Selalu kupersilahkan kata-kata melanglang dada,
dengan sengal tergesa-gesa paling tenang.
Selalu kuijinkan puisi lalu-lalang memutar kepala,
dengan langkah diam-diam paling lantang,
baik terselip namamu atau hanya nama yang rahasia.
Aku pernah datang tanpa ketuk.
Aku pernah pergi tanpa pamit.
Kini kembali jalang sebab usang terasing.
Jarak seperti mistar pengukur sabar:
menunggu masih satu-satunya cara mengasuh rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H