Dalam konteks kesemrawutan distribusi bansos pemerintah, dan luasnya dampak atau sektor yang terpengaruh buruk, serta banyaknya pihat yang terdampak Covid 19 yang menimbulkan keresahan, saling curiga, dan frustasi sosial serta protes sosial terhadap sistem dan mekanisme baku, solidaritas sosial menjadi fenomena penting untuk mengatasi persoalan tersebut diatas.
Â
Anti-thesis Solidaritas Sosial
Pada masa pandemic Covid 19 ini, akhir-akhir ini solidaritas sosial memiliki anti-thesis yang ditampilkan oleh masyarakat di beberapa tempat di Indonesia. Bentuknya beragam, misalnya  perampasan bantuan oleh segelintir masyarakat karena mereka khawatir kehabisan jatah bantuan. Selain itu adalah adanya protes hingga perusakan fasilitas desa karena ketidakpuasan akibat tidak masuk dalam daftar penerima bantuan. Bahkan ada juga pencurian dan penjarahan hand-sanitizer dan masker untuk kepentingan umum yang dilakukan sekelompok orang untuk kepentingan pribadi. https://republika.co.id/berita/q7t083377/otak-pencuri-masker-di-rsud-pagelaran-oknum-pns-berpengaruh http://ayoyogya.com/read/2020/03/23/38922/hand-sanitizer-rs-panti-rapih-yogyakarta-dicuri
Pencurian alat Kesehatan dan penjarahan bansos Covid 19 ditengah pandemi ini seakan menafikkan upaya partisipasi dan solidaritas sosial semua pihak seperti yang diuraikan diatas. Dalam kajian empiris akademis, social capitall justru berdampingan dengan aktifitas yang mendegradasi kajian keunggulan social capital itu sendiri.
Menurut Muhamad Luthfi, Rusydan Fathy, 2019, Awalnya, asumsi yang banyak berkembang mengenai hubungan antara tindak kejahatan dengan modal sosial ialah menempatkan keduanya dalam jalan yang berseberangan,- yaitu ketika kualitas modal sosial menurun, maka tindak kejahatan meningkat -. Namun dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa kualitas modal sosial yang baik justru berimplikasi memuluskan tindak kejahatan pencurian. Modal sosial yang menitikberatkan pada relasi-relasi sosial akan dilihat perannya dalam mengkonstruksi subkultur kejahatan pencurian.
Argumentasi ini menunjukkan bahwa tindakan positif dan solidaritas sosial masa pandemik ini berdampingan dengan aktifitas sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi fenomenda tersebut, antara lain :
Situasi dan kondisi permasalahan covid 19 yang serba tidak pasti dan dapat diprediksi berakhirnya menyebabkan masyarakat menjadi gamang, kuatir, dan tertekan.
Merosotnya kondisi ekonomi diberbagai sektor berakibat pada menurunnya kualitas hidup dan kondisi sosial psikologis warga.
Ketidapercayaan pada otoritas kebijakan dan peran kelembagaan penanganan Covid 19. Hal ini terjadi karena kebijakan yang berubah-ubah, tidak konsisten, rendahnya penegakan hukum pelanggar kebijakan.
Dalam skala langsung maupun tidak langsung, dipengaruhi oleh berita bohong (hoax) yang memplintir setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
Mencuri atau mengambil yang bukan haknya karena adanya gangguan kejiwaan, atau ketidakmampaun melakukan kendali impulsif (menahan diri untuk mencuri).
PenutupÂ
Sampai saat ini pemerintah dan pihak terkait lainnya belum memiliki data yang pasti kapan dampak Pandemi Covid 19 akan berakhir. Dengan begitu upaya mencegah meningkatnya jumlah orang terpapar dan meninggal dunia menjadi aktifitas yang terus menerus diupayakan. Komunikasi, edukasi, informasi kepada masyarakat juga merupakan faktor yang sangat penting, terutama oleh Gugus Tugas Covid 19 dan stake holder lainnya. Selain itu pemerintah juga perlu menyusun berbagai rencana untuk refocusing anggaran penanganan Covid 19 tidak hanya hingga Juni tapi sampai akhir tahun 2020.
Sejalan dengan itu, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan moral (morale force) untuk membantu pemerintah dan warga masyarakat terdampak lainnya perlu terus dijaga dan dipelihara sebagai karakter dan modal sosial masyarakat Indonesia. Untuk menjaga partisipasi dan solidaritas sosial masyarakat ini terus ada dari waktu ke waktu, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
Memastikan kebijakan protokol kesehatan ditaati oleh semua pihak tanpa terkecuali
Penegakan hukum yang tepat, tegas dan terukur oleh petugas atau satgas Covid 19 bagi pelanggar kebijakan, baik di sektor transportasi, industri, kegiatan keagamaan, dan lain-lain.
Memastikan kebijakan yang tidak berubah-ubah yang pada akhirnya justru akan membingungkan petugas pelaksana kebijakan di lapangan dan masyarakat pada umumnya.
Masih banyak faktor yang mempengaruhi solidaritas sosial muncul dan terus ada di tengah Pandemi Covid 19 ini selain disebutkan diatas. Intinya adalah kita perlu menjaga kondisi tersebut agar tidak menciderai muncul dan tumbuhnya solidaritas sosial itu sendiri.
Referensi :
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Pananggulangan Fakir Miskin,
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2017 Tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai