Mohon tunggu...
Ahmad Shobirin
Ahmad Shobirin Mohon Tunggu... Administrasi - -

Analis Kebijakan di kantor Pemerintah Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial - IISIP Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Solidaritas Sosial Menghadapi Pandemi Covid-19

17 Mei 2020   22:59 Diperbarui: 17 Mei 2020   23:18 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ahmad Shobirin
Analis Kebijakan di kantor Pemerintah, 
Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial IISIP Jakarta


Pendahuluan

Opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana termaktub dalam PP Nomor 21 tahun 2020, dan diikuti dengan Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman  merupakan kebijakan yang tepat untuk negara sebesar Indonesia ini. Tidak hanya dari segi geografisnya, tapi jumlah penduduk dan mobilitas antar daerah juga menjadi pertimbangan penerapan kebijakan ini.  Dibandingkan dengan kebijakan Lockdown, yang memaksa dipergunakan cara-cara represif dan membuat situasi malah mencekam, PSBB merupakan jalan tengah untuk upaya mencegah menyebarnya virus secara cepat dan tak terkendali.

Dampak Pandemi Covid 19 ini juga berimplikasi pada pola hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Luasnya sektor yang terdampak dari wabah ini, dan belum adanya pengalaman mengelola kondisi darurat, mengakibatkan munculnya persoalan koordinasi dan tata kelola pemerintahan yang merugikan rakyat banyak. Bumbu politik juga ikut mewarnai bingar wacana di sosial media yang makin menambah ramai situasi penanganan pandemik ini.

Dalam konteks intervensi negara untuk membantu warga terdampak Covid 19, kita masih menghadapi ruwetnya persoalan data nasional sebagai patokan pemberian bantuan. Publik dihebohkan dengan sengkarut data penerima bansos, seperti misalnya adanya duplikasi dan ketidaktepatan (inaccuracy) data.

Dalam keadaan normal, telah ada data nasional sebagai basis data terpadu yang menunjukkan 40 persen penduduk miskin terbawah sebagai basis kebijakan intervensi bantuan sosial dan subsidi. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, sudah diatur menganai pendataan fakir miskin dan kelembagaan pemerintah yang bertanggung jawab menetapkan data fakir miskin. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) digunakan sampai saat ini, yang tidak hanya mengatur tentang data fakir miskin namun juga data penyandang masalah kesejahteraan social (PMKS) dan data potensi sumber kesejahteraan social (PSKS).

https://sinkap.info/2020/05/alur-pendataan-kemiskinan-dtks-sumber-data-bantuan-sosial-terkini/

Namun tata kelola data dan pendataan tersebut, sulit untuk diterapkan dalam kondisi seperti ini. Banyak warga masyarakat yang sebelumnya tidak masuk dalam DTKS, setelah pandemi ini terjerembab masuk dalam garis kemiskinan (poverty line) dan menjadi orang miskin baru. Oleh karena itu pemerintah telah melonggarkan kebijakan dengan memberikan keleluasaan pemda untuk memasukkan nama-nama warganya yang terdampak Covid 19 untuk mendapatkan bantuan sosial. Munculnya polemik belum rapihnya pendataan penerima bantuan social yang terdampak Covid 19 mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan akan memunculkan terganggunya ketenangan dan integrasi masyarakat.

Selain persoalan tersebut, pandemi ini memunculkan ragam dampak bagi semua lapisan masyarakat. Ekonomi terpuruk ditandai dengan banyaknya perusahaan dan industri ditutup sehingga pekerja yang di PHK, pengangguran meningkat,  pedagang sepi pembeli, dan daya beli merosot. Di sektor sosial terjadi perubahan pola perilaku dan interaksi masyarakat, pemenuhan kebutuhan dasar keluarga terganggu, munculnya gangguan psikologis seperti stress, dan depresi. Pemerintah berupaya merespon wabah Covid 19 dengan menyediakan anggaran sebesar 405,1 triliun, dengan rincian 75 triliun dibidang Kesehatan, 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, dan 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Di tengah situasi tersebut, saat ini kita meoihat fenomena mulai munculnya  inisitatif-inisiatif masyarakat lokal untuk membantu sesama anggota masyarakat terdampak. Inisiatif ini merupakan bentuk solidaritas sosial dan keterpanggilan nurani mereka. Tidak hanya masyarakat di dalam negeri, solidaritas juga ditunjukkan dengan adanya kepedulian antar negara, dimana negara mampu memberikan bantuan, terutama alkes dan APD bagi tenaga medis, dan bantuan kebutuhan dasar untuk warga masyarakat terdampak.

