Mohon tunggu...
Ahmad Sai Assyakir
Ahmad Sai Assyakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

senang bersosialisasi senang bekerja sama tim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Budaya Saparan di Ngablak, Magelang

8 November 2024   15:17 Diperbarui: 8 November 2024   15:39 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                   

Budaya Saparan di Ngablak, Magelang merupakan salah satu budaya tradisional yang masih dilestarikan hingga saat ini. Saparan sendiri adalah tradisi untuk membersihkan diri dan menyucikan hati dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan. Acara ini biasanya dilaksanakan pada bulan Sura atau sekitar bulan April-Mei.

Acara Budaya Saparan ini dilaksanakan dengan cara mandi bersama di sungai atau sumber air yang dianggap suci. Selain mandi bersama, juga dilakukan upacara bersih desa atau biasa disebut dengan "Nguras Pucuk Pisah". Upacara ini dilakukan untuk membersihkan desa dari segala macam energi negatif, agar seluruh masyarakat dapat menjalankan ibadah Ramadhan dengan tenang dan damai.

Saparan sendiri berasal dari bahasa Jawa "Sapar" yang artinya bersih atau suci. Masyarakat Ngablak meyakini bahwa menjalankan tradisi Saparan akan membuat diri mereka bersih secara fisik dan spiritual. Selain itu, tradisi Saparan juga menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi antar warga desa.

Acara Budaya Saparan di Ngablak biasanya dimulai pada pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB. Masyarakat mulai berkumpul di titik kumpul yang sudah ditentukan, kemudian bersama-sama berjalan menuju sungai atau sumber air yang dianggap suci. Setelah sampai di sana, masyarakat bergantian mandi dan membersihkan diri.

Setelah selesai mandi, masyarakat biasanya mengenakan pakaian yang baru dan bersih. Mereka kemudian melakukan upacara bersih desa atau Nguras Pucuk Pisah. Upacara ini melibatkan seluruh masyarakat desa dan dihadiri oleh pemangku adat setempat.

Upacara Nguras Pucuk Pisah dimulai dengan membakar kemenyan atau dupa untuk membersihkan udara dari energi negatif. Kemudian, pemangku adat memimpin doa untuk memohon keselamatan dan keberkahan bagi seluruh masyarakat desa. Setelah itu, masyarakat bergotong royong membersihkan desa dari sampah dan mengecat dinding-dinding rumah yang sudah mulai memudar.

Tradisi Budaya Saparan di Ngablak Kabupaten Magelang memiliki makna yang sangat dalam bagi masyarakat setempat. Selain sebagai momen untuk membersihkan diri dan menyucikan hati, Saparan juga menjadi wadah untuk mempererat tali silaturahmi antar warga desa. Acara ini juga menjadi ajang untuk melestarikan budaya tradisional yang sudah ada sejak zaman nenek moyang.

Sayangnya, tradisi Budaya Saparan ini mulai terancam kepunahan karena minimnya minat generasi muda untuk menjalankannya. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memperkenalkan kembali tradisi ini kepada generasi muda dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, tradisi Budaya Saparan di Ngablak Kabupaten Magelang dapat terus dilestarkan dan dijaga agar tidak hilang dan terus menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memperkenalkan kembali tradisi Budaya Saparan ini adalah dengan melibatkan generasi muda dalam pelaksanaannya. Pendidikan tentang pentingnya menjaga kebersihan fisik dan spiritual dapat diberikan sejak dini kepada anak-anak. Selain itu, juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas melalui media sosial atau kampanye publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun