Secara umum, rasio elektrifikasi Indonesia sudah mencapai angka 99,20%, dengan rasio tersebut pemenuhan energi listrik nasional dari tahun ke tahun akan meningkat. Kebutuhan energi yang terus meningkat seiring bertambahnya populasi yang mengakibatkan semakin menipisnya cadangan fosil. Indonesia adalah salah satu negara yang tingkat konsumsi energinya terbesar di Asia Tenggara, sehingga menempati posisi kelima dan posisi yang sangat berdampak terhadap energi di Asia Pasifik dalam hal konsumsi energi primer. Indonesia saat ini tingkat pemakaian energi fosil mencapai 96% dari total konsumsi nasional diantaranya minyak bumi 48%, batubara 30%, dan gas bumi 18%. Pada buku ketahanan energi nasional edisi 2019, saat ini cadangan minyak bumi sebesar 3,15 milliar barel dan produksi rata-rata pertahun sebesar 281 juta barel, maka diperkirakan cadangan minyak bumi akan habis 11 tahun kedepan. Sisa cadangan gas bumi diperkirakan hanya 31,5 tahun, sedangkan sisa cadangan batubara akan habis sekitar 19,6 tahun kedepan. Hal yang paling disoroti adalah pemakain energi kotor yang samapi saat ini pada sektor ketenaga listrikan masih menggunakan batubara. Dimana kita tahu bahwa emisi yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga batubara memiliki tingkat emisi yang tinggi sehingga dapat memicu terjadinya berbagai permasalahan lingkungan yang kompleks. Seperti diketahui, energi yang bersumber dari fosil tidak dapat diperbaharui. Dilain sisi, energi tersebut memiliki dampak buruk terhadap lingkungan, di antaranya polusi udara akibat kadar karbon dioksida (CO2) dan sulfur dioksiada (SO2) yang menyebabkan efek rumah kaca, lapisan ozon semakin menipis, dan hujam asam. Untuk itu, diperlukan adanya pemanfaatan sumber energi lain guna mengurangi dampak tersebut. Upaya untuk menggantikan energi fosil adalah dengan memanfaatkan energi alternatif.
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan gas emisi melalui perjanjian yang telah disepakati yang ada pada Paris Agreements Convention on Climate Change. Didalam hal tersebut, Indosesia diaharpakan bisa menekan emisi sampai pada net zero emission. Seperti kita ketahui bahwa dalam rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang sudah ditargetkan pada tahun 2025, diharapkan penggunaan energi baru dan terbarukan dapat meningkat hingga mencapai targes sebesar 23%. Berbagai kebijakan pemerintah yang terus bersinergi dan didukung oleh PT PLN Persero seperti melakuan pengembangan dan percepatan kendaraan bermotor listrik (KBL), melakukan peninjauan ulang pada sektor hulu dalamupaya menghasilkan energi bersih, dan membuat komitmen pengurangan penggunaan batubara yakni dengan melakukan peniadaan kontrak baru kerja sama dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap yang bersumber dari batubara hingga pada tahun 2025. Tentu kebijakan nasional ini juga akan mengacu pada arah kebijakan maupun rencana strategis BUMN sehingga, peningkatan kualitas pelayanan dan penyediaan energi pada sektor ketenagalistrikan dapat bertumbuh dengan pesat (Widyaningsih, 2019). Mengingat pada saat kementerian BUMN melakukan rapat dengan Komisi VI DPR, Bapak Erick Tohir mengatakan, "Hutang PT PLN Persero saat ini berada pada angka 500 Triliun". Dari ungkapan tersebut, sebagai masyarakat awam tentu memiliki kekhawatiran terhadap besaran jumlah hutang Pemerintah dalam hal ini diberikan tanggung jawab terhadap PLN untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan dengan tujuan untuk mewujudkan target dan kinerja BUMN yang lebih maksimal.
Salah satu kebijakan yang strategis dan memiliki dampak positif yang saat ini telah dilakukan adalah restrukturisasi dan penguatan struktur keuangan di dalam BUMN, sehingga dapat menciptakan Kerja sama antar BUMN dalam meningkatkan pendapatan perusahaan (KBUMN, 2021). Dengan melakukan restrukturisasi keuangan juga diharapkan dapat memperkuat permodalan melalui penambahan modal baik itu fresh money atau non kas. Di dalam draft rencana strategis kementerian BUMN periode 2020-2024, arah dan kebijakan yang dilakukan pada sektor ketenagalistrikan adalah tentang pembentukan Holding BUMN dengan tujuan dapat memperluas pasar yang memiliki peran yang lebih optimal dalam mendukung tercapainya sinergitas BUMN mulai dari hulu menuju hilirisasi yang dapat mendukung program pemerintah. Kita tahu saat ini dengan adanya Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan berbagai sektor di BUMN mengalami penurunan terhadap profit, akan tetapi sektor ketenagalistrikan berkebalikan dengan hal tersebut, sehingga penurunan kinerja BUMN di sektor ketenagalistrikan tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Ada beberapa arah rencana strategis yang dilakukan PT PLN Persero saat ini yaitu melakukan ekspansi yakni dengan mengembangkan anak usaha yang bernama PT Indonesia Coments Plus (ICON+) yang bergerak pada kegiatan komersial jaringan telekomunikasi. Tentu hal ii memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak negatifnya adalah dengan kondisi keuangan PT PLN Persero yang saat ini mengalami defisit, maka pemerintah melakukan pencairan hutang kepada PT PLN Persero pada tahun ini sebesar 48,46 Triliun. Hal inilah yang menjadi dampak buruk yang akan berakibat buruk terhadap kondisi keuangan PLN saat ini. Disisi sebaliknya, melalui anak perusahaan ini diharapkan PT PLN Persero dapat memberikan pelayanan dan penyediaan yang lebih kompleks, bukan hanya pada sektor tenaga listrik saja, sehingga akan berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang positif dan mendapatkan profit yang lebih besar.
Dari paparan di atas, saya berpendapat dan dapat kita simpulkan bahwa arah perencanaan dan kebijakan strategis ini akan berdampak pada performa ketenagalistrikan Indonesia sehingga diharapkan kebijakan yang diambil dapat membawa PT PLN Persero dan juga sektor BUMN yang terkait menuju pada tren yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H