Dosen Jurnalistik Unpad, Pandan Yudhapramesti pada tahun 2015 meneliti tentang adaptasi jurnalis terhadap fenomena jurnalisme kontemporer. Dari sejumlah literatur yang dianalisis, ada empat pertimbangan untuk diaplikasikan demi pembaruan kegiatan jurnalistik. Pertimbangan itu menarik sejumlah praktik populer di masyarakat guna dikawinkan dengan strategi penyampain berita. Melihat tren dewasa ini, penulis menilai perkembangan gelaran event patut diunggulkan terkait dinamika distribusi informasi. Gelaran event memiliki pasar yang luas sehingga dapat mengoptimalkan penyebarluasan pesan.
Kurangnya minat baca dan menurunnya kepercayaan publik pada media massa mempertaruhkan eksistensi jurnalisme. Masyarakat cenderung menyukai penerimaan informasi lewat media sosial yang kebenaran beritanya tidak dapat dipastikan. Penyebaran hoaks bisa merajalela jika tanggapan media massa kurang responsif pada perubahan zaman. Adaptasi perlu secepatnya dilakukan agar praktik jurnalisme kian menguat dan perannya sebagai pelayanan publik terus berjalan.
Paparan elemen jurnalistik oleh Bill Kovach nomor tujuh menyebut jurnalisme harus memikat dan relevan. Jurnalis dan media massa dituntut kreatif guna mencetus strategi menarik dalam proses pelayanan publik. Perkembangan teknologi membantu pegiat media merumuskan formula berita serta pemanfaatan platform populer. Penggunaan media sosial menjadi pilihan manjur lantaran mudah diakses oleh masyarakat dan pegiat media selaku distributor. Namun, tidak dipungkiri zaman semakin maju, pergeseran minat khalayak mungkin terjadi, sehingga perlu ide lain untuk melancarkan praktik jurnalisme.
Membaca tren tahun 2023, penulis menilai semuanya serba gelaran event. Banyak perusahaan dari berbagai sektor rela mengeluarkan uang puluhan juta demi gelaran event yang meriah dan berkesan. Sejumlah konser pun seperti berlomba-lomba menunjukan kreativitas lewat konten acara yang menghibur dan edukatif. Tak terkecuali kelompok kerja pemerintahan, sejumlah kementerian dengan sengaja membuat program kerja berupa gelaran event untuk menarik simpati masyarakat.
Popularitas tren event terlihat dari maraknya agensi kreatif event organizer di Indonesia yang kian menjamur. Sejumlah event organizer memfokuskan segmen garapan event demi menimalisir persaingan dengan agensi lain. Oleh karena itu, banyak istilah branding agensi yang menjadi ciri khas pengerjaan event, seperti wedding organizer, event management, MICE, dan penamaan lainnya. Ini diperkuat dengan pengadaan bidang studi yang mendalami ilmu event management. Beberapa kampus juga menetapkan fenomena event management menjadi mata kuliah yang harus ditempuh mahasiswa.
Melihat populernya tren event management, bukan hal haram jika praktik jurnalisme disusupkan ke sana. Jurnalistik sebagai panduan merancang event dapat memacu para pegiat event untuk menghasilkan gelaran yang informatif dan kompleks. Penulis selaku mahasiswa jurnalistik yang juga pegiat event, merasa ilmu jurnalisme sangat terpakai saat memproduksi gelaran event. Pegiat event harus melakukan pencarian data dan meraciknya menjadi satuan karya yang utuh. Ilmu jurnalisme memastikan pegiat event menggelar acara yang sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat. Tak jarang kemampuan multimedia jurnalistik juga dibutuhkan guna memenuhi kompenen event serta mengoptimalkan proses pertukaran informasi.
Menjadi pegiat event memungkinkan penulis untuk bertemu dengan berbagai pihak dari beragam kalangan. Sebagai penyedia jasa, pegiat event penting bersikap adil dan tidak membeda-bedakan klien. Terlebih menyinggung bisnis, selama memberi keuntungan satu sama lain pegiat event harus profesional memenuhi tanggung jawab yang disepakati. Menanggapi itu, mental jurnalis lah yang diperlukan. Jurnalis bekerja menjunjung kualitas informasi dan berorientasi pada masyarakat. Pendirian sebagai jurnalis mampu mendorong klien untuk tidak semata-mata mengharapkan keramaian event, melainkan kepentingan publik sebagai penikmat event.
Implementasi praktik jurnalisme pada gelaran event mampu menyaring kegiatan suka-suka yang minim kepentingan. Pegiat event pada saat peracangan dapat meramu konten informatif yang penting untuk masyarakat. Begitu pun ketika penggarapan, pegiat event dengan prinsip jurnalisme akan memastikan semua pesan diterima publik lewat organisasi konten acara yang baik. Meski begitu, pegiat event tetap bersikap profesional dan objektif selama event berlangsung.
Benang merah antara gelaran event dan fenomena jurnalisme kontemporer terang terlihat. Jurnalis perlu beradaptasi dengan tren gelaran event yang makin marak. Gelaran event menjadi alternatif tokcer yang dapat dipertimbangkan media massa sebagai salah satu fitur distribusi informasi. Ilmu jurnalistik penting dimiliki pegiat event demi keberlangsungan penerimaan informasi yang objektif dan berimbang. Prinsip profesional penting dijunjung semua pihak guna menghasilkan event yang edukatif dan informatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H