Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kampung Halaman

17 Mei 2024   10:32 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:00 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya sampai juga ke makam Bapaku. Sekira empat tahun silam tidak menginjakkan kaki. Kini, bisa tiba di pusara Bapaku sejak tahun 2003 bersemayam. Bulan suci Ramadhan tanggal 12 hari jumat wafatnya. Betapa dingin udara, pemandang indah dengan pepohonan dan pematang sawah di sekitar makam kampung Babakan Caringin, Samarang, Kabupaten Garut. Rindu terpenuhi. Hanya lantunan doa dan ayat Alquran yang bisa dilantunkan untuk Bapaku. Allamaghfirlahu warhamhu wa aafihi wa fuanhu.

Pemandangan kampung halaman memang indah. Sejuk dengan udara segar. Hijau enak dipandang mata. Keramahan warga kampung. Meski tidak kenal mereka menyapa dan senyum. Ini jarang ditemui di kota. Saya menikmati suasana kampung halaman. Kalau ngobrol dengan saudara, ternyata tidak mudah hidup di kampung. Sehari hari bertani, ke sawah, ngarit untuk ternak, dan harus hidup sederhana. Ada beras untuk dinanak. Ada cabe dan tomat serta gula dan garam, maka cukup untuk dibuat sambal. Lalap diambil dari kebun. Daun singkong dan pepaya, bahkan daun kacang tanah pun bisa dikonsumsi. Ikan asin beli ke pasar satu pekan sekali. Menu ayam dan ikan disajikan kalau ada momentum lebaran dan perayaan. Tahu tempe serta sambel menu harapan mereka. Daun-daun hijau yang layak makan tidak ketinggal menu harian mereka. Saya menikmati sajian dari di kampung halaman.

Perjalanan dari tanah lahir sampai juga di makam almarhumah ibu, Gadog Pasirwangi Kabupaten Garut. Ada yang luarbiasa. Saya naik ojeg seperti off road. Tukang ojeg ahli dalam mengendalikan motor. Jalan petak sawah dan naik turun bukit ditempuh. Meski hujan tetap dijalankan motor hingga tiba tempat dituju. Saya dibonceng dengan rasa ketar ketir. Khawatir jatuh ke jurang. Tapi, ternyata si tukang ojeg piawai.


Dan tiba juga di makam almarhumah Ibu. Sekira tiga tahun tak ziarah ke makam ibu. Hawa dingin terasa menusuk kulit. Saya lafalkan ayat suci Alquran dan doa untuk almarhumah. Allahummaghfirlaha warhamha wa'afiha wa fuanha. Aamiin Ya Robbal 'alamiin. 

Saya bacakan shalawat sambil menyentuhkan telapak tangan pada tanah makam ibu. Terasa menghangat. Sambil membaca ayat-ayat suci Alquran dan doa dengan kata-kata bahasa Sunda, teringat lagi dengan wajah Ibu dan perlakuan yang penuh kasih kepadaku.

Duh, sikap dan perilaku kasih sayang dari orangtua sudah tak lagi bisa kudapatkan. Sedih karena tiap lebaran tak bisa sungkem dan berbahagia dengan sajian makanan yang mewah atau memberikan hadiah untuk keduanya. Kini hanya doa sebagai hadiah untuk orangtua. Ya Robbana ampuni kedua orangtuaku. Anugerahi keduanya dengan pahala berlimpah dan ampuni segala dosanya. Aamiin Ya Robbal 'alamiin. *** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun