Pagi sekira jam 07.00 wib, saya merapat ke TPS. Bersama istri, saya duduk pada kursi depan. Saya lihat petugas pemilu sedang beres-beres dan hitung surat yang baru dibuka. Sekira satu jam selesai.
Selanjutnya mulai mengumpulkan ktp dan surat panggilan nyoblos. Satu demi satu dipanggil. Pada ruang nyoblos rata-rata sekira tiga sampai tujuh menit tiap orang menyelesaikan coblosan hingga memasukkan pada kotak. Lima lembar dan cukup besar. Orang yang sudah sepuh lama berada pada ruang coblosan. Mungkin susah saat melipat dan bingung saat memilih untuk dicoblos.
Saya bingung harus memilih siapa. Caleg pusat, provinsi dan daerah pun tidak saya kenal dan mereka tentu tidak kenal dengan saya. Begitu pun partai politik, tidak ada yang memiliki daya tarik dari program maupun kinerja anggota dewan terdahulu.
Dulu saya punya partai favorit karena sosok Mahaguru aktif pada partai tersebut. Kini tak lagi. Sempat bingung memberikan suara pada partai mana.
Lihat lembar untuk DPD pun tak ada yang saya kenal. Akhirnya memilih yang kira-kira bakal benar dan bekerja dengan baik saja.Â
Kalau untuk presiden dan wakilnya, sudah dipelajari dari debat ke debat dan programnya dipertimbangkan sesuai dengan nalar logik saja.
Kesan saya dengan pemilu kali ini, yakni terlalu banyak pilihan. Terlalu banyak yang tidak dikenal, baik program partai maupun caleg. Terlalu banyak orang dan partai yang dipilih. Seharusnya dipelajari sebelum nyoblos, tapi tak ada kesempatan untuk melakukannya.
Menimbang dalam kisaran hari dan waktu yang sekejap untuk partai dan caleg, maka saya memilih dengan modal rasa dan pandangan sekejap pada kertas.
Demokrasi, oh demokrasi. Lima tahun tidak sebentar. Ditentukan sekira tujuh menit. Sudah pasti bakal ada dinamika dalam perjalanan demokrasi negeri ini. Kita lihat saja ke depannya. Cag! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H