 

Solidaritas Sosial sebagai Respon Komunitas dalam Menghadapi Pandemi. 

Masyarakat Indonesia telah banyak mengalami pasang surut peristiwa lokal maupun nasional seperti bencana alam, konflik sara, pertentangan politik, kerusuhan sosial, dan sebagainya. Kejadian ini tidak mengakibatkan masyarakat menjadi lemah, pasrah, dan chaos berkepanjangan, tapi justru menumbuhkan kematangan sebagai sebuah bangsa.

Di tengah Pandemi Covid 19 ini, selain peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam menangani dan memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak, kita melihat di beberapa tempat muncul aktifitas-aktifitas masyarakat untuk ikut membantu sesama. Selain itu organisasi sosial dan keagamaan turut andil memberikan bantuan, tidak hanya kebutuhan pokok tapi alat-alat kesehatan untuk para medis. Bantuan juga tidak hanya bersifat charity tapi juga upaya-upaya pemberdayaan (empowerment). Hal ini merupakan wujud dari solidaritas sosial untuk ikut andil dalam meredam dampak Covid yang dialami masyarakat, meskipun mereka juga ikut terdampak.

Solidaritas merujuk pada suatu hubungan antara individu dan atau kelompok yang berdasar pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama, serta pengalaman emosional bersama. Solidaritas yang dipegang, yaitu kesatuan, persahabatan, rasa saling percaya yang muncul akibat tanggung jawab bersama, dan kepentingan bersama di antara para anggotanya (Doyle Paul Johsos, dalam RMZ Lawang, 1994). Dari pengertian tersebut, solidaritas sosial itu lahir dari nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat tanpa adanya instruksi apalagi mobilisasi yang biasanya hadir dalam peristiwa politik tertentu.

Solidaritas sosial merupakan bentuk atau cara bagaimana masyarakat bertahan menghadapi kondisi dan perubahan yang terjadi. Emile Durheim (oleh MZ Lawang, 1994) menyebutkan  terdapat  dua tipe solidaritas sosial, yaitu Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik. Masyarakat yang memiliki ikatan solidaritas mekanik menjadi satu padu karena seluruh orang dalam solidaritas tipe ini adalah generalis (umum). Ikatan solidaritas dalam masyarakat yang memiliki karakter seperti ini umumnya terjadi karena mereka ikut terlibat dalam aktivitas yang serupa dan memiliki tanggung jawab yang sama. Tangggung jawab sosial adalah kepedulian individu terhadap masalah yang ada di sekitarnya dan berupaya untuk ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut (Wahyu Kustinigsih dan dan Nurhadi, 2020, mengutip Symaco dan Tee). Sedangkan Solidaritas Organik bertahan bersama justru dengan perbedaan yang berada di dalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab berbeda. Dari ciri-ciri umum yang ditampilkan, 

Melalui penelusuran dan pencermatan selama beberapa waktu di media massa, baik cetak maupun daring dan media sosial, aksi solidaritas social menghadapi Covid 19 dapat dipetakan menjadi  : pertama, Pihak yang melakukan, kedua bentuk kepedulian atau bantuan yang diberikan, dan ketiga, kegiatan yang dilakukan, keempat, Sasaran kepedulian.

Untuk yang pertama, yaitu pihak yang melakukan antara lain adalah negara (kerjasama internasional), perusahaan (entitas bisnis), organisasi kemanusiaan/ keagamaan, yayasan, perguruan tinggi, platform digital, organisasi afiliasi berdasarkan identitas kesukuan, organisasi profesi, ASN, dan sejenisnya, relawan individual, youtuber, public figure, seniman, dsb. Pihak-pihak tesebut melakukan sesuai dengan kapasitasnya (Doing what's best for society). https://rujak.org/budaya-kolektif-dalam-pandemi-antitesis-atau-adaptasi/

Kedua, bentuk kepeduliannya sesuai dengan situasi yang dihadapi antara lain adalah : alat pelindung diri (masker, sarung tangan, dsb), alat kesehatan (hand sanitizer, sabun/shampo, dsb), sembako, makanan siap santap dsj, voucher dan uang tunai, pasar murah (diskon/potongan harga),

Ketiga, kegiatannya antara lain  pengumpulan dana melalui pertunjukan amal, pasar murah kebutuhan pokok, donasi sejumlah dana untuk produk yang laku dijual, meletakkan/menggantung bahan makanan di pagar rumah untuk diambil/dimanfaatkan  oleh mereka yang membutuhkan, diskon dan bebas biaya kirim untuk pembelian APD, mengirim bantuan ke daerah perantau yang tidak bisa mudik, penyaluran bantuan langsung ke masyarakat penerima, pemotongan gaji/upah dsb.

Keempat, adalah masyarakat terdampak (terutama masyarakat miskin), pedagang kecil/ informal, sopir online, korban PHK, dan sebagainya.

Solidaritas sosial sosial berbagai pihak tersebut diatas bukan muncul secara tiba-tiba. Dalam diri manusia terdapat perilaku altruis yang merupakan bentuk perilaku pro-sosial (Altruism as a type of behavior gains special prominence among other forms of pro-social behavior, Batson & Powell, 2003) yang secara alamiah ada pada setiap manusia sebagai fitrah. Namun demikian perilaku altruism akan semakin kuat berkembang pada individu jika ia merasa ada kondisi trust antar antar individu dengan individu dan anggota masyarakat lainnya.

Trust merupakan salah satu unsur dari Social Capital (modal manusia), selain jaringan (net working) dan norma (norms). Banyak ahli mendefinisikan tentang Social Capital, sebut saja misalnya Bourdieu (1986), Putnam (1993, James Coleman (1988), dan Francis Fukuyama (1995). Definisi para ahli tersebut menunjukkan bahwa konsep social capital sebagai independent variable yang dapat mempengaruhi variable lainnya. Artinya, kapital sosial itu merupakan penyebab dari suatu tindakan individual atau tindakan kolektif yang memungkinkan suatu daya guna dan daya hasil tercapai.

Situasi dan kondisi yang dilihat berulang-ulang, baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai permasalahan atau penderitaan masyarakat terdampak, membangkitkan rasa altruism yang berdampak pada adanya keterpanggilan untuk melakukan sesuatu yang bisa dilakukan untuk menolong. Faktor lain yang menjadikan solidaritas ini semakin kental dan membesar adalah : 1) Lamanya durasi waktu suffering akibat ketidakpastian meredanya wabah Covid 19, 2) ragam atau model solidaritas yang dilakukan oleh berbagai pihak, akan memunculkan solidaritas baru lainnya dalam bentuk aktifitas dan bentuk kepedulian yang dimunculkan. Inisiatif masyarakat untuk mengembangkan budaya saling membantu (self help) merupakan modal social yang sangat berharga. Orang saling membantu tidak didasarkan pada keuntungan komersil ataupun pertimbangan ekonomi (Mai Wann, 1995)

Dalam konteks kesemrawutan distribusi bansos pemerintah, dan luasnya dampak atau sektor yang terpengaruh buruk, serta banyaknya pihat yang terdampak Covid 19 yang menimbulkan keresahan, saling curiga, dan frustasi sosial serta protes sosial terhadap sistem dan mekanisme baku, solidaritas sosial menjadi fenomena penting untuk mengatasi persoalan tersebut diatas.

 

Anti-thesis Solidaritas Sosial

Pada masa pandemic Covid 19 ini, akhir-akhir ini solidaritas sosial memiliki anti-thesis yang ditampilkan oleh masyarakat di beberapa tempat di Indonesia. Bentuknya beragam, misalnya  perampasan bantuan oleh segelintir masyarakat karena mereka khawatir kehabisan jatah bantuan. Selain itu adalah adanya protes hingga perusakan fasilitas desa karena ketidakpuasan akibat tidak masuk dalam daftar penerima bantuan. Bahkan ada juga pencurian dan penjarahan hand-sanitizer dan masker untuk kepentingan umum yang dilakukan sekelompok orang untuk kepentingan pribadi. https://republika.co.id/berita/q7t083377/otak-pencuri-masker-di-rsud-pagelaran-oknum-pns-berpengaruh http://ayoyogya.com/read/2020/03/23/38922/hand-sanitizer-rs-panti-rapih-yogyakarta-dicuri

Pencurian alat Kesehatan dan penjarahan bansos Covid 19 ditengah pandemi ini seakan menafikkan upaya partisipasi dan solidaritas sosial semua pihak seperti yang diuraikan diatas. Dalam kajian empiris akademis, social capitall justru berdampingan dengan aktifitas yang mendegradasi kajian keunggulan social capital itu sendiri.

Menurut Muhamad Luthfi, Rusydan Fathy, 2019, Awalnya, asumsi yang banyak berkembang mengenai hubungan antara tindak kejahatan dengan modal sosial ialah menempatkan keduanya dalam jalan yang berseberangan,- yaitu ketika kualitas modal sosial menurun, maka tindak kejahatan meningkat -. Namun dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa kualitas modal sosial yang baik justru berimplikasi memuluskan tindak kejahatan pencurian. Modal sosial yang menitikberatkan pada relasi-relasi sosial akan dilihat perannya dalam mengkonstruksi subkultur kejahatan pencurian.

Argumentasi ini menunjukkan bahwa tindakan positif dan solidaritas sosial masa pandemik ini berdampingan dengan aktifitas sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi fenomenda tersebut, antara lain :

  1. Situasi dan kondisi permasalahan covid 19 yang serba tidak pasti dan dapat diprediksi berakhirnya menyebabkan masyarakat menjadi gamang, kuatir, dan tertekan.

  2. Merosotnya kondisi ekonomi diberbagai sektor berakibat pada menurunnya kualitas hidup dan kondisi sosial psikologis warga.

  3. Ketidapercayaan pada otoritas kebijakan dan peran kelembagaan penanganan Covid 19. Hal ini terjadi karena kebijakan yang berubah-ubah, tidak konsisten, rendahnya penegakan hukum pelanggar kebijakan.

  4. Dalam skala langsung maupun tidak langsung, dipengaruhi oleh berita bohong (hoax) yang memplintir setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

  5. Mencuri atau mengambil yang bukan haknya karena adanya gangguan kejiwaan, atau ketidakmampaun melakukan kendali impulsif (menahan diri untuk mencuri).

Penutup 

Sampai saat ini pemerintah dan pihak terkait lainnya belum memiliki data yang pasti kapan dampak Pandemi Covid 19 akan berakhir. Dengan begitu upaya mencegah meningkatnya jumlah orang terpapar dan meninggal dunia menjadi aktifitas yang terus menerus diupayakan. Komunikasi, edukasi, informasi kepada masyarakat juga merupakan faktor yang sangat penting, terutama oleh Gugus Tugas Covid 19 dan stake holder lainnya. Selain itu pemerintah juga perlu menyusun berbagai rencana untuk refocusing anggaran penanganan Covid 19 tidak hanya hingga Juni tapi sampai akhir tahun 2020.

Sejalan dengan itu, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan moral (morale force) untuk membantu pemerintah dan warga masyarakat terdampak lainnya perlu terus dijaga dan dipelihara sebagai karakter dan modal sosial masyarakat Indonesia. Untuk menjaga partisipasi dan solidaritas sosial masyarakat ini terus ada dari waktu ke waktu, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Memastikan kebijakan protokol kesehatan ditaati oleh semua pihak tanpa terkecuali

  2. Penegakan hukum yang tepat, tegas dan terukur oleh petugas atau satgas Covid 19 bagi pelanggar kebijakan, baik di sektor transportasi, industri, kegiatan keagamaan, dan lain-lain.

  3. Memastikan kebijakan yang tidak berubah-ubah yang pada akhirnya justru akan membingungkan petugas pelaksana kebijakan di lapangan dan masyarakat pada umumnya.

Masih banyak faktor yang mempengaruhi solidaritas sosial muncul dan terus ada di tengah Pandemi Covid 19 ini selain disebutkan diatas. Intinya adalah kita perlu menjaga kondisi tersebut agar tidak menciderai muncul dan tumbuhnya solidaritas sosial itu sendiri.

Referensi :

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Pananggulangan Fakir Miskin,

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2017 Tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai

Kajian Awal Tata Kelola Penangaan Covid-19 di Indonesia, oleh Fisip Universitas Gajah Mada, tahun 2020

Teori sosiologi klasik dan modern 1 Doyle Paul Johnson; Penterjemah: Robert M.Z. Lawang, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1994

Dasar-Dasar Teori Sosial, oleh James E Colemam, 2008, Penerbit Nusa Media, Bandung

Building Social capital : Self Help In A Twenty-First Century Welfare State e-book version, oleh Mai Wann,  1995, Institute for Public Policy Research, Londong

Share Social Work Journal, Vol 9, No 1, 2019, Universitas Padjajaran, Bandung

https://pusdatin.kemsos.go.id/pendaftaran-mandiri-dtks

http://lidiknusantara.com/begini-alur-verifikasi-dan-validasi-data-terpadu-kesejahteraan-sosial-dtks-kabupaten-bintan-tahun-2019-demi-mengentaskan-kemiskinan/

https://sinkap.info/2020/05/alur-pendataan-kemiskinan-dtks-sumber-data-bantuan-sosial-terkini/

https://kompas.id/baca/riset/2020/04/21/partisipasi-publik-menghadapi-covid-19/

https://katadata.co.id/berita/2020/04/15/11-startup-galang-dana-untuk-atasi-pandemi-corona-di-indonesia

https://www.researchgate.net/publication/228007343_Altruism_and_Prosocial_Behavior

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun