidak sadar ikut dalam premis yang sudah dikunci. Tidak bisa keluar lagi. Akhirnya harus menyetujui kesimpulan penulis. Itulah kecerdikan Mas Budi.

Saya bisa dengan mudah membantahnya. Tetapi, karena saya sudah berjanji pada diri sendiri, untuk tidak memberi komentar pada tulisan siapapun. Saya hanya diam saja. Membantahnya dengan menghancurkan premis “PENGARUH”. Kenapa harus memilih term ini. Bagaimana kalau saya ganti dengan premis “ANDIL” atau “PERAN”.Sehingga kalimat awal, “ Apa PENGARUH dakwah Islam sebelum dan sesudah PKS lahir” menjadi kalimat “ Apa PERAN atau ANDIL PKS dalam dakwah Islam di Indonesia”. Lagipula ketika premis “PENGARUH” digunakan, kenyataanya tidak ada satu organisasi, lembaga yang mampu melakukannya. Bukan hanya PKS, semua partai politik atau Ormas apapun, tidak punya pengaruh dominan. Semua saling tergantung, saling terikat satu sama lain. Premis “PENGARUH” hanya tepat dikaitkan dengan orang atau tokoh. Pengaruh Sukarno, pengaruh Suharto, Jokowi effect, dst. Karena orang bermakna tunggal. Beda dengan organisasi. Cerdiknya Mas Budi, membuat perbandingan “pengaruh” ada yang dibenturkan dengan orang atau ormas. Padahal PKS adalah Partai Politik. Bagaimana membuat perbandingan PKS dengan NU atau PKS dengan Amin Rais. Bahkan dalam ulasan keterlibatan dalam bencana alam, Mas Budi membenturkan PKS dengan LSM dan relawan. Kalau mau setara seharusnya disandingkan juga peran parpol lain di luar PKS, saat bencana.

Begitu pula dengan artikel berjudul “PKS Benalu Indonesia”. Murni permainan logika. Fakta sejarah yang jadi pembenar tulisan itu sudah disangkutkan dengan premis “tamu” dan “benalu. Penulis lagi-lagi sudah menguncinya. Baru = Tamu = Benalu. Inilah formulanya. Seharusnya pembaca, terutama PKS Lovers, memutus rantai formula ini. Bukan menggugat formula penulis. Tetapi membuat formula tandingan. Baru = Kemajuan. Formula sederhana. Bahwa gerakan tarbiyah PKS teriinsipirasi dengan gerakan Ikhwanul Muslimin. Benar dan tidak bisa dielakan. Dan menjadi gerakan dakwah model baru di Indonesia. Dengan begitu tidak ada istilah “meng Islam kan orang Islam” tetapi memperbaharui gerakan dakwah Islam. Obyek baru, tidak identik dengan asing atau tamu. Term baru berarti pembaharuan akan bermetamorfosa menjadi kemajuan. Seperti term “reformasi”. Tidak ada akarnya dalam sejarah. Dalam sejarah gerak perubahan, hanya mengenal term revolusi, evolusi atau restorasi. Jadi term reformasi adalah hal yang baru di Indonesia, bahkan di dunia. Dan terbukti mampu membuat kemajuan. Jika menggunakan formula Mas Budi, Baru = Tamu = Benalu, bisa disimpulkan Reformasi,Satu model gerakan perubahan adalah Benalu.Demikian dengan gerakan dakwah yang dilakukan oleh PKS. Model gerakan baru di Indonesia, yang ingin melakukan pembaharuan (reform) menuju Kemajuan.

Tetapi nampaknya Mas Budi sadar, dia sedang melakukan permainan logika dalam tulisannya. Terbukti dalam catatan penutup yang dia buat, menjelaskan latar belakang dia menulis artikel itu. Bukan pada isinya, dan bukan pada metode yang dia gunakan, tetapi nampaknya untuk menguji respon dari pemerhati PKS. Terutama PKS Lovers.Apakah tulisan yang tendensius menyerang PKS akan berbalik dengan serangan kepada penulis dan caci makian. Tesis Mas Budi terbukti. Makanya saya aneh melihat ada penulis yang langsung memberi Catatan Penutup di akhir debat. Belum pernah saya temukan model penulis seperti ini. Tulisan mas Budi, semacam test the water.Menguji tesis dia. Sehingga dia mengatakan tidak ada satu komentarpun yang menyanggah tulisannya.

