Mohon tunggu...
Ahmadsaleh
Ahmadsaleh Mohon Tunggu... Lainnya - Hukum
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alumni Mahasiswa IAIN Ambon. Konsultasi Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Refleksi Ujaran Kebencian Dalam Kacamata Hukum

8 Januari 2022   16:37 Diperbarui: 8 Januari 2022   16:43 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertimbangan lahirnya Undang-Undang ITE di Indonesia tidak lain ialah terkait dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru, yang kemudian Undang-Undang ITE diharapkan dapat mengatur dan mencegah masyarakat yang menggunakan media sosial dengan bijak, tanpa membatasi hak masyarakat dalam memperoleh ilmu maupun menyampaikan pendapatnya di muka umum.

Menariknya, teknologi informasi dapat merubah gaya hidup (lifestyle) bagi masyarakat di seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia juga terkena pengaruh perkembangan teknologi informasi di era globalisasi ini, diikuti dengan jumlah penduduk Indonesia yang setiap tahun selalu bertambah populasi penduduknya karena angka kelahiran terus meningkat, sehingga pemanfaatan teknologi sangat diperlukan untuk menunjang perkerjaan sehari-hari.

Teknologi informasi dan komunikasi juga menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan telah menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan sedemikian cepat, adapun teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif melakukan perbuatan melawan hukum.

ironisnya yang menjadi problem hukum yang sering kali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan atau data secara elektronik yang bermuatan kebencian (hate speech) terhadap seseorang atau sekelompok orang yang dapat menimbulkan permusuhan, Akibat dari perkembangan tersebut, maka lambat laun, teknologi informasi dengan sendirinya juga telah mengubah perilaku masyarakat dari peradaban manusia secara global.

Perkembangan teknologi informasi saat ini seperti pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif melakukan perbuatan melawan hukum. Permasalahan hukum yang sering kali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau data secara elektronik.

Oleh karena itu, Indonesia sebagai Negara hukum yang memiliki peraturan-peraturan yang mengatur perbuatan ujaran yang bermuatan kebencian dalam suatu bentuk perundang-undangan, yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 28 ayat (2) yang menyebutkan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.

Sedangkan secara yuridis normatif berdasarkan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), Nomor 2 huruf (f) menyebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHPidana dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHPidana, yang berbentuk antara lain:

1. Penghinaan;

2. Pencemaran nama baik;

3. Penistaan;

4. Perbuatan tidak menyenangkan;

5. Memprovokasi;

6. Menghasut;

7. Penyebaran berita bohong;

Ketika kita melihat bentuk-bentuk Tindak Pidana Ujaran Kebencian Dalam KUHP, yaitu: Yang pertama, Pasal 156 KUHP : "Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

Kedua, Pasal 157 ayat (1) dan (2) KUHP : Mengenai Penanganan Ujaran Kebencian

(1) "Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) "Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut".

Yang ketiga, Pasal 310 ayat (1), (2) dan (3) KUHP: (1) "Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

(2) "jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

(3) "Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri".

Yang keempat, Pasal 311 KUHP ayat (1): "Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun".

Bentuk-bentuk tindak pidana ujaran kebencian diluar KUHP yaitu, Diatur dalam Undang–Undang Nomor 19 tahun 2016 perubahan atas Undang–Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik; Yang pertama, Pasal 28 ayat (1) dan (2):

(1) "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik".

(2) "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)".

Yang kedua, Pasal 45A ayat (1) dan (2):

(1) "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

(2) "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun