Kondisi pandemi membuat jeda semua aktivitas. Orang-orang pun ada yang saling curiga kala bersua. Silaturahmi yang aman hanya melalui virtual. Tapi tidak menutup kemungkinan saat ke warung, beli kebutuhan dapur ke tukang sayur, atau berpapasan di jalan dengan orang pun ada peluang kena covid19.Yang mengherankan saya bahwa di tengah gempita pandemi, masih saja ada yang memanfaatkan situasi untuk meruntuhkan citra pemerintah. Dibilang zalim, tidak konsisten, dan bahkan pandemi ini disebut rekayasa dan aneka hujatan lainnya.
Saya hanya diam dan termenung. Saya tidak dapat memahami dengan akal sehat sebutan hoax atas kasus pandemi ini. Sebab saya ini termasuk penyintas. Pernah mengalami dan sekarang sudah sehat. Saat isolasi mandiri yang dilakukan (selain konsumsi obat dan makanan sehat) adalah membaca buku.
Tafsir bil Matsur
Membaca buku menjadi kegiatan harian saya di rumah. Awal pandemi sampai dua bulan lalu, saya masih semangat baca sampai dua dan tiga buku yang dilahap tuntas dalam satu bulan. Kini semangat itu mulai kendor. Mulai dari memikirkan keuangan rumah tangga, motor yang sering masuk bengkel, dan muncul pikiran tentang manfaat buku tidak dapat menunjang kebutuhan harian rumah tangga. Tentu saja ini beda ranahnya dengan intelektualitas.
Pada Juni sampai Juli 2021 ini saja hanya mampu beres satu buku yang dibaca. Kalau buka satu halaman, sudah lelah mata ini, bahkan merasa tidak ada manfaat praktis  yang didapat dari buku. Â
Buku yang saya baca tuntas masih karya Jalaluddin Rakhmat alias Allahyarham Kang Jalal. Judulnya "Tafsir bil Matsur: Pesan Moral Alquran." Terbit tahun 1994 oleh penerbit Rosda Karya Bandung. Tebal buku 252+xii halaman. Terdiri dari 32 tulisan pendek ditambah pendahuluan dan lampiran. Bagian lampiran ini full teks Arab berupa kutipan utuh dari hadis dan riwayat, termasuk kitab, yang dirujuk dalam buku. Dari aspek ini saya kira penulisnya termasuk yang rajin membaca karena menunjukkan sumber yang digunakan dalam merangkai narasi. Tentu penulisnya juga piawai dalam mengolah, mengatur, dan merangkainya menjadi tulisan enak dibaca serta mudah dicerna akal.
Sesuai dengan judulnya, Kang Jalal menyajikan penjelasan ayat Alquran dengan mengutip asbabun nuzul dan menghubungkan dengan riwayat yang relevan dari masa Rasulullah Saw dan sahabatnya. Ini memang gaya tafsir klasik. Namun yang hebat dari penulis buku ini bahwa sejumlah riwayat diberi pemaknaan yang sesuai dengan kondisi kekinian.
Diawali dengan pembuka Alquran yaitu isti'adzah bersambung dengan bismillah dan hamdallah serta ayat-ayat Alquran pilihan dari surah Albaqarah, Ali Imran, Alhujurat, Almujadilah, Al-Araf, Alhasyr, Alhijr, Ahqaf, Albaraah, Alqalam, Annur, Alfurqan, Alhijr, Almaidah, Maryam, Al-Dahr, dan lainnya. Semua ayat tersebut dijelaskan kandungan maknanya tidak dari bahasa dan istilah, tetapi berdasarkan riwayat yang terkenal dalam kitab-kitab hadis maupun yang disampaikan para ulama.
Dari tulisan-tulisan yang penuh kearifan dan mengajak pembaca untuk mengambil pelajaran, terdapat satu tulisan (tafsir) yang relevan bagi kehidupan sekarang. Tulisan dengan judul "Bermahkota Hal Ata", saya kira dapat menjadi inspirasi untuk empati pada sesama manusia.
Dikisahkan Alhasan dan Alhusein sakit yang tak kunjung sembuh. Rasulullah saw menyarankan orangtuanya agar nazar kepada Allah. Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah pun bernazar bahwa kalau dua putranya sembuh akan puasa tiga hari berturut-turut. Dengan kuasa Allah maka dua cucu Nabi itu sehat.
Sayyidina Ali meminjam gandum tiga sha kepada orang Yahudi. Hari pertama puasa, Sayyidah Fatimah bikin roti sesuai jumlah orang di rumah untuk buka puasa. Saat jelang buka puasa, tiba-tiba ada pengemis meminta makanan untuk dirinya dan keluarga. Seluruh roti diberikan kepada pengemis, sehingga berbuka puasa dengan air minum saja.
Hari kedua pun sama saat buka puasa ada anak yatim. Hari ketiga ada tawanan meminta makanan. Hari kedua dan ketiga pun hanya berbuka puasa dengan air minum karena roti seluruhnya diberikan kepada yang meminta.