Bagi saya tidak terlampau peduli dengan opini di Kompasiana baik yang bernada mendukung maupun menghujat. Saya meletakan sama saja nilainya. Karena bagi saya, ruang Kompasiana bukan ruang pertempuran sejati. Ruang menjual opini. Karena tidak ada pengaruhnya sama sekali. Sederhananya, berapa banyak satu artikel dibaca orang. Anggaplah 5000 orang. Apakah 5000 orang itu akan terbawa dengan opini yang kita tulis?. Padahal latar belakang kompasioner rata-rata datang dari kalangan kota dan terpelajar. Mereka lebih kritis. Dan kalangan ini cenderung mengambil pilihan Golput. Sebagai orang terpelajar, mereka sudah memiliki pilihan masing-masing. Tulisan apapun sulit untuk mengubah pilihan itu. Bagi yang apriori dengan partai politik termasuk PKS, tulisan yang menghujat parpol atau PKS akan memperkuat anggapan mereka. Sebaliknya tulisan yang memuji-muji akan ditanggapi sinis. Begitupun sebaliknya, tulisan yang ilmiah, penuh data, bisa dipertanggungjawabkan dan menghujat PKS, tidak akan mengubah pendirian pecinta PKS untuk terpengaruh. Jadi, saya menempatkan Kompasiana sebagai tempat bertukar pikiran saja. Bukan penyebar opini yang mempengaruhi masyarakat. Berbeda dengan media massa seperti televisi atau koran. Yang bisa menjangkau ratusan ribu hingga jutaan orang. Dan diberitakan setiap menit, setiap jam. Gempuran semacam ini, lambat laun akan mengubah cara pandang orang.

Saya menduga, PKS lovers masih menganggap kompasiana tempat penyebaran opini yang dapat mempengaruhi pilihan orang. Sehingga muncul ketakutan yang berlebihan. Sebagai contoh, tulisan Mas Budi yang sangat frontal menyerang PKS, apakah akan mempengaruhi pilihan masyarakat di luar sana. Saya kira tidak. Yang mempengaruhi pilihan masyarakat lebih pada pemberitaan di media massa. Sekedar tulisan di Kompasiana, apa pengaruhnya. Sebaliknya bagi PKS haters, tidak ada beban sama sekali. Hari ini nulis PKS, besok nulis korupsi Al Quran, besoknya nulis puisi, besoknya nulis SBY. Seperti orang tanpa beban. Nothing to lose.

Saya menjadi sedih, karena saudaraku PKS lovers justru jadi bahan mainan. Karena kita bisa dipancing emosi dan amarahnya. Istilah mereka sumbu pendek. Lalu, prilaku beberapa orang yang mengaku simpatisan atau kader PKS, digeneralisir itulah watak sesungguhnya kader PKS. Mengedepankan emosi dan amarah tanpa bisa diajak berdebat atau diskusi isi tulisan. Padahal Kompasiana tempat orang mengasah pengetahuan dan pengalaman. Bukan tempat penyebar opini.

Sebagai orang yang pernah bersama dulu di PK, tulisan Mas Budi, bisa dengan mudah saya bantah. Tanpa harus menyerang pribadinya. Mengikuti alur logic pikiran dia saja. Kalau saya tidak mampu membantahnya, seperti dua tulisan dia yang berisi data, saya diam saja. Apapun yang dia tulis, tidak ada pengaruh sama sekali dengan opini masyarakat terhadap PKS di luar sana. Mudah-mudahan tulisan mas Budi, tidak bermaksud mengejek kapasitas pengetahuan kader PKS.

Saya minta ma’af, jika dalam tulisan saya ini ada yang menyinggung perasaan teman-teman Kompasioner. Tentu saja jika ada kesalahan, itu datangnya dari saya. Saya minta maaf sekali lagi. Semoga teman-teman Kompasioner selalu diberi kekuatan, kesehatan dan berkah dari Allah SWT. Amin. Dan semoga, kita tetap dapat menjalin persaudaraan sesama bangsa Indonesia.

Jazakumullah khairan katsiran. Wa jazakumullah ahsanal jaza

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun