Setiap keponakan berkunjung ke rumah, hal yang dilakukannya selalu game dan game, gawai dan gawai. Begitu juga ketika kita sedang jalan-jalan, mereka berhenti sejenak dan kemudian game dan game, gawai dan gawai lagi. Mereka kerap mengacuhkan seakan-akan tak bisa hidup tanpa gawai dan game.
Saat itulah saya berpikir game, di gawai maupun perangkat apapun, membuat kita kecanduan. Tidak hanya mereka bahkan ojek daring di jalan, teman-teman di kantor bahkan saya sendiri, gemar bermain game.
Sebagai seorang guru ‘paruh-waktu’, yang juga mengajar bahasa pemrograman, muncul dibenak saya bahwa daripada bermain game dan menjadi penikmat semata kenapa tidak kita arahkan anak-anak kita untuk membuat gamenya sendiri. Apa bisa? Ya tentu saja!
Dengan kemampuan yang biasa saja dan berbekal ketidaktahuan saya mencari-cari beberapa ‘platform’ pembuatan game yang mudah untuk anak pada akhirnya ketemulah ‘Scratch’ ini.Â
‘Platform’ bahasa pemrograman ‘gratis’ untuk anak yang dikembangkan oleh mahasiswa-mahasiswa dari MIT.Â
Apa, bahasa pemrograman? Bahasa inggris saja sudah sulit, ini malah bahasa untuk membuat program lagi. Ya santai dulu saja teman-teman.Â
Bahasa pemrograman yang satu ini dirancang untuk memudahkan anak-anak kita dalam memahami konsep pemrograman berbentuk ‘puzzle-puzzle’ atau istilah kerennya yaitu ‘visual programming.'
Apakah butuh keterampilah khusus? Sebenarnya kita tidak membutuhkan keterampilan yang mumpuni untuk belajar Scratch. Yang penting kita bisa menggunakan komputer saja sudah cukup.Â
Kita dapat belajar Scratch dengan mudah. Tidak hanya menggunakan komputer atau laptop, kita juga bisa menggunakan gawai untuk mengakses Scratch.Â